Para ahli memperingatkan, langkah-langkah mitigasi cuaca panas selama ini mungkin tidak cukup mengingat rekor suhu panas secara konsisten terus meningkat.
Oleh
LUKI AULIA
·5 menit baca
Bagai terempas panas gurun, sejumlah wilayah di China kini tengah didera hawa panas. Suhu udara mencapai 40 derajat celsius, bahkan lebih. Kondisi itu membuat sejumlah perusahaan, seperti di Provinsi Hebei, membatasi aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan di luar ruang. Tak hanya itu, akibat hawa panas, dilaporkan ada dua kasus kematian di ibu kota Beijing.
Kota-kota yang akan dilanda suhu sangat panas, antara lain, wilayah tengah China hingga ke tenggara negeri itu. Adapun suhu sekitar 35-39 derajat celsius diperkirakan terjadi di sebagian wilayah Provinsi Sichuan dan sebagian wilayah selatan. Jika pun terpaksa melakukan pekerjaan di luar ruang, pekerjaan itu harus dilakukan sesingkat mungkin.
Kementerian Pertanian China, Minggu (9/7/2023), memperingatkan bahwa cuaca panas yang terus-menerus bisa merusak panen padi. Pemerintah daerah diminta memastikan lahan-lahan persawahan memiliki air yang cukup untuk mencegah pematangan dini tanaman.
Beberapa daerah, seperti Provinsi Hebei, yang padat penduduk, juga mengeluarkan ”peringatan merah”, peringatan suhu tertinggi. Dengan peringatan ini, perusahaan atau majikan harus menghentikan pekerjaan di luar ruangan dan memerintahkan otoritas lokal untuk membuat persiapan perlindungan masyarakat.
Penduduk di beberapa kota sudah pindah ke bungker, tempat perlindungan dari serangan udara di bawah tanah, untuk melindungi dari cuaca panas. Bencana alam seperti badai topan dan tornado bisa menjadi dramatis, tetapi cuaca panas lebih mematikan. Kota Chicago, Amerika Serikat, pernah mengalaminya pada tahun 1995. Kala itu gelombang panas hingga 41 derajat celsius selama seminggu melanda Chicago dan menewaskan lebih dari 700 orang.
Mayoritas kematian di Chicago saat itu terjadi di permukiman miskin yang dihuni mayoritas warga kulit hitam. Di permukiman tersebut, banyak orang lanjut usia atau orang terisolasi menderita karena tempat tinggal mereka tanpa ventilasi atau AC yang layak. Pemadaman listrik memperburuk situasi. Sejak bencana itu, Chicago mengembangkan rencana tanggap panas darurat lebih jelas dengan mekanisme peringatan dini yang menghubungkan antara korban paling rentan dan bantuan yang dibutuhkan.
Kota-kota yang lain, seperti Los Angeles, Miami, dan Phoenix, kini memiliki ”kepala petugas urusan suhu panas” untuk mengoordinasikan perencanaan dan tindakan dalam menghadapi suhu panas yang berbahaya. Di seluruh dunia, kota dan negara, mengadopsi tindakan serupa.
Para ahli memperingatkan, langkah-langkah itu mungkin tidak cukup mengingat rekor suhu panas secara konsisten terus meningkat. ”Tidak ada yang bisa benar-benar siap menghadapi skenario terburuk,” kata Guru Besar Ilmu Sosial di Universitas New York, Eric Klinenberg, yang menulis buku tentang gelombang panas Chicago.
Mitigasi bencana suhu panas secara umum meningkat dalam beberapa tahun terakhir karena perkiraan cuaca menjadi lebih akurat. Para ahli meteorologi, wartawan, dan pejabat pemerintah berfokus pada penyebaran berita tentang bahaya yang akan datang. Chicago, misalnya, sudah memperluas sistem pemberitahuan melalui pesan teks dan surat elektronik (e-mail) darurat serta mengidentifikasi penduduknya yang paling rentan untuk dijangkau.
Namun, apa yang berhasil di satu kota belum tentu akan efektif di kota-kota lain. Itu karena tiap-tiap kota memiliki arsitektur, jaringan transportasi, tata letak kota, serta kesenjangan sosial dan ekonomi. ”Kota harus mengatasi kesenjangan dengan berinvestasi dalam hal tenaga kerja, pembangunan berkelanjutan, dan lain-lain,” kata Guru Besar di Universitas California, Bharat Venkat.
Pemerintah Perancis meluncurkan sistem peringatan pengawasan panas setelah gelombang panas yang berkepanjangan pada 2003. Saat itu, diperkirakan 15.000 orang tewas, mayoritas adalah warga berusia lanjut di apartemen-apartemen kota dan rumah-rumah tanpa AC.
Adanya sistem peringatan dini, termasuk pengumuman publik, mendorong orang untuk mencegah dehidrasi. Bulan lalu, Jerman juga meluncurkan kampanye baru melawan kematian akibat gelombang panas, mengikuti langkah Perancis.
Di India, gelombang panas yang kuat pada 2010 dengan suhu lebih dari 48 derajat celsius menewaskan sekitar 1.300 orang di kota Ahmedabad. Pejabat kota memiliki rencana meningkatkan kesadaran penduduk setempat dan staf perawatan kesehatan. Inisiatif sederhana lainnya adalah mengecat atap dengan warna putih untuk memantulkan terik matahari.
Ilmuwan Kesehatan Lingkungan di Temple University di Philadelphia, Inkyu Han, mencatat bahwa kota-kota masih berjuang mendapatkan bantuan, seperti pusat pendingin dan AC bersubsidi, ke lingkungan permukiman miskin dan tempat tinggal komunitas warga kulit berwarna di Philadelphia. Lingkungan seperti itu sering kekurangan pohon di jalanan dan ruang hijau.
Di Providence, Rhode Island, Samudra Atlantik, biasanya memiliki suhu sedang, tetapi masih bisa mengalami gelombang panas. Kate Moretti, seorang dokter, mengatakan bahwa rumah sakit kota menerima lebih banyak pasien ketika panas menyerang. Mereka menderita penyakit yang mungkin tidak berhubungan dengan panas, seperti serangan jantung, gagal ginjal, dan masalah kesehatan mental.
”Ini membebani sistem dan korbannya banyak orang tua, orang yang bekerja di luar ruang, orang cacat, dan tunawisma,” ujar Moretti.
Miami, yang dianggap sebagai titik nol untuk ancaman perubahan iklim karena kerentanannya terhadap kenaikan permukaan laut, banjir, angin topan, dan panas ekstrem, mengembangkan strategi agar orang tetap aman dari suhu panas. Guru Besar Keterlibatan Sipil dan Komunitas di University of Miami, Robin Bachin, mencatat bahwa warga yang tinggal di apartemen, yang tidak disubsidi alat pendingin, berisiko. Pemilik apartemen tidak wajib menyediakan AC.
”Ini berbahaya bagi warga lokal yang berpenghasilan rendah, apalagi yang tidak memiliki rumah atau pekerja luar ruangan,” ujar Bachin.
Guru Besar Ilmu Atmosfer di University of Chicago, Noboru Nakamura, seorang ahli cuaca ekstrem, mengatakan bahwa Chicago sudah membuat banyak perubahan cerdas dengan menerapkan rencana darurat panas, pemeriksaan kesehatan rutin, dan pusat pendinginan. ”Tetapi, masih ada masalah sistemik dari kesenjangan sumber daya. Ini masalah sangat besar yang belum terpecahkan,” kata Nakamura. (AP)