Komnas HAM Gelar Konferensi Regional Perangi Perdagangan Orang
Kasus perdagangan orang terus-menerus terjadi hingga kini. Dibutuhkan langkah bersama untuk memeranginya.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Praktik perdagangan orang hingga kini menjadi persoalan serius di Indonesia dan mengancam masyarakat, terutama perempuan dan anak. Menghadapi kondisi tersebut, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengajak para pemangku kebijakan untuk melakukan berbagai upaya dalam pencegahan dan penanganan kasus-kasus perdagangan orang di ASEAN.
Untuk itu, Komnas HAM menggelar Konferensi Regional ”Gerak Bersama Memerangi Perdagangan Orang di ASEAN” di Bali. Kegiatan yang mengambil tema ”Memperkuat Kerja sama Regional dalam Penanganan Orang dan Pelindungan Pekerja Migran yang Berperspektif HAM dan Responsif Gender di ASEAN” ini berlangsung pada Selasa hingga Rabu (7-8/11/2023).
”Konferensi ini merupakan momentum pertama mempertemukan berbagai pihak di antaranya pemerintah, organisasi sipil masyarakat, komunitas, serikat buruh, lembaga HAM, organisasi masyarakat sipil, dan internasional,” ujar Anis Hidayah, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM, Komnas HAM kepada media sebelum pembukaan konferensi.
Konferensi Regional ”Gerak Bersama Memerangi Perdagangan Orang di ASEAN” yang juga berlangsung secara daring digelar Komnas HAM bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri, Pemerintah Provinsi Bali, Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO), Organisasi Internasional untuk Migrasi (International Organization for Migration/IOM), dan The Asia Foundation (TAF).
Pada pembukaan konferensi, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyampaikan sambutan secara daring. Hadir memberikan sambutan secara langsung Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro, Penjabat Gubernur Bali Irjen (Purn) Sang Made Mahendra Jaya, Chief Technical Advicer Safe and Fair ILO Regional Asia and the Pacific Deepa Bharathi, dan Chief of Mission IOM Indonesia Jeffrey Labovits.
Pada konferensi tersebut digelar diskusi pleno terdiri dari pleno 1 yang mengangkat topik ”The Situation of Trafficking and Protection of the Migrant Workers in ASEAN and the NHRI Responses”. Pleno 2 dengan tema ”ASEAN Countries Commitment to Eradicate Trafficking and Ensure the Protection” dan pleno 3 mengenai ”Challenges and Opportunities of ASEAN Countries in the Implementation of ACTIP and ASEAN Protection of Migrant Workers”.
Selanjutnya pada hari kedua, digelar pleno 4 dengan topik ”Regional Cooperation in Law Enforcement and victim protection on Trafficking in ASEAN”, pleno 5 dengan topik ”Misuse of Technology in Trafficking in Persons (Scamming)”; dan pleno 6 dengan topik “Application of Business and Human Rights Principles in the Prevention of Trafficking.”
Di tengah konferensi tersebut juga digelar diskusi tematik dan sharing tentang praktik baik dalam memerangi TPPO, termasuk upaya pemulihan korban-korban TPPO.
Sejumlah peserta diundang hadir dalam konferensi tersebut, baik dari perwakilan pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil yang bergerak dalam memerangi TPPO. Dari pemerintah antara lain dari Kementerian PPPA, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Sosial, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dan Kepolisian Negara RI.
Hadir juga dari Migrant CARE, Jaringan Buruh Migran, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Trunojoyo, Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia, serta lembaga HAM di ASEAN dan internasional.
Pelanggaran HAM
Hari Kurniawan, anggota Komnas HAM, juga berharap konferensi regional tersebut dapat melahirkan pola/model kerja sama dalam memerangi TPPO di kawasan ASEAN. Sebab, hingga kini pelanggaran HAM di dalam kasus-kasus TPPO. Dalam penanganannya, nilai-nilai HAM masih sering terabaikan.
Selama kurun waktu tahun 2021 hingga September 2023, Komnas HAM menerima dan memproses pengaduan mengenai tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sebanyak 68 aduan.
Pengaduan tersebut antara lain pengiriman pekerja migran dengan dokumen tanpa prosedural, kekerasan terhadap pekerja migran Indonesia (PMI), penipuan tenaga kerja melalui daring (scamming), hingga pengabaian pelindungan buruh migran di luar negeri. Kasus-kasus tersebut terjadi di beberapa negara, di antaranya China, Arab Saudi, Irak, dan Malaysia.
Sebagai komitmen dalam mencegah dan menangani TPPO, Komnas HAM telah membentuk Tim Monitoring Efektivitas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Tim bertugas melakukan pemantauan terhadap Implementasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO.
Pemerintah Bali memberikan dukungan atas pelaksanaan konferensi tersebut. Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DinsosPPA) Bali Luh Ayu Aryani mengungkapkan, hingga kini berbagai upaya dan strategi dilakukan Pemerintah Provinsi Bali dalam pencegahan dan penanganan TPPO.
Misalnya, Pemerintah Provinsi Bali membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Terkait data kasus TPPO, menurut Luh Ayu, berdasarkan data Bareskrim Polri sampai dengan periode Oktober 2023 terdapat 872 laporan TPPO.
”Dari data itu, 32 laporan kasus TPPO terjadi di Bali. Modus operandi terbanyak dari kasus TPPO yang terlaporkan adalah menyangkut pekerja migran Indonesia secara unprocedural,” kata Luh Ayu.