Presiden Jokowi: Pemerintah Terus Mendukung Kesejahteraan Guru
Presiden Jokowi menyatakan pemerintah mendukung peningkatan kesejahteraan guru, termasuk guru honorer lewat ASN PPPK. Diharapkan ada 1 juta guru ASN PPPK pada 2024. PGRI berharap guru swasta dan TK juga bisa ikut.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS –Presiden Joko Widodo menyatakan, pemerintah terus bekerja keras mendukung para guru. Dukungan dimaksud termasuk dalam hal peningkatan kesejahteraan guru. Presiden menyampaikan hal itu pada peringatan Hari Ulang Tahun Ke-78 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Hari Guru Nasional 2023 di Britama Arena, Jakarta, Sabtu (25/11/2023),
”Permasalahan guru honorer, misalnya, terkait dengan kepastian karier dan kesejahteraannya, saat ini sudah tahap demi tahap teratasi berkat program seleksi guru ASN (aparatur sipil negara) PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja),” ucap Presiden.
Merujuk pada laporan yang diterima dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, terdapat 544.000 guru honorer yang telah lolos seleksi ASN PPPK tahun 2021 dan 2022.
”Dan, harapan kita nanti dalam tiga tahun akan ada kurang lebih 840.000 guru yang direkrut sebagai ASN PPPK. Dan, pada 2024 akan mencapai 1 juta guru ASN PPPK,” kata Presiden.
Permasalahan guru honorer, misalnya, terkait dengan kepastian karier dan kesejahteraannya, saat ini sudah tahap demi tahap teratasi berkat program seleksi guru ASN P3K.
Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi dalam laporannya menyampaikan terima kasih atas perhatian yang diberikan Presiden kepada para guru di Indonesia. ”(Hal) yang paling istimewa, yang terbaru, adalah keputusan revisi Undang-Undang ASN yang dinanti para guru, pendidik, dan tenaga kependidikan, terutama honorer di seluruh Tanah Air,” kata Unifah.
Dia pun bersyukur karena langkah pemerintah ini juga mendapat dukungan semua fraksi di DPR. PGRI juga memohon agar guru swasta, guru TK, dan tenaga kependidikan di Indonesia juga mendapat ruang kesempatan menjadi ASN PPPK. ”Khususnya para guru swasta yang diangkat menjadi PPPK dapat kiranya dikembalikan ke sekolah-sekolah swasta yang menjadi penyangga utama mutu pendidikan nasional,” lanjut Unifah.
Pada bagian awal sambutannya, Presiden mengutip lembaga riset internasional yang menyebut tingkat stres guru lebih tinggi daripada pekerjaan yang lain. Tiga faktor penyebabnya adalah perilaku siswa, perubahan kurikulum, dan perkembangan teknologi.
”Menjadi guru itu bukan pekerjaan yang ringan, bukan pekerjaan yang ringan. Menurut sebuah lembaga riset internasional, ini yang saya baca di Rand Corporation tahun 2022, saya kaget juga setelah membaca bahwa tingkat stres guru itu lebih tinggi dari pekerjaan yang lain,” kata Presiden.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara sempat melontarkan candaan. ”Tapi kalau saya lihat seluruh anggota PGRI, tidak demikian. Saya lihat ceria semuanya. Artinya, lembaga riset ini mungkin bukan di Indonesia,” ujar Presiden, disambut tawa ribuan guru yang hadir.
Presiden pun merinci penyebab tingkat stres guru yang disebut oleh lembaga riset internasional tersebut. ”Di situ disebutkan, antara lain, karena perilaku siswa, juga karena perubahan kurikulum,” katanya.
Menurut Presiden, kurikulum memang harus berubah karena setiap saat perubahan memang selalu ada. Adapun penyebab tingkat stres berikutnya adalah perkembangan teknologi.
Sekarang ini disrupsi teknologi begitu sangat cepat, setiap hari berubah dan terus berubah. Oleh karena itu, semua guru juga harus mengikuti perubahan teknologi yang ada.
Presiden tidak menampik kemungkinan bahwa guru-guru di perkotaan lebih enak dibandingkan mereka yang mengajar di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal dengan infrastruktur terbatas.
”Saya kalau ke daerah mampir ke SMK. Saya lihat SMK di sebuah kabupaten, kemudian saya bandingkan dengan SMK yang ada di kota. Memang gap-nya sarana prasarana memang sangat jauh berbeda dan itu tugasnya menteri pendidikan,” katanya.
Sama seperti pada berbagai kesempatan sebelumnya, Presiden mengingatkan bahwa dalam rentang tahun 2030-2035 Indonesia akan berada di puncak bonus demografi. Biasanya, dalam sebuah peradaban negara, kesempatan berada di puncak bonus demografi hanya satu kali.
Negara yang dapat menggunakan peluang bonus demografi akan melompat menjadi negara maju.
Negara yang dapat menggunakan peluang bonus demografi akan melompat menjadi negara maju. ”Tapi kalau tidak bisa, seperti yang kita lihat di negara-negara Amerika Latin tahun 1950-an, tahun 1960-an, tahun 1970-an, mereka sudah berada di posisi negara berkembang, tetapi sampai sekarang sudah 50 tahun, 60 tahun, 70 tahun, mereka tetap menjadi negara berkembang dan bahkan ada yang jatuh menjadi negara miskin,” tutur Presiden.
Oleh karena itu, Presiden mengajak semua pihak agar Indonesia dapat betul-betul memanfaatkan peluang bonus demografi. Saat penduduk Indonesia didominasi oleh anak-anak muda adalah kesempatan emas bagi kemajuan negara ini. ”Oleh sebab itu, pembangunan kualitas sumber daya manusia menjadi kunci. Dan, itu menjadi tanggung jawab Ibu dan Bapak sekalian yang hadir di sini maupun yang tidak hadir di sini, yang memiliki profesi sebagai guru,” ujarnya.
Menurut Presiden, peluang bonus demografi dapat dimanfaatkan jika Indonesia mampu mencetak generasi unggul. ”Generasi yang tangguh, generasi yang sehat fisik dan mentalnya, generasi yang berkeindonesiaan, yang cerdas, dan terampil,” katanya.
Kunci berupa pengembangan sumber daya manusia itu terkonfirmasikan ketika Presiden berbicara dengan lembaga-lembaga internasional. Lembaga dimaksud mulai dari Bank Dunia, IMF, OECD, hingga McKinsey.
Oleh karena itu, Indonesia harus berhati-hati memanfaatkan peluang bonus demografi. Kemampuan masuk ke Indonesia Emas pada tahun 2045 kuncinya berada pada kualitas pembangunan sumber daya manusia. ”Dan, semua itu hanya bisa diraih dengan guru-guru yang unggul dan hebat yang berada di depan saya saat ini. Guru yang menjadi pembimbing, guru yang menjadi motivator, guru yang menjadi mentor, guru yang menjadi sahabat, sekaligus guru yang menjadi panutan,” kata Presiden.
Pemerintah pun berharap PGRI dan seluruh jajaran pendidikan terus memperjuangkan pendidikan yang inklusif, aman, nyaman, dan menyenangkan bagi anak-anak.
Sekolah, menurut Presiden, harus menjadi taman belajar untuk menumbuhkembangkan bakat dan potensi anak agar menjadi figur yang kokoh secara fisik, emosional, spiritual, serta cerdas dan terampil.