Cuaca Panas Bisa Mengubah Emosi
Suhu tinggi bisa membuat stres, cemas, depresi, agresif, hingga hilangnya kendali diri.
Setelah didera cuaca panas saat siang hingga malam hari selama beberapa bulan terakhir, hujan kini mulai turun di sejumlah daerah di Pulau Jawa. Seiring turunnya suhu udara, emosi masyarakat pun menjadi lebih terkendali. Disadari atau tidak, udara dan cuaca panas bisa mengganggu emosi dan memunculkan berbagai masalah kesehatan mental.
Beberapa wilayah di Jawa memang belum merasakan hujan. Namun, tiupan angin yang menyejukkan mampu mengurangi tekanan emosi dan beban jiwa yang harus mereka tanggung selama beberapa bulan terakhir akibat cuaca dan udara panas.
Setidaknya sejak bulan Agustus 2023 seiring dengan datangnya puncak musim kemarau di wilayah Pulau Jawa, suhu udara di berbagai daerah menjadi sangat panas pada siang hari. Temperatur di sejumlah kota di Jawa bisa melonjak dari semula 32-34 derajat celsius pada tengah hari menjadi 35-38 derajat celsius. Udara panas tersebut bertahan sampai malam hari.
Meski terjadi di hampir semua daerah, wilayah yang paling banyak merasakan lonjakan kenaikan suhu itu ada di pesisir utara Jawa. Meningkatnya polutan udara di atmosfer selama musim kemarau, terutama di kota-kota besar dan kawasan industri, membuat udara bertambah pengap dan semakin tidak nyaman.
Baca juga : Dunia Berjibaku ”Melawan” Suhu Panas
Masyarakat pun mengekspresikan perubahan situasi itu dengan berbagai cara. Banyak warga yang tinggal di sekitar Jakarta mengeluh, stres, dan marah karena ketidakjelasan pemerintah dalam menangani polusi udara sehingga udara yang terasa panas juga menjadi tidak sehat. Tekanan kehidupan, ritme hidup yang cepat, dan persaingan ala kota metropolitan membuat mereka makin frustrasi dengan situasi yang ada.
Mereka yang tinggal di kota-kota kecil lebih santai menyikapi keadaan. Berbagai meme dan konten unik mereka unggah di media sosial untuk menggambarkan panasnya daerah mereka. Mulai dari ada dua matahari di daerah mereka, jarak kota mereka lebih dekat ke matahari dibanding jarak bumi ke matahari, menghidupkan banyak kipas angin untuk menemani mereka tidur, hingga mandi dengan menggunakan air es.
Naiknya suhu udara itu tidak hanya dialami masyarakat Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Seiring datangnya musim panas di belahan Bumi utara pada Juni lalu, para ahli sudah mengingatkan bahwa meningkatnya suhu udara bisa berdampak pada banyak hal, mulai dari ancaman dehidrasi dan heat stroke, peningkatan penyebaran penyakit infeksi, hingga kenaikan masalah mental masyarakat.
Studi yang dipimpin Rhiannon Thompson dari Sekolah Kesehatan Masyarakat, Imperial College London, Inggris, dan dipublikasikan di The Lancet Planetary Health, Juli 2023, menemukan suhu di luar ruangan, baik itu temperatur mutlak, variasi suhu, maupun gelombang panas, dapat memengaruhi kesehatan mental masyarakat. Kondisi ini semakin penting diwaspadai seiring makin terasanya dampak perubahan iklim.
Tak hanya itu, suhu luar ruangan yang tinggi juga memiliki kaitan erat dengan peningkatan upaya percobaan bunuh diri, tingkat kunjungan ke rumah sakit akibat penyakit mental, serta memberi dampak lebih buruk bagi kesehatan mental dan kesejahteraan masyarakat.
Asosiasi Psikiatri Amerika (American Psychiatric Association/APA), 23 Juli 2023, menyebut berbagai studi juga membuktikan bahwa panas ekstrem memiliki relasi kuat dengan peningkatan iritabilitas atau kemampuan merespons stimulus, gejala depresi, serta tindakan bunuh diri.
Baca juga : Suhu Udara Bisa Berdampak pada Gangguan Mental
Suhu panas juga membuat seseorang mudah tersinggung yang akhirnya bisa memicu konflik atau masalah di mana pun, mulai dari lingkungan rumah, tempat kerja, fasilitas publik, hingga di jalanan. Karena itu, cuaca panas bisa meningkatkan perilaku agresi, kekerasan dalam rumah tangga, hingga penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif.
