Jumlah Perawat di Indonesia Bakal Melebihi Kebutuhan
Jumlah perawat diproyeksi melebihi kebutuhan di dalam negeri. Kesempatan kerja di luar negeri menjadi semakin besar.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah situasi global yang kekurangan tenaga perawat, jumlah perawat di Indonesia justru diperkirakan melebihi kebutuhan. Kondisi tersebut perlu dimanfaatkan sebagai peluang bagi perawat Indonesia untuk bekerja di luar negeri.
Kementerian Kesehatan memproyeksi jumlah kelebihan tenaga perawat di Indonesia pada 2025 mencapai 695.217 orang. Jumlah ini diproyeksi berdasarkan perkiraan jumlah surat tanda registrasi perawat yang aktif.
Sementara itu, merujuk pada jurnal yang terbit di BMJ Global Health pada 2022 disebutkan, jumlah tenaga perawat di dunia diperkirakan mengalami kekurangan hingga 4,5 juta orang pada 2030. Kekurangan tenaga perawat merupakan jumlah yang terbesar dibandingkan dengan jenis tenaga kesehatan lain, seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan apoteker.
”Melihat data itu sebetulnya Indonesia punya potensi besar untuk menempatkan perawat ke luar negeri. Pengiriman ke luar negeri ini dapat mengurangi tingkat pengangguran sekaligus meningkatkan devisa negara,” ujar peneliti dari Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional, Aswatini, dalam seminar web bertajuk ”Migrasi Tenaga Perawat Indonesia dan Kebutuhan Pekerja Kesehatan di Tingkat Global” di Jakarta, Kamis (16/11/2023).
Namun, ia menyebutkan, ketertarikan perawat Indonesia untuk bekerja di luar negeri masih kurang. Selain itu, kurangnya informasi mengenai kesempatan kerja di luar negeri juga membuat perawat Indonesia kurang memanfaatkan potensi tersebut.
Indonesia punya potensi besar untuk menempatkan perawat ke luar negeri.
Dari survei yang dilakukan Aswatini, faktor kenyamanan terkait hubungan sosial di tempat kerja turut membuat perawat memilih bertahan untuk bekerja di Indonesia. Risiko kerja di luar negeri pun semakin menjadi pertimbangan perawat untuk tidak memilih bekerja di luar negeri.
Alasan lain yang membuat perawat tidak ingin bekerja di luar negeri antara lain sudah bekerja sebagai pegawai negeri sipil, sudah memiliki keluarga, kurang pengalaman kerja sehingga tidak percaya diri, kendala bahasa, serta kendala biaya hidup. Sementara alasan yang disampaikan pada perawat yang ingin bekerja di luar negeri antara lain ingin mendapatkan pengalaman baru, memperoleh gaji dan insentif yang lebih besar, serta memanfaatkan kesempatan pengembangan karier yang lebih baik.
Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia Harif Fadhillah menyebutkan, perawat Indonesia saat ini sudah banyak yang bekerja di luar negeri. Perawat Indonesia paling banyak bekerja di Jepang (2.568 orang), Arab Saudi (1.128 orang), dan Belanda (211 orang).
Potensi kesempatan perawat untuk bekerja di luar negeri masih besar. Dari total 7.568 orang yang dibutuhkan di berbagai negara baru 37,2 persen yang terpenuhi. Tenaga kesehatan, terutama perawat dan perawat lansia (care worker) paling banyak dibutuhkan di Singapura (5.100 perawat), Arab Saudi (1.043 perawat), Kuwait (515 perawat), Qatar (300 perawat), dan Rumania (220 perawat lansia).
“Peluang globalisasi dan bekerja luar negeri ini dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai proses brain circulation. Itu artinya perawat ini pergi ke luar negeri untuk kembali membangun keperawatan dalam negeri bukan melepas perawat terbaik untuk menyehatkan bangsa lain,” kata Harif.
Ia mengatakan, tenaga perawat Indonesia memiliki berbagai keunggulan sehingga banyak diminati oleh negara lain. Tenaga perawat Indonesia dikenal bekerja keras, sigap, ramah, dan patuh. Namun sayangnya, tidak sedikit perawat yang merasa minder serta terbatas dalam kemampuan berbahasa asing.
Untuk itu, Harif menyampaikan, upaya untuk terus meningkatkan keterampilan dan kemampuan tenaga perawat Indonesia harus dilakukan. Setidaknya, lisensi perawat Indonesia bisa setara dengan lisensi yang menjadi standar dari negara-negara tujuan untuk bekerja.
Kebutuhan perawat di Jepang
Direktur Lembaga Pelatihan Kerja Bahana Inspirasi Muda-Indonesian Representative Handi Network International, Sony Dwi Ariyandi menuturkan, kebutuhan Jepang terhadap tenaga kesehatan termasuk tenaga perawat semakin besar dengan terus meningkatnya jumlah masyarakat lansia. Jumlah penduduk usia produktif yang menurun juga membuat minat masyarakat usia muda lebih tertarik untuk bekerja pada sektor lain selain kesehatan.
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan, pemerintah Jepang bekerja sama dengan sejumlah negara untuk menyediakan tenaga kesehatan, termasuk Indonesia. Saat ini pun sudah banyak tenaga perawat asal Indonesia yang dikirimkan untuk bekerja di Jepang.
Namun, kendala bahasa masih banyak ditemukan dari tenaga perawat yang akan bekerja di Jepang. Sering kali para perawat terlambat mulai belajar bahasa Jepang. Sony pun menyarankan agar para perawat yang sudah memiliki minat ataupun rencana untuk bekerja di Jepang agar mulai belajar bahasa Jepang sebelum lulus perkuliahan.
Menurut dia, pelatihan belajar bahasa asing bisa diberikan pada perawat yang menempuh pendidikan di Indonesia. Dengan begitu, ketika lulus perkuliahan, para perawat tersebut lebih siap untuk ditempatkan di negara lain, seperti Jepang, Australia, Arab Saudi, Belanda, ataupun Jerman yang cukup banyak membutuhkan tenaga perawat.
“Khusus di Jepang, tantangan lain yang juga ditemukan karena perbedaan budaya dan kebiasaan. Makanan juga kehidupan bermasyarakat menjadi tantangan bagi perawat Indonesia. Kondisi-kondisi itu yang terkadang membuat tenaga perawat asal Indonesia tidak bertahan lama bekerja di Jepang dan meminta pulang ke Indonesia,” kata Sony.