Keseringan Menyundul Bola, Pemain Alami Penurunan Fungsi Otak
Peneliti mengungkap, aktivitas menyundul bola yang berulang pada sepak bola dalam jangka lama menyebabkan penurunan fungsi otak secara terukur.
Hasil penelitian terbaru yang disampaikan pekan ini dalam pertemuan tahunan Masyarakat Radiologi di Amerika Utara atau RSNA mengaitkan menyundul bola dalam permainan sepak bola dengan penurunan struktur mikro otak dan fungsi otak. Riset yang dilakukan selama dua tahun ini diklaim sebagai hasil yang terukur.
Seperti diketahui, penelitian dampak menyundul bola pada kesehatan otak telah dilakukan sejak lama. ”Ada kekhawatiran besar di seluruh dunia terhadap cedera otak secara umum dan potensi aktivitas menyundul bola menyebabkan efek buruk pada otak dalam jangka panjang pada khususnya,” kata penulis senior Michael L Lipton, profesor radiologi di Sekolah Tinggi Dokter dan Ahli Bedah Vagelos serta profesor afiliasi teknik biomedis di Universitas Columbia, dalam situs internet RSNA, Selasa (28/11/2023).
Baca juga : Berteman dengan Cedera demi Sekeping Emas
Mayoritas kekhawatiran ini berkaitan dengan potensi perubahan di masa dewasa muda yang dapat menimbulkan risiko degenerasi saraf dan demensia di kemudian hari. Meskipun penelitian sebelumnya telah meneliti efek buruk pada otak terkait dengan sundulan sepak bola pada satu waktu, penelitian baru ini mengamati perubahan otak selama dua tahun.
Penelitian ini melibatkan 148 pemain sepak bola amatir dewasa muda (usia rata-rata 27 tahun dan 26 persen perempuan). Tim peneliti membuat kuesioner khusus bagi para pemain untuk menentukan seberapa sering mereka ”memukul” bola dengan kepala.
”Ketika kami pertama kali memulainya, tidak ada metode untuk menilai jumlah dampak pada kepala yang dialami seorang pemain,” kata Lipton.
Ia dan tim peneliti lalu mengembangkan kuesioner epidemiologi terstruktur yang telah divalidasi dalam berbagai penelitian. Kuesioner terdiri atas serangkaian pertanyaan tentang seberapa sering seseorang bermain, berlatih, dan menyundul bola serta dalam situasi seperti apa. Paparan sundulan selama dua tahun itu kemudian dikategorikan rendah, sedang, atau tinggi.
Para pemain kemudian dinilai terkait pembelajaran verbal dan memori serta menjalani diffusion tensor imaging (DTI), sebuah teknik MRI. Hal ini dilakukan pada awal mengikuti riset dan dua tahun kemudian. DTI mencirikan struktur mikro otak dengan melacak pergerakan mikroskopis molekul air melalui jaringan.
Baca juga : Benturan Kepala yang Diremehkan
Dibandingkan dengan hasil tes dasar, kelompok dengan sundulan terbanyak (lebih dari 1.500 sundulan dalam dua tahun) menunjukkan peningkatan difusivitas di wilayah materi putih frontal dan penurunan indeks dispersi orientasi di wilayah otak tertentu setelahnya.
Analisis tersebut disesuaikan dengan berbagai variabel, termasuk usia, jenis kelamin, pendidikan, dan riwayat gegar otak. ”Analisis kami menemukan bahwa tingkat sundulan yang tinggi selama periode dua tahun dikaitkan dengan perubahan struktur mikro otak serupa dengan temuan yang terlihat pada cedera otak traumatis ringan,” kata Lipton.
Pembelajaran verbal
Ia dan rekannya juga mempresentasikan penelitian lain hari ini ketika mereka menggunakan DTI untuk menyelidiki hubungan antara dampak sundulan kepala dalam sepak bola dan kinerja pembelajaran verbal.
Tingkat sundulan yang tinggi juga dikaitkan dengan penurunan kinerja pembelajaran verbal. Ini adalah studi pertama yang menunjukkan perubahan struktur otak dalam jangka panjang berhubungan dengan dampak subgegar otak dalam sepak bola.
Untuk studi kedua tersebut, peneliti melakukan analisis selama 12 bulan sebelum DTI dan menguji kinerja pembelajaran verbal 353 pemain sepak bola amatir (usia 18-53 tahun dan 27 persen perempuan). Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang berfokus pada wilayah materi putih dalam, penelitian ini menggunakan teknik baru. Mereka menggunakan parameter DTI untuk mengevaluasi integritas antarmuka antara materi abu-abu dan materi putih otak yang lebih dekat dengan tengkorak.
”Penerapan teknik ini berpotensi mengungkapkan tingkat cedera akibat sundulan yang berulang, tetapi juga dari gegar otak dan cedera otak traumatis hingga tingkat yang tidak mungkin dilakukan sebelumnya,” ujarnya.