Udara panas juga memicu kesulitan dan gangguan tidur. Suhu udara yang tinggi membuat seseorang sulit tidur nyenyak. Banyak orang pasti tidak nyaman saat bangun tengah malam dengan berkeringat. Belum lagi nyamuk makin banyak beterbangan saat udara semakin panas. Berbagai gangguan tidur itu pada akhirnya akan memengaruhi dan memperburuk masalah kesehatan mental.
Sementara Huffington Post, 1 Agustus 2023, menulis bahwa panas ekstrem merupakan pemicu stres yang tidak terkendali sehingga membuat masyarakat merasa lelah, jengkel, mudah tersinggung, hingga bisa mengacaukan pikiran.
Cuaca panas membuat pekerja mudah berkeringat dan kelelahan hingga membuat mereka mudah stres saat bekerja dan muncul perasaan gelisah. Selain itu, suhu tinggi juga dikaitkan dengan gangguan memori, perhatian atau fokus, hingga panjang-pendeknya waktu untuk bereaksi terhadap suatu rangsangan atau stimulus.
”Panas ekstrem yang berkepanjangan merupakan pemicu stres dari lingkungan yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia,” kata direktur psikologi di Rumah Sakit Silver Hill, Connecticut, Amerika Serikat, Michael Groat.
Hilangnya rasa kendali atas diri itu adalah faktor risiko yang buruk bagi kesehatan mental. Tanpa ada rasa kendali pada diri, seseorang akan sulit lebih sulit menghadapi stres serta bangkit dari depresi. ”Gejala stres ekstrem dari waktu ke waktu mirip dengan gejala depresi yang membuat seseorang sulit berkonsentrasi, kelelahan, kehilangan motivasi, hingga mengubah suasana hati,” tambahnya.
Panas ekstrem yang berkepanjangan merupakan pemicu stres dari lingkungan yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia.
Namun, Groat mengingatkan, masalah gangguan kesehatan mental bukan hanya tentang kecemasan, depresi, bipolar, atau skizofrenia seperti yang sering dipelajari dalam banyak studi. ”Gangguan tidur seperti insomnia, tidur tidak nyenyak atau mudah terbangun di tengah-tengah tidur, dan gangguan tidur lainnya berdampak langsung pada suasana hati dan kesejahteraan,” ujarnya.
Berbagai kondisi itu terbukti meningkatkan kunjungan pasien ke instalasi gawat darurat rumah sakit jiwa. Studi Amruta Nori-Sarma dan rekan di JAMA Psychiatry, 23 Februari 2022, menemukan pada bulan-bulan dengan suhu tinggi di AS, antara Mei dan September, tahun 2010-2019, ada 2,24 juta kunjungan orang dengan masalah kesehatan mental ke instalasi gawat darurat di berbagai fasilitas kesehatan mental.
”Kunjungan itu menunjukkan adanya peningkatan kasus penyalahgunaan narkoba, kecemasan, gangguan suasana hati, hingga penderita skizofrenia yang mengalami tekanan atau masalah dengan kesehatan mental mereka,” kata psikiater di Mayo Clinic, Robert Bright, di jejaring berita Mayo Clinic, 13 Juli 2023.
Kelompok rentan
Semua kondisi itu akan berdampak lebih dalam pada orang-orang yang sebelumnya telah memiliki masalah kesehatan mental. Penderita demensia juga memiliki risiko lebih tinggi untuk dirawat di rumah sakit dan meninggal akibat suhu panas ekstrem. Mereka yang juga telah memiliki penyakit fisik juga berisiko mengalami penurunan kesehatan yang juga akan memengaruhi kondisi mentalnya.
Repotnya, mereka yang mengalami gangguan kesehatan mental itu, seperti ditulis APA, umumnya justru hidup dalam kemiskinan dan rentan terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dan zat adiktif. Kelompok miskin sering kali tak punya pilihan untuk beradaptasi dengan perubahan suhu udara.
Di Jakarta dan kota-kota lain, masyarakat dari kelompok menengah bawah atau kelompok marjinal tetap harus bekerja di jalanan dan tempat terbuka meski panas terik. Mereka tidak pernah bisa merasakan dinginnya gedung-gedung perkantoran meski panasnya matahari di luar gedung bisa dimanfaatkan untuk menggoreng telur.
