Infeksi ”Mycoplasma pneumoniae” Banyak Ditemukan pada Anak Usia Sekolah
Sekalipun infeksi bakteri ”Mycoplasma pneumoniae” belum ditemukan di Indonesia, kewaspadaan tetap dilakukan untuk mencegah penularannya.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Infeksi akibat bakteri Mycoplasma pneumoniae bukan merupakan penyakit baru ataupun misterius. Kasus pneumonia akibat infeksi bakteri tersebut sudah banyak dilaporkan di dunia sebelum pandemi Covid-19. Kasus infeksi tersebut banyak ditemukan pada anak usia sekolah.
Anggota staf Divisi Respirologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo, Nastiti Kaswandani, dalam konferensi pers bertajuk ”Waspada Ancaman Pneumonia Mycoplasma” di Jakarta, Jumat (1/12/2023), menyampaikan, bakteri Mycoplasma pneumoniae yang dilaporkan menjadi salah satu penyebab kenaikan kasus pneumonia di China saat ini bukan merupakan jenis bakteri yang baru. Bakteri tersebut merupakan salah satu penyebab pneumonia yang banyak dijumpai pada anak.
”Di Indonesia memang belum ditemukan adanya pneumonia pada anak akibat Mycoplasma. Namun, itu bukan berarti ini penyakit baru. Pelaporan dari segi surveilans untuk bakteri ini memang berbeda. Diagnosisnya juga sulit. Selain itu, kita (Indonesia) juga belum banyak punya fasilitas untuk mendeteksi Mycoplasma,” katanya.
Di Indonesia memang belum ditemukan adanya pneumonia pada anak akibat Mycoplasma. Namun, itu bukan berarti ini penyakit baru.
Nastiti menuturkan, penularan pneumonia akibat Mycoplasma pneumoniae memiliki kekhususan dibandingkan dengan patogen lain yang menjadi penyebab pneumonia pada anak. Jika pneumonia sering dikaitkan dengan penyebab kematian tertinggi pada anak usia bawah lima tahun, pneumonia akibat Mycoplasma lebih banyak ditemukan pada usia anak sekolah. Dari berbagai laporan, penyebab kematian terbesar akibat pneumonia pada usia balita terjadi karena bakteri Streptococcus pneumoniae.
Sementara merujuk pada studi yang dilakukan di Chengdu, China, pada 2014-2020, kasus penularan pneumonia akibat Mycoplasma pneumoniae lebih banyak ditemukan pada anak usia sekolah (32,9 persen) dan anak usia prasekolah (33,9 persen). Angka penularan pada balita dan bayi lebih rendah.
Karena itu, Nastiti menuturkan, tingkat keparahan dari penularan pneumonia akibat bakteri Mycoplasma tidak tinggi. Akan tetapi, kewaspadaan tetap harus dilakukan sebab sering kali penularan pneumonia pada anak tidak disebabkan oleh satu patogen saja. Sejumlah kasus pneumonia pada anak ditemukan dengan kondisi koinfeksi lebih dari satu patogen, baik virus, bakteri, maupun kuman.
Adapun gejala dan tanda klinis yang bisa muncul dari penularan pneumonia atipikal yang sering disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae antara lain adanya demam, batuk, serta kondisi klinis yang baik tanpa sesak atau hipoksia. Namun, pneumonia atipikal ini biasanya justru ditemukan gambaran rontgen yang parah meski gejala klinis tidak berat atau tidak sesak. Untuk itu, pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan agar tata laksana bisa lebih tepat.
Pencegahan
Menurut Nastiti, upaya pencegahan pneumonia secara umum bisa dilakukan melalui perilaku hidup bersih sehat. Penggunaan masker, menjaga kebersihan rumah, memastikan aliran udara segar dan bersih di rumah, serta mencuci tangan dengan sabun dan air efektif untuk melindungi diri dari pneumonia.
Selain itu, setiap anak juga diharapkan bisa segera melengkapi imunisasinya, termasuk imunisasi pneumonia untuk mencegah penularan penyakit tersebut. ”Tidak perlu terjadi kepanikan yang berlebihan. Pola hidup bersih sehat tetap penting dilakukan untuk mencegah berbagai infeksi,” katanya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Imran Pambudi memastikan bahwa sampai saat ini belum ada laporan kematian di dunia akibat Mycoplasma pneumoniae. Kasus yang terjadi di China pun belum ada yang ditemukan di Indonesia.
”Sekalipun belum ada kasus di Indonesia, kewaspadaan tetap dilakukan untuk mengantisipasi kejadian Mycoplasma di Indonesia. Masyarakat diimbau untuk menjalankan PHBS (perilaku hidup bersih sehat) serta vaksinasi. Sementara ini juga tidak ada pembatasan perjalanan ataupun perdagangan dari negara terjangkit,” tuturnya.