Inovasi teknologi berupa gelang pintar dikembangkan untuk mencegah kekerasan pada penyandang disabilitas. Tingkat sensitivitas sensor bisa diatur sesuai kebutuhan difabel.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·5 menit baca
Hampir setiap bulan kita terpapar berita mengenai penyandang disabilitas menjadi korban kekerasan seksual. Mereka menjadi korban karena tak kuasa melawan dengan keterbatasan fisik dan mental. Karena itu, inovasi alat bantu diperlukan agar mereka bisa mandiri dan mencegah tindak kekerasan tersebut.
Selama tahun 2022 saja tercatat 72 kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas yang tercatat oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dan 27 orang di antaranya memiliki disabilitas ganda atau menyandang lebih dari satu jenis disabilitas. Hal ini menandakan kerentanan mereka, bahkan berlapis, dibandingkan dengan mereka yang tidak menyandang disabilitas atau nondifabel.
Maka dari itu, Gelang Rungu dan Wicara (Gruwi) serta Gelang Tunagrahita (Grita) diciptakan. Inovasi tersebut diinisiasi oleh Menteri Sosial Tri Rismaharini yang geram saat mendapat kabar mengenai banyaknya kasus rudapaksa yang banyak menimpa anak-anak disabilitas rungu dan wicara.
”Saya awalnya tidak yakin apa bisa dibuat, terutama untuk disabilitas mental. Saya tidak yakin karena itu tergantung dengan tekanan darah, maka saya coba konsultasikan dengan dokter dan ternyata itu bisa,” kata Risma di sela-sela Forum Tingkat Tinggi Menteri Sosial Se-ASEAN di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (12/10/2023).
Gelang tersebut bekerja dengan mendeteksi sensor gerak serta dilengkapi dengan pendeteksi denyut nadi. Apabila pengguna dalam kondisi darurat atau panik sehingga denyut nadi tiba-tiba tinggi, alarm akan berbunyi untuk menarik perhatian orang lain sehingga kejahatan terhadap penyandang tunarungu dan tunawicara serta tunagrahita bisa dicegah.
Bentuk gelang tersebut mirip sebuah jam tangan pintar kekinian yang berbahan karet lentur sehingga nyaman dipakai di pergelangan tangan. Tingkat sensitivitas sensor denyut nadinya bisa diatur sesuai dengan kebutuhan masing-masing difabel. Selain itu, ada pula tombol darurat (panic button) yang bisa ditekan oleh penyandang disabilitas.
Namun, gelang ini perlu pengembangan di bagian baterai karena hanya tahan menyala tiga jam. Meski sudah ada panel tenaga surya yang sedikit membantu, pengisian daya tetap maksimal dengan menggunakan charger tipe C di sisi samping gelang. Dalam satu paket kotak Gruwi dan Grita, pemilik akan mendapatkan gelang Gruwi atau Grita dan charger tipe C.
Saya awalnya tidak yakin apa bisa dibuat, terutama untuk disabilitas mental. Saya tidak yakin karena itu tergantung dengan tekanan darah, maka saya coba konsultasikan dengan dokter dan ternyata itu bisa.
Selain itu, produksi perlu ditingkatkan agar inovasi tersebut bisa diakses oleh penyandang disabilitas tunagrahita dan tunarungu di berbagai daerah di Indonesia. Hingga kini jumlah produksi awal untuk Gruwi sebanyak 217 unit dan volume produksi Grita 100 unit. Dari jumlah tersebut, 65 unit Gruwi telah disalurkan kepada difabel yang kurang mampu dan Grita masih dalam proses penyaluran.
Risma menjelaskan, Gruwi dan Grita masih dalam proses pengembangan dan uji coba sembari mengajukan hak paten secara nasional ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ataupun di tingkat internasional. Setelah itu, gelang akan diproduksi lebih banyak lagi melalui 31 sentra dan 6 balai besar Kementerian Sosial di seluruh Indonesia.
