Dalam pengujian klinis, kondisi gegar otak pada anak tidak terbukti bisa memengaruhi skor kecerdasan.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebuah penelitian terbaru menunjukkan kondisi gegar otak pada anak tidak mengakibatkan penurunan skor kecerdasan atau IQ. Melalui pengujian klinis, kondisi otak yang mengalami trauma akibat benturan tersebut tidak memengaruhi fungsi intelektual otak anak secara signifikan.
Pengujian ini termuat dalam jurnal Pediatrics pada Juli 2023 yang ditulis Keith Yeates, profesor psikologi di Universitas Calgary, Kanada. Yeates adalah ahli tentang gangguan otak masa kanak-kanak.
”Sering kali ada kecemasan berlebih yang bisa saja membuat orangtua melakukan penanganan keliru saat anaknya mengalami gegar otak,” kata Yeates, seperti dilansir dari Eurekalert, Kamis (20/7/2023).
Yeates dan rekan-rekannya meneliti ratusan anak yang dirawat akibat gegar otak di rumah sakit di Amerika Serikat dan Kanada. Penelitian awal dilakukan di AS, yakni pascadiagnosis gegar otak, yakni 3-18 hari. Sementara di Kanada dilakukan setelah tiga bulan anak mengalami gegar otak.
Yeates mengungkapkan, selama ini selalu ada kekhawatiran dari orangtua, saat anak mengalami benturan, anak tersebut akan mengalami penurunan IQ. Kekhawatiran ini juga semakin meningkat ketika sebagian besar dokter yang menangani kesulitan menjelaskan keadaan tersebut.
Rekan Yeates, Profesor Pediatri Cumming School of Medicine, Universitas Calgary, Stephen Freedman, menjelaskan, setelah gegar otak, anak-anak menunjukkan gejala seperti rasa sakit serta perlambatan pemrosesan informasi. Namun, dalam pengujian klinis, justru secara keseluruhan tidak menunjukkan penurunan skor kecerdasan anak.
Sering kali ada kecemasan berlebih yang bisa saja membuat orangtua melakukan penanganan keliru saat anaknya mengalami gegar otak.
Adapun setelah tiga bulan, ketika rasa sakit dan pemrosesan lambat telah sembuh total, para peneliti juga tidak menemukan adanya penurunan IQ.
Freedman menyebut, dalam penelitian tersebut, mereka tidak menemukan perbedaan kondisi IQ anak setelah anak tersebut mengalami gegar otak. ”Tidak adanya perbedaan IQ setelah gegar otak lebih sulit dibuktikan daripada adanya perbedaan,” ujarnya.
Adapun keberagaman lokasi penelitian di Kanada dan AS membuat Yeates dan rekan peneliti lainnya melihat faktor lainnya yang bisa memengaruhi kecerdasan. Faktor-faktor itu, seperti status sosial ekonomi, jenis kelamin pasien, tingkat keparahan cedera, riwayat gegar otak, serta keadaan kehilangan kesadaran pada saat benturan.
”Tidak satu pun dari faktor-faktor ini yang membuat perbedaan. Secara keseluruhan, gegar otak tidak dikaitkan dengan IQ yang lebih rendah,” kata Yeates.
Sementara dengan keterbatasan sampel dan waktu pengujian, Freedman meyakini, hasil temuan dapat digeneralisasi. Konsistensi hasil tiap sampel, katanya, menunjukkan hasil serupa jika diterapkan pada kelompok yang lebih besar lagi.
”Penelitian semoga bisa berguna bagi dokter untuk meyakinkan orangtua atau pengasuh anak, gegar otak tidak menyebabkan perubahan kecerdasan,” ucap Freedman.