Para peneliti menemukan bahwa antarmuka materi abu-abu dan materi putih yang biasanya tajam menjadi tumpul sebanding dengan paparan benturan kepala yang berulang. Peneliti menggunakan DTI untuk menilai ketajaman transisi dari materi abu-abu ke materi putih tersebut.
”Dalam berbagai kelainan otak, perbedaan tajam antara kedua jaringan otak ini menjadi transisi yang lebih bertahap atau tidak jelas,” ungkapnya.
Kekhawatiran atas dampak jangka panjangnya membuat orangtua, pengasuh, dan pelatih sangat khawatir.
Dia menambahkan, integritas antarmuka materi abu-abu dan materi putih mungkin memainkan peran kausal dalam hubungan buruk antara dampak sundulan kepala berulang dan kinerja kognitif. ”Temuan ini menambah perbincangan yang sedang berlangsung dan perdebatan yang kontroversial mengenai apakah sundulan sepak bola itu tidak berbahaya atau menimbulkan risiko yang signifikan,” katanya.
Tidak berpengaruh
Sementara itu, dalam studi sebelumnya terkait dampak menyundul bola pada kesehatan otak, tim peneliti di Minds Matter Concussion Program di Children’s Hospital of Philadelphia (CHOP) menyatakan, sejumlah kecil sundulan sepak bola berulang yang setara dengan lemparan ke dalam tidak menyebabkan defisit neurofisiologis langsung pada remaja. Artinya, sundulan sepak bola yang terbatas dalam olahraga remaja mungkin tidak mengakibatkan bahaya permanen jika pemainnya dilatih dengan benar.
Temuan ini dipublikasikan di Journal of Biomechanical Engineeringpada September 2023. Studi ini menguji konsekuensi dari benturan kepala yang berulang segera setelah paparan dengan enam tes berbeda untuk memeriksa variasi potensi implikasi klinis yang lebih luas.
Pada tahun 2015, Federasi Sepak Bola AS menerapkan batasan sundulan sepak bola untuk remaja selama latihan. Waktu latihan sundulan tidak lebih dari 30 menit dan tidak lebih dari 15 hingga 20 sundulan per minggu. Liga Utama Inggris juga mengeluarkan pedoman yang membatasi jumlah sundulan berkekuatan tinggi menjadi 10 sundulan dalam satu latihan per minggu.
Baca juga : FIFA Tekan Risiko Cedera Pemain
Studi berbasis laboratorium ini menyimulasikan batasan ini dengan melakukan 10 sundulan sepak bola berulang kali dalam satu sesi oleh pemain remaja berpengalaman. Hasilnya, para peneliti menyimpulkan bahwa praktik ini tidak mengakibatkan masalah neurofisiologis akut, sebagaimana dinilai melalui pemeriksaan komprehensif.
Namun, perlu ditekankan, studi ini tidak menilai keamanan menyundul bola secara reguler selama satu musim. ”Sepak bola adalah olahraga yang menggunakan kepala Anda untuk memukul bola dengan sengaja merupakan bagian integral dari permainan, dan kekhawatiran atas dampak jangka panjangnya membuat orangtua, pengasuh, dan pelatih sangat khawatir,” kata penulis pertama studi Colin Huber, peneliti pascadoktoral di Emory University, yang melakukan penelitian ini saat bekerja di Pusat Penelitian dan Pencegahan Cedera (CIRP) di CHOP, 23 Mei 2023.
Dalam penelitiannya, mereka menyimulasikan efek-efek ini dalam pengaturan laboratorium yang terkontrol dan membangun berdasarkan penelitian sebelumnya untuk menilai secara kuantitatif efek neurofisiologis dari sundulan sepak bola yang berulang. Sebanyak 19 peserta (17 laki-laki dan 2 perempuan) berusia 13-18 tahun ditugaskan ke kelompok sundulan frontal (mengarahkan bola kembali ke tempat asalnya), kelompok sundulan miring (mengarahkan bola ke kanan), dan kelompok kontrol penendang.
Para peserta ini menyelesaikan penilaian neurofisiologis segera sebelum, segera setelah, dan sekitar 24 jam setelah menyelesaikan 10 sundulan atau tendangan. Penilaian ini mencakup pelacakan gerakan mata ganda, respons pupil, dan tes keseimbangan.
Baca juga : Gegar Otak pada Anak Tidak Pengaruhi Kecerdasan
Studi ini pada akhirnya tidak menemukan masalah neurofisiologis pada kedua kelompok jika dibandingkan dengan kelompok kontrol menendang, bahkan ketika mempertimbangkan enam penilaian berbeda.
Namun, sundulan miring menghasilkan tingkat gerakan kepala bersudut yang lebih tinggi. Gerakan sudut dikaitkan dengan gegar otak dan cedera otak lainnya. Karena itu, pemain harus dilatih dengan baik untuk menyundul bola secara frontal guna mengurangi risiko cedera.