Banyak di antara mereka juga harus tidur dengan kondisi berpeluh dalam rumah-rumah kecil nan pengap. Mereka juga harus tinggal berdesakan dengan penghuni lain hingga terasa makin sempit. Kondisi itu membuat benturan, konflik sosial, atau tindak kekerasan lebih mudah terjadi. Mereka juga lebih mudah mengalami berbagai masalah mental yang umumnya tidak terperhatikan atau tertangani secara medis.
Baca juga : Belajar Bahagia dari Skandinavia
”Orang-orang yang berada dalam situasi tidak adil lebih mudah untuk mengalami perasaan agresif dan sulit berpikir jernih. Ada korelasi yang kuat antara peningkatan suhu udara dan perilaku antisosial,” kata profesor di Sekolah Pascasarjana Psikologi Profesional, Universitas Denver, AS, Kim Gorgens.
Selain itu, penduduk lanjut usia masuk dalam kelompok paling rentan saat udara panas datang. Fisik yang semakin melemah, gejala demensia yang mulai muncul, hingga kemampuan beradaptasi yang berkurang membuat mereka perlu mendapat dukungan lebih.
Meski cuaca panas benar-benar merugikan, sejatinya suhu udara yang nyaman dan hangatnya sinar matahari juga sangat bermanfaat bagi kesehatan mental dan kesejahteraan masyarakat. Paparan sinar matahari juga menjaga ritme atau jam biologis tubuh yang membantu manusia bisa mengatur waktu untuk beraktivitas dan beristirahat.
Karena itu, ilmuwan menilai hubungan berbentuk huruf U terbalik antara panas dan kesehatan mental secara umum. Peningkatan suhu di tingkat tertentu akan memberi manfaat pada kesehatan mental mereka, tetapi pada suhu yang makin tinggi justru malah menimbulkan masalah bagi kesehatan mental.
Untuk mengatasi cuaca panas, tenaga kesehatan menyarankan masyarakat yang terpapar panas ekstrem senantiasa menjaga asupan cairan dalam tubuh mereka atau terhidrasi. Mereka juga diminta bertindak untuk mencegah paparan panas ekstrem langsung. Dalam situasi ini, pepohonan di tepi jalan dan taman kota bisa menjadi tempat pelindung sementara bagi yang tetap harus beraktivitas di jalanan dan pelepasan segala kepenatan mereka.
Sementara itu, untuk menjaga agar emosi tetap terkendali selama udara panas berlangsung, lanjut Groat, penting untuk menyadari hal-hal yang bisa memicu stres berkepanjangan. Perhatikan setiap perubahan yang terjadi pada tubuh serta pahami perubahan emosi yang kamu alami.
Memancing emosi
Jika ada satu hal yang memancing emosi dan mendorong perilaku agresi, mundurlah sejenak dari hal yang bisa memicu amarah tersebut. Usahakan untuk tetap tenang, tidak mudah terpancing dengan keadaan, dan kendalikan perasaan Anda sehingga bisa menentukan pilihan tindakan yang terukur. Adanya kendali diri itu merupakan salah satu prinsip dasar untuk mengatasi depresi dan berbagai penyakit mental lainnya.
Olahraga juga menjadi salah satu cara baik untuk mengurangi stres dan membuat lebih bahagia. Namun, jika cuaca panas membuat seseorang sulit berolahraga di luar rumah, renang bisa dijadikan salah satu alternatif pilihan olahraga. Jika tidak, gantilah dengan berjalan-jalan di pusat perbelanjaan atau mal sehingga Anda tidak akan kehilangan rutinitas hidup.
”Semakin banyak kita bisa melakukan hal-hal yang bisa mengurangi atau menghilangkan stres, semakin kecil pula kemungkinan kita mengalami gejala-gejala terkait stres yang muncul saat suhu udara naik,” kata Groat.
Ke depan, upaya adaptasi terhadap cuaca panas ini akan lebih sering dilakukan manusia seiring dengan makin cepatnya dampak perubahan iklim. Manusia bukan hanya dituntut untuk bisa melakukan berbagai upaya nyata guna mencegah dampak perubahan iklim yang sudah dirasakan, melainkan juga menjaga mentalnya agar tetap memiliki rasa kendali diri atas situasi yang membuat tidak nyaman.
Sering kali manusia tidak bisa mengatur atau menahan kenaikan suhu udara yang terus terjadi. Namun, manusia selalu dituntut untuk bisa beradaptasi, baik secara fisik maupun mental, di tengah perubahan itu. Dengan demikian, kehidupan manusia di bumi bisa tetap dijaga dan dilestarikan serta manusia makin memiliki kondisi kesehatan mental dan kesejahteraan yang lebih baik.