Tidur Tidak Teratur Lebih Berisiko Mengalami Demensia
Pola tidur tidak teratur meningkatkan risiko demensia hingga 53 persen.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gangguan tidur sering dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan. Penelitian terbaru oleh American Academy of Neurology menunjukkan orang yang memiliki pola tidur tidak teratur lebih berisiko mengalami demensia.
Keteraturan tidur berkaitan seberapa konsisten waktu tidur dan bangun pada waktu yang sama setiap hari. Penelitian ini sekaligus mengingatkan pentingnya mengatur waktu tidur dan gaya hidup sehat untuk mengurangi risiko demensia.
Penulis studi tersebut yang juga peneliti dari Monash University di Melbourne, Australia, Matthew Paul Pase, mengatakan, rekomendasi kesehatan tidur sering kali berfokus untuk memenuhi durasi tidur yang disarankan, yaitu tujuh sampai sembilan jam setiap malam. Namun, hal itu kurang menekankan untuk menjaga jadwal tidur teratur.
”Temuan kami menunjukkan keteraturan tidur merupakan faktor penting ketika mempertimbangkan risiko seseorang terkena demensia,” ujarnya dilansir dari Sciencedaily.com, Senin (18/12/2023).
Penelitian ini melibatkan 88.094 orang berusia rata-rata 62 tahun di Inggris. Mereka mengikuti penelitian selama tujuh hari untuk dipantau keteraturan tidurnya.
Para peserta memakai perangkat pergelangan tangan selama sepekan untuk mengukur siklus tidur mereka. Peneliti kemudian menghitung keteraturan tidur setiap peserta.
Setelah itu, mereka menentukan berada dalam kondisi tidur yang sama atau tertidur lalu terjaga. Seseorang yang tidur dan bangun pada waktu yang sama setiap hari akan memiliki indeks keteraturan tidur 100. Sementara mereka yang tidur dan bangun pada waktu yang berbeda setiap hari akan mendapat skor nol.
Para peneliti kemudian melihat data medis untuk mengidentifikasi peserta mana yang menderita demensia. Hasilnya, ditemukan 480 orang menderita penyakit tersebut.
Rekomendasi kesehatan tidur sering kali berfokus untuk memenuhi durasi tidur yang disarankan, yaitu tujuh sampai sembilan jam setiap malam. Namun, hal itu kurang menekankan untuk menjaga jadwal tidur teratur.
Peneliti menemukan hubungan antara skor keteraturan tidur dan risiko demensia. Risiko demensia paling tinggi pada mereka yang tidurnya paling tidak teratur.
Setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, dan risiko genetik penyakit alzheimer, para peneliti menemukan orang yang tidurnya paling tidak teratur memiliki kemungkinan 53 persen lebih besar terkena demensia dibandingkan orang-orang di kelompok menengah. Mereka disarankan untuk meningkatkan keteraturan tidurnya.
”Pendidikan kesehatan tidur yang efektif dikombinasikan dengan terapi perilaku dapat memperbaiki pola tidur yang tidak teratur,” kata Pase.
Pase menambahkan, penelitian di masa mendatang diperlukan untuk mengonfirmasi temuan mereka. Pihaknya tidak dapat mengesampingkan faktor lain yang belum diketahui yang mungkin berperan dalam hubungan antara keteraturan tidur dan demensia.
Sementara itu, penelitian lain yang diterbitkan di jurnal Frontiers in Psychiatry, Desember 2023, menyebutkan, bekerja sif malam mendukung perkembangan gangguan tidur. Peneliti di Institut Kesehatan Mental GGZ Drenthe, Belanda, menyatakan, dibandingkan dengan bekerja sif reguler di siang hari, kerja sif malam dikaitkan dengan kejadian gangguan tidur yang lebih tinggi.
”Ada banyak bukti bahwa kerja sif malam menurunkan kualitas tidur. Namun, sedikit yang diketahui mengenai pengaruh berbagai jenis pergeseran terhadap prevalensi berbagai gangguan tidur. Bagaimana hal ini dapat bervariasi tergantung pada karakteristik demografi,” ujarnya.
Penelitian ini melibatkan 37.000 peserta dengan beragam pola kerja, mulai dari reguler pagi sampai siang, sore, malam, hingga berpindah antarsif. Mereka juga mengisi kuesioner untuk berbagai kategori gangguan tidur, di antaranya insomnia, hipersomnia, parasomnia, dan gangguan pernapasan saat tidur.
Hasilnya, bekerja sif malam secara teratur menjadi kondisi yang paling melemahkan dalam hal tidur. Setengah dari pekerja sif malam melaporkan tidur kurang dari enam jam. Sebanyak 51 persen melaporkan mengalami satu gangguan tidur dan 26 persen melaporkan dua atau lebih gangguan tidur.