Imunisasi Ganda Tingkatkan Proteksi pada Anak
Cakupan imunisasi yang menurun selama pandemi harus ditingkatkan untuk mencegah kejadian luar biasa ataupun wabah penyakit berbahaya. Imunisasi kejar dengan pemberian suntikan ganda pun dapat dilakukan.
Tangis Niskala Bintang (4 bulan) langsung terdengar di seluruh ruangan Posyandu Cempaka RW 14, Karang Tengah, Tangerang, Banten, Jumat (14/4/2023) siang, setelah kader posyandu menyuntikan vaksin pentabio (DPT-HB-Hib) 3 di paha kirinya. Tangisannya semakin menjadi ketika suntikan kedua berisi vaksin PCV 2 diberikan di paha kanannya.
Seketika, Oscar (2 tahun) dan Shabila (3 tahun) yang sedang bermain boneka kayu langsung terdiam. Sambil menunjuk Niskala, Oscar bertanya pada ibunya, “Ma, itu kenapa adiknya menangis?” “Lagi diimunisasi,” jawab ibunya.
Hari itu, Niskala dijadwalkan mendapatkan imunisasi DPT-HB-Hib 3, PCV 2, dan imunisasi oral polio 4. Imunisasi pentabio DPT-HB-Hib merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, tetanus, dan hepatitis B. Sementara imunisasi PCV atau pneumococcal conjugate vaccine untuk mencegah penyakit pneumonia dan meningitis. Imunisasi polio diberikan untuk mencegah infeksi akibat virus polio.
Nurul Misfalah (27) ibu dari Niskala menuturkan, pemberian imunisasi untuk anaknya sesuai dengan jadwal dan saran petugas kesehatan di posyandu. Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) atau yang ia sebut buku pink selalu menjadi pedoman untuk mengetahui jadwal imunisasi Niskala.
“Awalnya saya khawatir dan kasihan kalau anak saya harus langsung disuntik dua kali dalam satu waktu. Namun, setelah konsultasi ke kader di posyandu juga dokter anak, ternyata tidak ada masalah. Jadi, saya juga tidak khawatir lagi. Lebih efisien juga jadinya,” tutur dia.
Sebelumnya, Niskala sudah pernah mendapatkan imunisasi ganda atau multiple antigen. Setelah mendapatkan imunisasi tersebut, Nurul mengatakan tidak ada efek samping yang berarti. “Seperti biasa, paling setelah diimunisasi agak demam. Tetapi tidak lama langsung turun setelah minum obat penurun panas,” katanya.
Hal itu berbeda dengan Bernadeta Aponarry (29). Ia belum pernah membawa anaknya, Sheldon (2 bulan), untuk mendapatkan imunisasi ganda. “Pernah ditawarin (imunisasi ganda) sama dokter yang biasa berikan imunisasi, cuma karena saya tidak tega jadi saya minta lain waktu saja,” ucapnya.
Baca juga: Imunisasi Ganda Aman Diberikan pada Anak
Ia lebih memilih untuk membawa anaknya beberapa kali kunjungan ke fasilitas kesehatan daripada melihat anaknya disuntik dua kali dalam satu waktu. “Anak saya kalau disuntik nangis banget, jadi tidak tega saya,” kata Bernadeta.
Meski begitu, menurut dia, imunisasi tetap harus diberikan sesuai jadwal usianya untuk mencegah berbagai penyakit pada anaknya. Apalagi anaknya lahir dengan berat badan lahir rendah sehingga lebih rentan tertular penyakit.
Imunisasi ganda
Secara terpisah, Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) Hindra Irawan Satari, mengatakan, orangtua sebaiknya tidak perlu ragu untuk memberikan imunisasi ganda pada anaknya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun telah menyatakan bahwa imunisasi dengan suntikan ganda atau multiple injections aman dan telah disetujui untuk diberikan pada anak.
Ia menuturkan, imunisasi dengan suntikan ganda bermanfaat untuk melindungi anak dari berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, mengurangi jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan, serta meningkatkan efisiensi program imunisasi. Dengan memberikan imunisasi suntikan ganda, imunisasi bisa diberikan secepat mungkin sehingga anak bisa segera mendapatkan perlindungan pada saat rentan.
Imunisasi dengan suntikan ganda bermanfaat untuk melindungi anak dari berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, mengurangi jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan, serta meningkatkan efisiensi program imunisasi.
Selain itu, pemberian imunisasi secara bersamaan membuat orangtua dan anak tidak perlu datang beberapa kali ke fasilitas kesehatan. Waktu menjadi lebih efisien, begitu pula bagi tenaga kesehatan yang bisa melakukan berbagai program kesehatan lainnya.
Baca juga: Cakupan Imunisasi Rendah Bisa Jadi Wabah Ganda
“Berbagai penelitian menunjukkan, imunisasi suntikan ganda aman diberikan pada anak. Pemberian suntikan ganda ini sudah lama dilakukan, baik di negara dengan pendapatan tinggi maupun rendah. Pemberian lebih dari dua vaksin hidup bersamaan tidak menyebabkan infeksi berat,” tutur Hindra.
