Cakupan Imunisasi Tak Merata, Anak Belum Terlindungi dari Penyakit Mematikan
Cakupan imunisasi pada anak yang tidak merata menyebabkan kasus kejadian luar biasa dari penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi terus bermunculan. Komitmen daerah perlu ditingkatkan untuk mencapai target imunisasi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Siswa menangis saat diimunisasi pada hari kedua pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Sekolah di SD Negeri Kaliasin V Surabaya, Jawa Timur, Kamis (15/10/2020). Sejak 14 hingga 31 Oktober, petugas puskesmas di Kota Pahlawan secara serentak akan berkeliling di setiap sekolah sesuai pembagian wilayah.
JAKARTA, KOMPAS — Capaian imunisasi dasar lengkap pada anak secara nasional kian meningkat setelah sempat menurun signifikan selama masa pandemi Covid-19. Meski begitu, cakupan imunisasi yang dicapai belum merata. Hal ini membuat kekebalan kelompok dan perlindungan lintas kelompok tidak dapat tercapai.
Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan Prima Yosephine Berliana Yumiur Hutapea mengatakan, imunisasi tidak hanya bermanfaat untuk melindungi individu, tetapi juga dapat membentuk kekebalan kelompok (herd immunity) dan melindungi lintas kelompok usia. Hal itu berarti apabila cakupan imunisasi pada anak tinggi dan merata, kelompok masyarakat rentan sekaligus kelompok usia dewasa juga dapat terlindungi.
”Cakupan imunisasi masih belum merata. Dampaknya, kasus KLB (kasus luar biasa) PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi) meningkat dan bertambah. Tidak meratanya cakupan imunisasi ini yang menjadi tantangan saat ini,” katanya dalam seminar media bertajuk ”Ayo Lindungi Diri, Keluarga, dan Masyarakat dengan Imunisasi Lengkap” yang diselenggarakan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) di Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, cakupan imunisasi dasar lengkap pada 2022 mencapai 99,6 persen. Jumlah itu meningkat dari tahun 2021 yang tercatat sebesar 84,5 persen. Namun, cakupan tersebut tidak merata.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Anak balita menangis saat mengikuti Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) dan pneumokokus konjugasi (PCV) di Posyandu Kuntum Mekar, Klender, Jakarta Timur, Kamis (22/9/2022). Kementerian Kesehatan mencatat, 1,7 juta anak di Indonesia belum mendapatkan imunisasi dasar lengkap selama pandemi Covid-19. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mencanangkan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) bagi seluruh anak Indonesia.
Di Jawa Tengah, capaian cakupan imunisasi mencapai 114,1 persen. Selain itu, cakupan yang tinggi juga dilaporkan di Sulawesi Selatan sebesar 114,1 persen dan Nusa Tenggara Barat sebesar 110,1 persen. Capaian tersebut jauh berbeda dengan Aceh yang hanya 48,1 persen, Papua 57,4 persen, dan Sumatera Barat 72,2 persen.
Cakupan imunisasi masih belum merata. Dampaknya, kasus KLB (kasus luar biasa) PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi) meningkat dan bertambah.
Prima mengatakan, perlindungan dari imunisasi bisa optimal membentuk kekebalan komunitas apabila dapat mencapai target minimal 90 persen. Cakupan imunisasi yang tidak mencapai target dalam jangka waktu yang lama dapat berisiko menyebabkan munculnya kasus KLB PD3I, seperti campak, rubela, difteri, dan polio.
Setidaknya pada tahun 2023 sudah dilaporkan lima KLB campak di empat kabupaten/kota di tiga provinsi, tujuh KLB suspek campak di tujuh kabupaten/kota di lima provinsi, dan satu KLB campuran campak-rubela di satu kabupaten/kota. Sebanyak 40 kabupaten/kota di 14 provinsi juga melaporkan adanya kasus difteri, baik yang sudah terkonfirmasi laboratorium maupun yang masih suspek.
Prima pun mendorong agar daerah dengan cakupan yang belum optimal bisa segera meningkatkan cakupan imunisasi pada anak. Capaian cakupan imunisasi di daerah amat bergantung pada komitmen dari pemerintah daerah setempat.
