Pekerja, jika Lelah Beristirahatlah, jika Penat Berbicaralah
Hidup tanpa stres sepertinya mustahil. Namun, bukan berarti stres tidak bisa dihadapi, termasuk bagi pekerja. Faktor pemicu stres serta cara mengelola stres penting untuk diketahui, baik oleh pekerja maupun perusahaan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
Faktor pemicu stres atau stresor dari setiap orang berbeda-beda, sekalipun mereka bekerja di tempat yang sama ataupun bekerja di bidang yang sama. Bagi sebagian orang, mendapatkan beban kerja yang berlebihan bisa memicu terjadinya stres. Namun, ada juga orang yang justru akan merasa stres jika beban kerja yang dimiliki kurang.
Lynda (31), pekerja swasta di Jakarta Barat, bercerita, ia justru merasa cemas dan tidak tenang ketika ia tidak banyak mendapatkan tanggung jawab pekerjaan dari tempat kerjanya. Ia lebih senang ketika bisa mengerjakan banyak hal.
Berbagai pertanyaan akhirnya muncul dari pikirannya. Apakah ia tidak kompeten. Apakah ia punya kekurangan sehingga koleganya mendapatkan penugasan khusus, sementara dirinya tidak. Kekhawatiran dan kecemasan tersebut yang turut memicu stres yang dialami Lynda ketika bekerja.
”Rasa jenuh terhadap pekerjaan yang itu-itu saja terkadang membuat saya juga merasa burnout. Saya lebih suka kalau bisa mengerjakan banyak hal. Walau terkadang, terlalu banyak pekerjaan membuat saya keteteran, yang itu bisa menjadi pemicu (stres) juga,” tuturnya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (13/10/2023).
Dokter spesialis okupasi Palupi Agustina Djayadi dalam seminar Hari Kesehatan Jiwa yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan, Rabu (11/10/2023), mengatakan, stres yang dihadapi pekerja bisa dipicu oleh banyak hal. Stres yang berpengaruh pada kondisi psikososial perlu dipahami dengan baik oleh pekerja ataupun pemberi kerja atau setidaknya oleh bagian dari pengembangan sumber daya manusia di suatu perusahaan.
Hal tersebut penting agar proses pengelolaan faktor risiko stres bisa dilakukan dengan baik. Stres di tempat kerja jangan sampai disepelekan. Kerugian tidak hanya bagi tenaga kerja, tetapi juga perusahaan.
Stres di tempat kerja jangan sampai disepelekan. Kerugian tidak hanya bagi tenaga kerja, tetapi juga perusahaan.
Data Organisasi Buruh Internasional (ILO) tahun 2022 memperkirakan ada sekitar 12 miliar hari kerja hilang setiap tahun akibat depresi dan kecemasan. Di Amerika Serikat, stres di tempat kerja membuat pengusaha merugi sekitar 300 juta dollar AS setiap tahun. Hal itu karena produktivitas pekerja menurun serta ketidakhadiran dan pengunduran diri pekerja yang meningkat. Kerugian itu juga karena meningkatnya biaya pengobatan karyawan akibat penyakit yang dipicu stres.
Penyebab
Palupi menyampaikan, pemicu stres pada setiap orang bisa berbeda. Pada beberapa orang, stres bisa muncul karena ketidakjelasan peran di tempat kerja. Hal itu bisa berupa pekerjaan yang tidak sesuai dengan harapan atau perjanjian kerja yang disepakati pada awal kontrak.
Hal lain yang memicu stres seperti adanya perundungan, konflik terhadap peran di tempat kerja, adanya beban kerja yang berlebihan, atau justru beban kerja yang kurang. Beban kerja tersebut tidak hanya terkait kuantitas, tetapi juga kualitas.
Bagi sebagian orang, beban kerja yang kurang itu diterima sebagai ketidakfungsian diri dalam lingkungan. ”Misalnya, ada teman yang sebulan dinas luar kota sampai lima kali, sementara dia belum. Ataupun, kok, dia lebih banyak gabut (gaji buta). Itu justru bisa menjadi stresor bagi sebagian orang,” katanya.
