Asa tim wushu Indonesia mempertahankan tradisi emas dihadapkan dengan dominasi dan keuntungan China sebagai tuan rumah. Mereka pun mengandalkan jurus “menutup mata”.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Atlet wushu taolu Indonesia, Edgar Xavier Marvello menunjukkan salah satu gerakannya dalam nomor tangan kosong atau changquan di Chroy Changvar Convention Center, Jumat (12/5/2023). Edgar mendapatkan emas usai mendapatkan poin lebih besar dari rival-rivalnya.
Beradu lari lawan cheetah, renang lawan ikan, atau terbang lawan burung. Seperti itulah perumpamaan bagi para pewushu Indonesia di Asian Games Hangzhou 2022. Mereka akan menantang atlet-atlet tuan rumah China di tempat seni bela diri yang lebih dikenal dengan kungfu itu dilahirkan dan dibesarkan.
Tidak berlebihan jika mengatakan, asa tim wushu mempertahankan tradisi emas berada di “mulut naga”. China selalu menjadi kiblat wushu dunia, seperti Indonesia dengan pencak silat. Mereka sudah langganan juara umum di berbagai kompetisi dunia, termasuk Asian Games yang digelar empat tahun sekali.
Di Asian Games Jakarta - Palembang 2018 saja, China keluar sebagai juara umum dengan 10 emas dan 2 perak. Tuan rumah Indonesia harus puas dengan 1 emas, 1 perak, dan 3 perunggu. Satu-satunya emas diraih oleh mantan “ratu” wushu nasional Lindswell Kwok di nomor yang tidak terdapat wakil China.
Sudah dominan dari sisi teknis, China berlaku sebagai tuan rumah pula. Seperti diketahui, tradisi emas Indonesia selalu datang dari nomor taolu (koreografi jurus). Raihan prestasi pewushu di taolu ditentukan oleh penilaian juri. Artinya, subjektivitas sangat berpengaruh terhadap hasil akhir.
Sudah keniscayaan, di nomor pertandingan dengan penilaian juri, tuan rumah lebih diuntungkan. Dukungan penonton menjadi salah satu faktor dari banyak penentu nilai. “Pasti ada (subyektivitas). Apalagi China dengan olahraganya sendiri. Tergantung juri karena ini bukan pertarungan,” kata pewushu Indonesia Nandhira Mauriska (24).
Edgar Xavier Marvelo (25), pewushu andalan “Merah Putih”, sudah merasakan pengalaman kurang enak itu di Universiade Chengdu 2021, akhir Juli 2023. Dia harus puas dengan raihan perak walaupun tampil tanpa celah. Kalah dari atlet tuan rumah Jin Zhedian yang sempat membuat kesalahan minor dalam gerakan.
Sulit bisa mengalahkan atlet tuan rumah jika mereka hanya melakukan kesalahan kecil, seperti pendaratan kurang mulus. Perlu kesalahan mutlak, seperti terjatuh, baru bisa menjamin potongan poin. Karena itu, tidak banyak yang bisa dilakukan pewushu Indonesia, selain mengeluarkan jurus “menutup mata”.
Nandhira mengatakan, hanya akan fokus ke penampilan sendiri. “Pokoknya tampil yang terbaik saja. Apa yang sudah dilatih selama ini. Aku hanya ingin menunjukkan itu. Tidak mau mikir aneh-aneh, atlet China atau yang lain. Kalau terlalu banyak pikiran malah takutnya jadi beban,” ucapnya yang akan menjalani debut di Asian Games.
Pokoknya tampil yang terbaik saja. Tidak mau mikir aneh-aneh, atlet China atau yang lain.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Salah satu atlet taolu Indonesia, Nandhira Mauriskha menunjukkan gerakannya dalam pertandingan wushu taolu di Chroy Changvar Hall A Phnom Penh, Kamboja, Kamis (11/5/2023). Nandhira gagal bawa medali dalam pertandingan tersebut.
Nandhira baru meraih dua emas Universiade tiga bulan lalu dari nomor changquan (tangan kosong) dan jianshu (pedang bermata dua). Di Asian Games, dia akan turun di nomor gabungan jianshu dan qiangshu (tombak). Dia sudah dinanti pewushu veteran China Lai Xiaoxiao (29) yang mengalahkannya di The World Games Birmingham 2022.
Pengurus Besar Wushu Indonesia (PB WI) turut mengirim dua perwakilan masuk anggota dewan juri untuk mengontrol penilaian dan hal non-teknis. Iwan Kwok yang biasa menjadi manajer tim akan bertugas di taolu, sementara Novita selaku pelatih kepala tim akan bertugas di sanda (pertarungan).
Target emas
Terlepas dari tantangan berat, tim wushu tetap ditargetkan untuk meraih minimal satu emas, menjaga tradisi yang sudah dicapai sejak di Incheon 2014. Manajer tim wushu Ngatino berkata, peluang terbesar masih dari nomor-nomor taolu, terutama yang tidak terdapat wakil tuan rumah.
“Strateginya itu dengan mengandalkan kuota (keikutsertaan atlet). Kita mesti jeli. Saat ini belum ada entry by name. Tetapi dari yang dibocorin, beberapa nomor tidak ada China, seperti di nomornya Harris (Horatius). Peluangnya di situ. Kalau sanda sulit karena bersaing juga dengan Iran dan India,” kata Ngatino.
Harris Horatius berlaga di cabang olahraga Wushu di Chroy Changvar Convention Center, Phnom Penh, Kamboja Rabu (10/5/2023). Ia mendapatkan perak di laga tersebut. Ia bakal berusaha mendapatkan emas di nomor lainnya.
Harris akan turun di nomor gabungan gaya aliran selatan, nangquan (tangan kosong) dan nangun (toya). Dia merupakan peraih perak di nomor tersebut dalam The World Games Birmingham. Pewushu 27 tahun itu hanya kalah dari wakil China Liu Zhongxin. Tanpa atlet tuan rumah, peluangnya otomatis membesar.
Edgar, peraih emas nomor changquan dalam Kejuaraan Dunia Shanghai 2019, tidak dibebankan target berlebihan. Selain kemungkinan akan bertemu atlet tuan rumah, dia juga masih dalam pemulihan operasi pinggang. Dia baru kembali bergabung ke pemusatan latihan pada beberapa pekan terakhir.
Tim wushu tidak perlu aklimatisasi lagi di Asian Games. Mereka sudah berlatih di China selama tiga bulan terakhir. Tim taolu di Tianjin dan tim sanda di Zhengzhou. Mereka dikirim lebih cepat agar lebih fokus dan bisa melihat atlet-atlet lokal. Khusus sanda, para atlet bisa menemukan lawan sparing.
Terakhir kali Asian Games berlangsung di China, Hangzhou 2010, tim wushu pulang tanpa medali emas. Dengan persiapan matang di negeri “tirai bambu” dan jurus menutup mata, mereka berharap bisa menghapus kenangan buruk itu sekaligus melanjutkan tradisi emas untuk tiga edisi beruntun.