Sejumlah kebijakan telah diterbitkan oleh pemerintah pusat untuk mendorong cakupan imunisasi di seluruh daerah. Dana insentif daerah untuk menunjang cakupan imunisasi juga telah diusulkan melalui Kementerian Keuangan.
”Pelaksanaan imunisasi sangat membutuhkan kerja sama dari semua daerah sampai pada level terendah. Kami (Kementerian Kesehatan) selalu berupaya untuk membina dan mengawasi agar pelaksanaan imunisasi bisa berjalan baik. Kami juga memastikan logistik untuk seluruh anak di Indonesia bisa tersedia,” tutur Prima.
UNICEF
Jadwal imunisasi rutin lengkap anak
Anggota Unit Kerja Koordinasi Infeksi Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Raihan, menyampaikan, penyebaran penyakit menular, khususnya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dapat dikendalikan jika sebagian besar anak sudah mendapatkan imunisasi. Penularan yang terkendali tersebut terjadi karena kekebalan komunitas sudah terbentuk.
Kondisi yang berbeda akan terjadi jika banyak anak yang belum diimunisasi. Penyakit menular akan mudah menyebar. Selain itu, jika jumlah anak yang diimunisasi sedikit, penyakit menular masih bisa menyebar lewat anak-anak yang tidak diimunisasi.
”Penyakit berbahaya, fatal, dan mematikan pada bayi dan anak dapat dicegah dengan imunisasi. Selain itu imunisasi dapat mengurangi infeksi berat yang menimbulkan kecacatan dan kematian,” tutur Raihan.
Adapun penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, di antaranya tuberkulosis, campak, polio, hepatitis B, difteri, pertusis, tetanus, pneumonia, dan kanker serviks. Penyakit-penyakit tersebut dapat menyebabkan kecacatan hingga kematian pada anak. Polio, misalnya, bisa menyebabkan kelumpuhan dan cacat seumur hidup. Imunisasi pada anak perlu diberikan secara lengkap, mulai dari anak baru lahir hingga anak usia sekolah.
Imunisasi kejar
Ketua Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Hartono Gunardi mengatakan, pandemi Covid-19 telah menyebabkan gangguan pada pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan imunisasi pada anak. Pada masa awal pandemi, banyak anak yang akhirnya terlambat divaksin. Bahkan, pada 2020-2022, jumlah anak yang sama sekali tidak mendapatkan vaksin meningkat.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Anak-anak berfoto setelah menjalani vaksinasi Covid-19 di SD Tiara School, Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Kamis (23/12/2021). Pada tahap awal, vaksinasi Covid-19 pada anak dilaksanakan di 106 kabupaten/kota yang vaksinasi dosis pertamanya mencapai 70 persen dan vaksinasi warga lanjut usia 60 persen.
Pada tahun 2019, jumlah zero dose atau anak yang tidak mendapatkan satu dosis pun vaksin sebanyak 83.336 anak. Sementara pada 2020 meningkat menjadi 434.313 anak dan pada 2021 sebanyak 614.446 anak. ”Perlu dilakukan imunisasi kejar untuk melengkapi status imunisasi anak. Imunisasi yang tertinggal perlu segera dilengkapi tanpa harus diulang dari awal. Suntikan ganda juga bisa dilakukan untuk segera melengkapi status imunisasi anak,” tuturnya.
Hartono menyampaikan, orangtua tidak perlu khawatir jika anaknya mendapatkan imunisasi ganda. Suntikan ganda justru memiliki berbagai keunggulan, seperti dapat memberikan perlindungan tepat waktu, mengurangi jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan, mengurangi trauma dan rasa sakit pada anak, serta meningkatkan efisiensi dan cakupan imunisasi.
Dalam pelaksanaan imunisasi kejar, lanjut Hartono, interval pemberian antarvaksin perlu diperhatikan setidaknya setelah empat minggu dari pemberian sebelumnya. Imunisasi pun hanya bisa diberikan pada anak sehat atau tidak ada kontradiksi seperti demam, diare, dan sesak napas.