Penyebab lain, mengenai pengembangan karier serta tanggung jawab terhadap orang lain. Banyak orang yang akan merasa stres atau cemas jika ia tidak kunjung mendapatkan promosi dalam pekerjaannya. Sementara ada pula orang yang justru cemas dan khawatir jika cepat mendapatkan promosi. Hal itu bisa disebabkan oleh kesiapan diri, baik secara psikis maupun fisik.
Pada dasarnya, kondisi gangguan psikososial atau gangguan yang terjadi antara aspek psikis dan sosial seseorang dipengaruhi tiga aspek utama, yakni lingkungan, organisasi, dan individu. Pada aspek individu, ketahanan atau resiliensi setiap individu akan sangat berpengaruh dalam menghadapi stres yang dialami.
Itu sebabnya, pengenalan terhadap kondisi psikologi setiap pekerja diperlukan dalam sistem perusahaan. Harapannya, pekerjaan yang diberikan bisa sesuai sehingga pekerja bisa bekerja secara optimal dan tetap produktif.
Psikiater yang juga Ketua Komite Etik dan Hukum RS Jiwa Soeharto Heerdjan, Jakarta, Agung Frijanto, mengatakan, stres di tempat kerja menjadi persoalan serius bagi perusahaan. Stres tersebut akan berpengaruh pada emosi, fisik, dan perilaku pekerja. Secara emosi, seseorang yang mengalami stres di tempat kerja bisa merasa cemas, panik, dan marah.
Secara fisik, stres bisa memicu terjadinya tekanan darah tinggi/ hipertensi, diabetes, dan gangguan makan, baik menjadi terlalu banyak makan atau tidak nafsu makan. Sementara secara perilaku, seseorang yang stres di tempat kerja bisa mengalami penurunan kinerja, menyakiti diri sendiri atau orang lain, serta terjadi konflik diri.
”Paling banyak penyebab masalah kesehatan jiwa di tempat kerja karena beban kerja yang berlebihan, waktu kerja yang terlalu panjang, serta rendahnya semangat di tempat kerja,” ucap Agung.
Ia mengatakan, upaya manajemen stres harus dilakukan ketika rasa lelah sudah dialami pekerja. Ketika stres berlebihan, seseorang akan mudah mengalami burnout atau rasa lelah yang berlebihan, baik secara fisik maupun psikis, karena pekerjaan. Pada kondisi ini, cemas dan panik hingga hilangnya produktivitas diri bisa terjadi.
Itu sebabnya, stres sebaiknya dikelola sejak awal. Tanda-tanda stres yang bisa diketahui sejak dini antara lain sering merasa sakit kepala, kehilangan nafsu makan, tidur tidak nyenyak, mudah merasa takut, merasa cemas dan khawatir, tangan gemetar, sering menangis, mudah marah, tidak merasa bahagia, serta sulit menikmati aktivitas sehari-hari. Stres dapat ditandai pula dengan aktivitas atau tugas yang sering terbengkalai, kehilangan minat terhadap banyak hal, rasa lelah berkepanjangan, rasa tidak enak di perut, sampai ada pikiran untuk mengakhiri hidup.
Tanda-tanda tersebut perlu disadari sejak dini agar pengelolaan stres bisa dilakukan secara optimal. Kesadaran tersebut juga penting untuk perusahaan. Adanya fasilitas bantuan bagi pekerja dengan pendekatan kesehatan jiwa amat diperlukan. Pengelolaan stres bisa dilakukan dengan pendekatan individu ataupun pendekatan organisasi, tergantung pada faktor pemicu stres yang dialami.
Dengan mengetahui faktor pemicu stres, upaya pencegahan dan pengelolaan stres diharapkan bisa dilakukan dengan baik. Pekerja perlu berani untuk menyampaikan kondisi stres yang dihadapinya, sementara perusahaan pun harus bisa membantu dan mendukung pekerja untuk mengelola stres tersebut. Ketika pekerja bisa sehat jiwa dan raga, perusahaan tentu turut diuntungkan.