Ketua Umum Komisi Nasional Disabilitas (KND) Dante Rigmalia yang menyandang disabilitas ganda, disleksia dan kesulitan mendengar, mengatakan, Gruwi dan Grita sangat membantu dirinya dalam berkegiatan sehari-hari. Dia sudah menggunakannya selama kurang lebih tiga bulan terakhir.
”Alat ini membantu saya untuk menangkap suara di sekitar saya yang tidak dapat saya dengar. Saya menyebutnya gelang asik,” kata Dante.
Lapangan kerja
Salah satu alasan Kemensos belum berencana menggandeng industri untuk memproduksi Gruwi dan Grita adalah demi meningkatkan kemampuan, bahkan menjadikan lapangan kerja baru bagi penyandang disabilitas sebagai teknisi. Sebab, jika diproduksi oleh industri besar, ada kekhawatiran semangat inklusif disabilitas dalam gelang ini akan memudar.
”Karena dengan hak paten ada di kita (Kemensos), maka merek ada di kita, itu maka kemudian kita bisa kontrol soal harga,” kata Risma. Adapun harga satu unit Gruwi dan Grita ini ditaksir mencapai Rp 1,8 juta.
Salah satu teknisi Gruwi dan Grita, Muhammad Aldaouri (25), mengakui, menjadi teknisi elektro membangkitkan kembali semangat hidupnya dari kenyataan harus kehilangan kedua kakinya. Kaki Aldo, sapaan akrabnya, diamputasi saat masih duduk di bangku SMP akibat kecelakaan motor di dekat rumahnya di Bekasi, Jawa Barat.
Kini Aldo bersama lima difabel perakit Gruwi dan Grita tinggal di Sentra Terpadu Inten Soeweno (STIS) Bogor. Mereka dilatih selama tiga bulan sejak Mei 2023 untuk memproduksi inovasi gelang bagi difabel tersebut. ”Saya awalnya menerima kondisi ini susah, sudah mau bunuh diri. Ternyata, saat ada keterbatasan dan ketidaksempurnaan, pasti ada hikmahnya. Saya senang berkecimpung di elektro,” tuturnya.
Aldo pun senang hasil kerjanya ditampilkan di forum internasional, Forum Tingkat Tinggi Menteri Sosial Se-ASEAN. Banyak orang mengapresiasi dan memberikan masukan atas hasil kerjanya. Sejumlah delegasi ASEAN pun tertarik saat Gruwi dan Grita dipamerkan di Sentra Wirajaya, Makassar. Beberapa di antaranya ingin langsung membeli, tetapi belum bisa karena masih didistribusi terbatas dan belum dijual bebas.
Perhelatan Forum Tingkat Tinggi Menteri Sosial Se-ASEAN yang mengangkat tema ”Pembangunan Inklusif Disabilitas dan Kemitraan Pasca-2025” ini dihadiri 200 delegasi dari Badan Sektor ASEAN, organisasi terafiliasi ASEAN, organisasi penyandang disabilitas, mitra wicara ASEAN, serta akademisi di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, 10-12 Oktober 2023.
Pertemuan tersebut menghasilkan 10 poin Rekomendasi Makassar. Rekomendasi ini akan menjadi acuan bagi negara-negara ASEAN untuk mempercepat pembangunan negara yang inklusif difabel sesuai tujuan dari ASEAN Enabling Masterplan 2025.
Adapun isi Rekomendasi Makassar tersebut antara lain mendorong kewajiban negara memberikan jaminan sosial ekonomi, menyediakan akses lapangan pekerjaan, akses pendidikan, akses kesehatan, akses terhadap teknologi, serta menghilangkan hambatan stigma dan diskriminasi di masyarakat. Selain itu, sektor usaha didorong untuk berkomitmen menerapkan model bisnis dan rantai nilai yang inklusif difabel.