Ia menambahkan, pemberian imunisasi dengan suntikan ganda juga tidak terbukti menyebabkan kejadian diabetes tipe 1 pada anak. Dengan mendapatkan imunisasi ganda, reaksi alergi juga tidak terbukti meningkat pada anak, terutama asma. Tidak ada pula bukti bahwa imunisasi ganda menyebabkan penyakit autoimun.
Hindra mengungkapkan, edukasi dan sosialisasi perlu terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, khususnya orangtua mengenai keamanan pada pemberian imunisasi dengan suntikan ganda. Pemberian imunisasi ganda dinilai tidak lebih sakit dibandingkan dengan pemberian imunisasi secara terpisah.
Menurut dia, rasa nyeri atau tidak nyaman pada anak setelah mendapatkan suntikan ganda hanya akan dirasakan dalam waktu singkat. Kadangkala bayi atau anak tidak memerhatikan suntikan yang diberikan kedua. “Dibandingkan jika harus datang lagi dalam jeda hari yang singkat, anak mungkin masih teringat rasa sakit pada suntikan yang lalu,” ucap dia.
Meski begitu, ia mengatakan, jika anak mengalami kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) diharapkan untuk segera melapor pada petugas kesehatan. KIPI bisa dialami, baik pada anak yang mendapatkan imunisasi dengan suntikan tunggal maupun suntikan ganda. Umumnya, KIPI yang dilaporkan seperti demam, nyeri pada tempat yang disuntik, dan badan lemah atau lesu. Namun, meskipun jarang, pada beberapa kasus ditemukan pula reaksi anafilaksis atau syok akibat alergi berat. Penanganan perlu segera diberikan.
Hindra mengatakan, kipi yang terjadi setelah imunisasi merupakan kondisi umum. Kondisi tersebut merupakan bentuk reaksi alamiah dari tubuh.
Ketua Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Hartono Gunardi mengatakan, imunisasi dengan suntikan ganda sebenarnya tidak bisa dihindari. Pasalnya, merujuk pada jadwal pemberian imunisasi dasar, anak usia 2, 3, dan 4 bulan perlu diberi dua jenis imunisasi suntik, yakni imunisasi pentabio DPT-HB-Hib dan PCV. Sementara pada imunisasi lanjutan, anak juga akan mendapatkan imunisasi penguat dengan imunisasi pentabio dan MR (campak-rubela).
Pemberian suntikan ganda bisa dilakukan di tempat yang berbeda, misalnya pada paha kanan dan paha kiri. Namun, suntikan ganda juga bisa dilakukan di tempat sama dengan jarak sekitar 2,5 sentimeter. Pada anak yang sudah bisa berjalan, lokasi suntikan sebaiknya dilakukan di bagian lengan.
“Imunisasi ganda aman dan efisien dalam melengkapi imunisasi anak. Keamanan dan efikasi dari suntikan ganda serupa dengan suntikan terpisah. Untuk itu, tenaga kesehatan perlu yakin dalam merekomendasikan imunisasi ganda,” kata Hartono.
Baca juga: Mengejar Target Cakupan Imunisasi di Tengah Pandemi
Kejadian luar biasa
Direktur Pengelolaan Imunisasi Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Prima Yosephine menyampaikan, pemberian imunisasi dengan suntikan ganda serta imunisasi kejar menjadi upaya untuk mendorong cakupan imunisasi dasar lengkap pada anak. Sejak pandemi Covid-19, cakupan imunisasi menurun signifikan. Padahal, cakupan imunisasi yang rendah mengakibatkan kekebalan komunitas tidak terbentuk. Akibatnya, kejadian luar biasa, bahkan wabah sangat berpotensi terjadi.
Kementerian Kesehatan mencatat, cakupan imunisasi dasar lengkap secara nasional menurun dari 93,7 persen pada 2019 menjadi 84,2 persen pada 2020 dan tidak meningkat pada 2021. Berdasarkan penilaian risiko WHO, sebagian besar provinsi dinilai berisiko tinggi terhadap polio dan campak.
Kejadian luar biasa (KLB) terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi juga sudah dilaporkan di sejumlah wilayah, seperti KLB polio di Aceh dan Jawa Barat. Pada 2022 juga dilaporkan sebanyak 28 KLB campak di 15 kabupaten/ kota di lima provinsi, 10 KLB rubela di 10 kabupaten/ kota di delapan provinsi, dan 1 KLB ganda campak-rubela di Kota Batu, Jawa Timur.
“Anak yang tidak diimunisasi lengkap tidak memiliki kekebalan sempurna terhadap penyakit-penyakit berbahaya sehingga mudah tertular juga menularkan pada orang lain. Itu sebabnya, lengkapi segera imunisasi dasar anak dengan dilanjutkan dengan pemberian dosis lanjutan pada baduta (anak bawah dua tahun) dan anak usia sekolah dasar,” kata Prima.