Cedera seperti sudah menjadi keniscayaan bagi para pewushu. Tinggal bagaimana mereka menyiasati itu untuk bisa tetap berprestasi di kondisi apa pun.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
KOMPAS/KELVIN HIANUSA
Atlet wushu andalan Indonesia Edgar Xavier Marvelo saat tampil dalam nomor changquan (tangan kosong) di Cau Giay Gymnasium, Hanoi, Vietnam, pada Jumat (13/5/2022). Akibat kesalahan saat mendarat, Edgar belum berhasil menyumbang medali pada hari pertama wushu di SEA Games Vietnam 2021.
Sebulan sebelum Asian Games Hangzhou 2022, kabar mengejutkan datang dari pewushu andalan Indonesia Edgar Xavier Marvelo (25). Dia sempat dipulangkan ke Jakarta dari pemusatan latihan tim wushu Indonesia di Tianjin, China, untuk menjalani operasi akibat saraf kejepit di bagian pinggang.
Padahal, kondisi Edgar baik-baik saja sebelumnya. Dia sempat meraih dua perak di Universiade Chengdu 2021, pada akhir Juli 2023. Dia baru merasa tidak nyaman di bagian pinggang setelah berlatih di Tianjin. Persiapannya pun harus terhenti sebentar untuk pemulihan cedera.
“Mungkin cedera sudah dirasakan lama, tetapi puncaknya baru terasa. Setelah diperiksa total baru kelihatan ternyata ada masalah. Soalnya di wushu kan memang rentan (cedera). Kemarin saya sudah mengantar Edgar kembali (ke China). Dia sudah berlatih lagi, walaupun belum maksimal,” kata Manajer Tim Wushu Indonesia, Ngatino.
Wushu, khusunya nomor taolu (koreografi jurus), memang tampak tidak berbahaya. Beda dengan olahraga adu fisik lain, seperti sepak bola atau bola basket. Para pewushu hanya memeragakan berbagai gerakan jurus di matras yang cukup empuk. Sekilas, seni bela diri itu tidak akan membuat sang atlet cedera.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Atlet wushu putri Indonesia Nandhira Mauriskha ketika bertanding dalam nomor Jianshu putri cabang Wushu dalam SEA Games Vietnam 2021 di Cau Giay Gymnasium, Hanoi, Vietnam, Jumat (13/5/2022). Nandhira Mauriskha meraih medali perak dalam nomor ini. Medali emas nomor ini diraih atlet Wushu Vietnam Thuy Vi Duong.
Namun, pewushu sebenarnya sangat rentan cedera. Mereka sering kali harus memeragakan gerakan eksplosif yang mengandalkan tumpuan pondasi tubuh, seperti engkel, lutut, hingga pinggang. Misalnya, mereka melompat setinggi mungkin dan mendarat dengan satu kaki atau langsung dalam posisi split.
Gerakan eksplosif itu seolah menggerogoti tubuh mereka. Belum lagi, jika salah gerakan. Mereka hanya perlu kesalahan sedikit untuk salah mendarat yang bisa berujung ke meja operasi. Potensi cedera lutut menjadi yang paling ditakuti para pewushu. Nyaris semua kuda-kuda dalam jurus bertumpu pada lutut.
“Aku juga sempat kena pinggang (di China). Nggak tahu karena tertarik atau kebentur. Mungkin karena aku ada gerakan yang langsung turun ke posisi split. Di sini agak keras matrasnya. Mungkin juga badan kurang panas atau tertarik saat jurus cepat. Faktornya terlalu banyak kalau wushu,” ujar pewushu Indonesia Nandhira Mauriska (24).
Soal cedera, Nandhira sudah banyak pengalaman. Dari mengalami trauma akibat cedera hingga mulai berdamai dengan kondisi itu. Peraih dua emas Universiade Chengdu itu pernah menjalani operasi akibat cedera ligamen dan meniskus di lutut kiri pada 2016. Dampak bekas cedera, dia harus berhati-hati setiap latihan dan lomba.
Kalau kaki nggak dikuatkan, buat lompat terus ya habis lama-lama. Kami harus pintar-pintar melihat tubuh sendiri.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Aksi atlet wushu putri Indonesia Nandhira Mauriskha ketika bertanding dalam nomor Jianshu putri cabang Wushu dalam SEA Games Vietnam 2021 di Cau Giay Gymnasium, Hanoi, Vietnam, Jumat (13/5/2022). Nandhira Mauriskha meraih medali perak dalam nomor ini. Medali emas nomor ini diraih atlet Wushu Vietnam Thuy Vi Duong.
Nandhira banyak belajar dari kakak iparnya, Lindswell Kwok, yang merupakan mantan “ratu” wushu Indonesia. Lindswell berpesan, lebih baik meminta izin dari latihan jika mulai merasakan sakit di area yang pernah cedera atau sedang kurang bugar. Jika dipaksa, sangat mungkin cedera lama kembali menghantui.
“Setelah operasi, turun tangga saja sering masih terasa sakit. Kalau tidak ada penguatan (rutin), akan lebih sakit. Karena itu, kalau sudah capek lututnya, aku selalu minta izin ke pelatih. Nggak ikut lompatan, latihan sendiri penguatan di pinggir. Lindswell juga bilang rajin-rajin dikompres dan jangan lupa peregangan,” jelas Nandhira.
Pewushu, menurut Nandhira, harus cerdik membaca kondisinya sendiri. Seperti di Tianjin, tim tidak punya pelatih fisik. Alhasil, dia dan rekan-rekan lain harus mengatur kondisi tubuh masing-masing. “Kalau kaki nggak dikuatkan, buat lompat terus ya habis lama-lama. Kami harus pintar-pintar melihat tubuh sendiri,” tambahnya.
Atlet wushu putri Indonesia Lindswell Kwok beraksi pada nomor Taijijian All Round cabang Wushu pada Asian Games 2018 di Jakarta International Expo (JIEXPO), Jakarta, Senin (20/8/2018). Lindswell berhasil meraih emas dalam nomor ini.
Berteman bukan berarti menerima cedera begitu saja. Akan tetapi, bisa memaksimalkan performa di tengah keterbatasan tubuh dan tidak memperburuk kondisi. Lindswell adalah salah satu pewushu yang sukses berprestasi di tengah bayang-bayang bekas cedera kedua lutut kaki.
Lindswell menutup karier dengan raihan emas di Asian Games Jakarta - Palembang 2018 dengan segala keterbatasan latihan dan kesakitan selama bertahun-tahun sebelumnya. Kisah itu yang bisa menjadi sumber inspirasi Nandhira dan rekan-rekan di Hangzhou nanti. Bayang-bayang cedera tidak menggetarkan nyali para pendekar "Merah Putih" itu!