Pneumonia masih menjadi penyebab kematian tertinggi pada anak. Deteksi dini dan penanganan cepat diperlukan untuk mencegah kondisi perburukan akibat pneumonia. Hal itu mesti disertai imunisasi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 memperberat kondisi pneumonia pada anak. Selain risiko perburukan yang tinggi, akses ke fasilitas kesehatan yang terbatas membuat penanganan jadi terhambat. Karena itu, pemahaman masyarakat untuk mendeteksi tanda dan gejala pneumonia sejak dini amat penting.
Kementerian Kesehatan mencatat, kasus pneumonia pada anak usia 0-5 tahun diperkirakan meningkat pada 2020 sebesar 890.151 kasus dibandingkan pada 2019 sebesar 885.482 kasus. Namun, kasus pneumonia yang terdeteksi justru menurun 33,9 persen dibandingkan pada 2019 yang sebesar 468.392 kasus menjadi 309.843 kasus. Angka kematian yang tercatat juga menurun dari 550 pada 2020 menjadi 498 kasus pada 2019.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi di Jakarta, Kamis (22/7/2021), mengatakan, pneumonia masih menjadi penyebab kematian tertinggi pada anak berusia di bawah lima tahun (balita). Padahal, apabila deteksi bisa dilakukan sejak dini, kematian akibat pneumonia bisa dicegah. Orangtua perlu lebih waspada serta mengenali tanda dan gejala pneumonia pada anak.
”Gejalanya sebenarnya hampir serupa dengan Covid-19, yakni batuk dan sulit mengatur napas. Namun, gejala khas pada pneumonia berat biasanya ketika bernapas ada tarikan ke dalam pada dinding dada bawah. Ketika sudah ada tanda ini, sebaiknya segera bawa ke fasilitas kesehatan,” ucapnya.
Pneumonia atau radang paru akut bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, ataupun virus. Pada bayi, risiko pneumonia semakin besar apabila bayi tersebut tidak mendapatkan air susu ibu (ASI) secara eksklusif, terpapar asap di dalam ruangan (seperti asap dari proses memasak), terpapar asap rokok, kurang gizi, berat badan lahir rendah, tinggal di rumah yang padat, tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap, serta memiliki penyakit kronis.
Gejala khas pada pneumonia berat biasanya ketika bernapas ada tarikan ke dalam pada dinding dada bawah. Ketika sudah ada tanda ini, sebaiknya segera bawa ke fasilitas kesehatan.
Nadia mengatakan, pada masa pandemi Covid-19, orangtua biasanya ragu untuk membawa anak ke fasilitas kesehatan karena khawatir akan penularan Covid-19. Hal ini menyebabkan ketika anak mengalami gejala seperti batuk tidak langsung dibawa ke rumah sakit atau diperiksakan ke dokter. Akibatnya, kondisi anak bisa memburuk dan penanganannya menjadi lebih sulit.
Penularan Covid-19
Secara terpisah, Guru Besar Tetap Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Cissy Kartasasmita, yang juga Ketua Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), mengatakan, infeksi virus SARS-CoV-2 yang menjadi penyebab Covid-19 juga menjadi pemicu pneumonia. Jika anak sampai tertular Covid-19, risiko mengalami pneumonia berat menjadi tinggi.
Oleh sebab itu, pencegahan supaya tidak tertular Covid-19 harus dilakukan secara optimal. Di lain sisi, upaya pencegahan lain juga diperlukan, seperti memastikan anak mendapat ASI eksklusif dan menjauhkan dari polusi udara. Selain itu, menjaga kesehatan prenatal serta memastikan anak mendapatkan vitamin A setiap enam bulan dan imunisasi dasar.
Setidaknya, Cissy menyampaikan, ketika anak sudah menjalani imunisasi dasar lengkap, risiko penularan pneumonia menjadi minim. Adapun imunisasi yang diperlukan antara lain imunisasi HiB (Haemophilusinfluenzae tipe B), DPT (difteri, pertusis, dan tetanus), campak, dan influenza. Selain itu, vaksin PCV (pneumococcal conjugate vaccine/vaksin pneumokokus konjugasi) bisa diberikan.
Imunisasi PCV perlu diberikan dengan tiga dosis pemberian, yakni ketika anak usia dua bulan, tiga bulan, dan 12 bulan. Sekitar 50 persen kasus pneumonia di Indonesia disebabkan oleh bakteri Pneumococcus. Infeksi ini bisa dicegah dengan pemberian vaksin PCV.
”Itulah mengapa pemberian vaksin PCV ini harus menjadi program nasional. WHO pun sudah mendorong semua negara bisa memasukkan imunisasi PCV ke dalam program imunisasi nasional,” kata Cissy.
Nadia menyampaikan, pelaksanaan imunisasi PCV di Indonesia sudah dimulai dengan introduksi di sejumlah daerah. Pada 2017, demonstrasi imunisasi PCV dilakukan di Lombok Barat dan Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Kemudian, cakupan imunisasi ini diperluas di NTB dan Bangka Belitung. Pada 2021, imunisasi dijalankan juga di Jawa Timur dan Jawa Barat. ”Targetnya, pada tahun 2022, imunisasi PCV bisa masuk dalam program imunisasi nasional sehingga bisa dijalankan di seluruh wilayah di Indonesia,” katanya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya mengatakan, berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pneumonia berkontribusi sebesar 15 persen terhadap kematian anak balita di dunia. Untuk menurunkan angka kematian tersebut diperlukan praktik kesehatan terhadap anak sejak lahir.
Budi menyebutkan, 70 persen penyebab pneumonia dapat dicegah dengan imunisasi. ”Yaitu 20 persen karena Haemophilus influenzae tipe B yang dapat dicegah dengan vaksin Hib dan 50 persen karena Streptococcus pneumonia yang bisa dicegah dengan vaksin PCV (pneumococcal conjugate vaccin),” ujarnya dalam peluncuran lagu ”Stop Pneumonia” secara daring, Jumat (16/7/2021).
Pencanangan introduksi vaksinasi PCV dilakukan di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Barat, Jawa Timur, dan NTB. Vaksinasi perlu dikombinasikan dengan upaya pencegahan lain, yaitu promosi pemberian ASI eksklusif serta penurunan tingkat polusi udara di ruangan dan polusi asap rokok.
”Pihak terkait, para pemangku kebijakan lintas sektor, organisasi profesi bidang kesehatan, dan organisasi masyarakat diimbau berkontribusi melindungi anak dari pneumonia,” ucapnya.
Kampanye pencegahan pneumonia terus digaungkan oleh berbagai pihak, salah satunya Save the Children. Organisasi internasional non-pemerintah itu telah mencanangkan kampanye stop pneumonia pada anak sejak 2019.
Kampanye ini menyasar kesadaran bersama untuk mengatasi pneumonia. Bentuknya berupa sosialisasi kepada para pemangku kepentingan, mobilisasi sosial, dan penguatan peran ayah dalam keluarga. Sebab, pemenuhan kesejahteraan anak bukan hanya kewajiban ibu.
Chief Executive Officer Save the Children Indonesia Selina Sumbung mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Kesehatan serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengajak orangtua menjadikan Hari Anak Nasional 2021 dan pencanangan vaksin PCV sebagai upaya bersama mencegah kematian anak akibat pneumonia. (TATANG SINAGA/SONYA HELLEN SINOMBOR)