Perkuat Kerja Sama Regional Berantas Perdagangan Orang
Praktik perdagangan orang tidak dapat ditangani satu negara sendiri. Pemerintah negara ASEAN berkomitmen bekerja sama dalam pemberantasan perdagangan orang. Komnas HAM mendorong penguatan kerja sama regional.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA, SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Praktik perdagangan orang tidak dapat hanya ditangani satu negara sehingga perlu koordinasi pemerintah antarnegara. Karena itu, pemerintah negara-negara ASEAN berkomitmen bekerja sama dalam pemberantasan perdagangan orang.
Praktik perdagangan orang menjadi persoalan serius di Indonesia dan di kawasan ASEAN. Tindak pidana perdagangan manusia dinilai mengancam masyarakat, terutama perempuan dan anak.
Terkait hal itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menggelar Konferensi Regional Gerak Bersama Memerangi Perdagangan Orang di ASEAN, di Kuta, Badung, Bali, Selasa (7/11/2023).
Konferensi tersebut mengangkat tema ”Memperkuat Kerja Sama Regional dalam Penanganan Kasus Perdagangan Orang dan Perlindungan Pekerja Migran Berdasar Perspektif HAM dan Pendekatan Responsif Jender di ASEAN”.
”Tujuan konferensi ini adalah mengangkat persoalan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menarik perhatian publik,” kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam pembukaan konferensi regional TPPO dan perlindungan pekerja migran, di Badung, Selasa (7/11).
Atnike mengutarakan, konferensi regional diikuti para peserta mewakili negara ASEAN dan pegiat perlindungan HAM. Konferensi tersebut diharapkan menghasilkan rekomendasi kebijakan untuk memperkuat serta mendukung kerja sama dan solidaritas pemerintah di regional ASEAN.
Pemerintah negara-negara ASEAN membuat komitmen dan mengadopsi tiga deklarasi terkait TPPO dan pekerja migran, antara lain pemberantasan TPPO yang menyalahgunakan teknologi, perlindungan pekerja migran dan keluarganya dalam situasi krisis, serta perlindungan pekerja migran di kapal ikan.
Tujuan konferensi ini adalah mengangkat persoalan tindak pidana perdagangan orang yang menarik perhatian publik.
Kesepakatan dan pengadopsian tersebut dilaksanakan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, 10 Mei 2023.
Penjabat (Pj) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya, dalam sambutannya, mengajak semua pihak berkolaborasi dan bersinergi mencegah dan menangani TPPO. Harapannya, konferensi itu menghasilkan dorongan bagi peningkatan komitmen serta kinerja pencegahan dan penanganan TPPO di kawasan ASEAN.
Menurut Mahendra, TPPO memiliki modus operasi, antara lain, memakai ancaman kekerasan, penyekapan, pemalsuan, dan penyalahgunaan kekuasaan. Karena itu, penanganan kasus TPPO harus komprehensif dan konsisten, mulai dari hulu ke hilir dengan upaya preventif, penegakan hukum, dan rehabilitasi.
Sindikat lintas negara
Sementara Chief of Mission Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) Indonesia Jeffrey Labovitz menyatakan perdagangan orang jadi bentuk kejahatan sindikat lintas negara.
Menurut Jeffrey, sindikat perdagangan orang mengiming-imingi calon korban dengan tawaran yang menggiurkan, baik dari sisi ekonomi maupun jenis pekerjaan. Kasus perdagangan orang mengindikasikan peningkatan jumlah korban, terutama saat pandemi Covid-19.
Jaringan perdagangan orang memakai teknologi dan celah penegakan hukum. Dalam kasus penipuan dalam jaringan (online scam) ada perubahan profil korban, yakni calon korban berusia 18-35 tahun, berpendidikan memadai, dan mampu berbahasa asing. Korban terjerat sindikat perdagangan orang karena penawaran lewat media sosial.
Lebih lanjut Atnike mengatakan, laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga menunjukkan peningkatan jumlah kasus perdagangan orang pada tahun 2018-2022. Korban umumnya tak mendapat perlindungan HAM dari negara asalnya maupun di negara tujuan.
Komnas HAM sudah membentuk Tim Monitoring Efektivitas Pencegahan dan Penanganan TPPO yang bertugas memantau implementasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO selain berupaya mencegah TPPO.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah mengutarakan, konferensi itu didukung Kementerian Luar Negeri, Pemprov Bali, Organisasi Buruh Internasional (ILO), IOM, dan The Asia Foundation. Hal ini untuk menguatkan komitmen menghentikan perdagangan orang di ASEAN.
Pandangan sama
Anis menambahkan, kasus TPPO seharusnya dipahami dan ditangani dengan pandangan sama, mulai dari kepolisian, kejaksaan, sampai ke pengadilan. Proses hukum bagi pelaku TPPO seharusnya ditangani dengan menerapkan UU TPPO yang memberi ancaman pidana dengan hukuman lebih berat.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati saat menjadi pembicara kunci konferensi regional tersebut berharap pertemuan itu memperkuat komitmen bersama dalam melawan perdagangan manusia di ASEAN.
Penanganan kasus perdagangan manusia dan perlindungan pekerja migran hendaknya lewat pendekatan kesetaraan jender dan penghargaan mendasar pada HAM. ”Perdagangan manusia membawa konsekuensi mendalam yang berdampak pada korban dan mencapai inti komunitas regional kita,” ujarnya.