Kiat Singapura Memuliakan Penyandang Disabilitas
Melalui Enabling Masterplan 2030, pemerintah dan masyarakat Singapura bekerja sama mendukung penyandang disabilitas.
Sebelum memasuki Enabling Village di Lengkok Bahru, Singapura, Selasa (4/7/2023), pikiran melayang-layang penuh tanya. Apa benar di negara metropolitan semaju Singapura masih tersisa kawasan perdesaan?
Rasa penasaran itu akhirnya terjawab. Enabling Village ternyata bukan perdesaan seperti yang dibayangkan, melainkan ruang komunitas inklusif yang didedikasikan untuk mengintegrasikan penyandang disabilitas ke masyarakat. Tempat ini resmi dibuka oleh Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong pada 2 Desember 2015.
Begitu memasuki Enabling Village, terhampar lapangan parkir kendaraan. Beberapa bagian tempat parkir dicat warna biru dengan gambar logo penyandang disabilitas berwarna putih di bagian tengah.
Tempat parkir khusus itu dilengkapi peneduh. Di bagian belakang parkiran terdapat papan berisi tulisan: ”Kendaraan yang tidak sah akan dijepit rodanya. Biaya pembebasan (jepit roda) 150 dollar Singapura (sekitar Rp 1,7 juta). Untuk melaporkan parkir yang tidak sah silakan hubungi 6472***”.
Dari tempat itu, Faisal Mohamed Ali, Head Curriculum Development SG Enable, lalu mengajak 14 jurnalis dari Indonesia untuk berkeliling Enabling Villages. Tampak tulisan besar di pintu masuk Enabling Village, ”Building Dreams, Enabling Lives” (Membangun Mimpi, Memampukan Kehidupan).
Di Enabling Village, seseorang dapat menikmati perencanaan ruang kota yang mendukung aksesibilitas, inovasi sosial, pelatihan, serta lapangan kerja bagi penyandang disabilitas. Gedung-gedung di dalamnya dilengkapi dengan papan nama yang ramah bagi difabel, lengkap dengan huruf Braille bagi penyandang tunanetra. Koridor-koridor yang menyatukan antargedung bisa dilalui oleh siapa pun dengan aman.
Untuk menuju ruangan pusat gym inklusif ActiveSG yang berada di bagian bawah, tersedia dua akses jalan. Pengunjung umum bisa melewati tangga manual, sedangkan penyandang disabilitas yang memakai kursi roda bisa melewati jalur ramp yang berkontur zig zag. Jalur khusus itu dilengkapi dengan speaker pemandu di beberapa bagian.
Begitu memasuki pusat gym inklusif ActiveSG, terlihat deretan peralatan gym yang didesain khusus bagi para penyandang disabilitas. Peralatan tersebut telah dilengkapi dengan aneka macam panduan sehingga aman bagi penyandang disabilitas.
Tempat ini juga menjadi semacam laboratorium untuk menemukan inovasi-inovasi solutif yang bisa membantu penyandang disabilitas hidup lebih nyaman, bisa belajar dan bekerja dengan nyaman. Chong Kwek Bin, salah satu penyandang disabilitas yang bekerja di tempat ini, menerangkan satu per satu peralatan-peralatan inovasi khusus bagi penyandang disabilitas, mulai dari kursi roda, alat bantu jalan, hingga peralatan perkantoran yang didesain khusus agar mudah dioperasikan oleh penyandang disabilitas.
Di Enabling Village, seseorang dapat menikmati perencanaan ruang kota yang mendukung aksesibilitas, inovasi sosial, pelatihan, serta lapangan kerja bagi penyandang disabilitas.
Di Enabling Village, para jurnalis diajak berkunjung ke supermarket khusus disabilitas. Supermarket ini dilengkapi dengan berbagai macam perangkat bantu yang memudahkan penyandang disabilitas untuk berbelanja. Jika butuh bantuan, mereka bisa menekan tombol bantuan. Tersedia pula kaca pembesar bagi penyandang disabilitas low vision.
Beberapa meter dari supermarket, pengunjung bisa singgah sebentar di Professor Brawn Bistro, restoran yang dikelola Autism Resource Centre Singapore. Professor Brawn merupakan sebuah karakter superhero yang pintar, baik hati, dan kuat. Karakter ini diciptakan oleh seorang anak penyandang autisme spektrum disorder yang menjadi katalis untuk memulai usaha sosial berbasis semangat inklusif.
Di samping restoran tersebut, terpajang aneka macam hasil kerajinan dari para penyandang disabilitas, mulai dari mug, tas, dompet, hingga kaus. ”Di tempat ini, kami juga menyediakan kelas-kelas Enabling Academy untuk menyiapkan para penyandang disabilitas agar bisa bekerja. Di Singapura ada kewajiban bagi perusahaan-perusahaan untuk mempekerjakan penyandang disabilitas,” kata Faisal.
Baca juga: Penyandang Disabilitas Masih Sulit Akses Fasilitas Umum
SG Enable
Enabling Village dikelola oleh SG Enable yang menyatukan berbagai macam komunitas disabilitas, membuka supermarket ramah disabilitas, menyusun program pelatihan inklusif, dan menyiapkan pekerjaan bagi penyandang disabilitas. Tempat ini juga menyediakan taman kanak-kanak inklusif, ruang olahraga khusus bagi penyandang disabilitas, dan pusat teknologi yang membantu disabilitas bekerja.
SG Enable berdiri 10 tahun lalu. Saat ini, jumlah karyawan SG Enable sekitar 200 orang.
SG Enable didirikan oleh Kementerian Sosial dan Pengembangan Keluarga (Ministry of Social and Family Development) Singapura pada 2013. Untuk program ini, Kementerian Pendidikan Singapura turut membantu pembelajaran bagi siswa dengan kesulitan belajar atau kebutuhan pendidikan khusus, sementara Kementerian Kesehatan Singapura ikut mendukung terkait pengembangan kesehatan mental.
Pemerintah Singapura mengoptimalkan sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan kepada penyandang disabilitas. Mengutip laman https://www.sgenable.sg/, tingkat prevalensi disabilitas di Singapura dibagi dalam tiga kelompok, yaitu anak-anak sekolah (2,1 persen populasi), warga usia 18-49 tahun (3,4 persen populasi), dan warga usia di atas 50 tahun (13,3 persen populasi).
Data statistik Pemerintah Singapura menunjukkan, dari penyandang disabilitas di Singapura dengan usia kerja 15 hingga 64 tahun (tahun 2021 dan 2022), rata-rata 31,4 persen di antaranya telah bekerja, 3,0 persen tidak memiliki pekerjaan dan aktif mencari pekerjaan, lalu sisanya 65,7 persen berada di luar angkatan kerja. Yang menjadi persoalan serius adalah, kebanyakan dari penyandang disabilitas di luar angkatan kerja tersebut mengalami masalah kesehatan yang buruk.
Menteri Sosial dan Pengembangan Keluarga Singapura Masagos Zulkifli bersyukur banyak perusahaan di Singapura yang bersedia merekrut penyandang disabilitas sekaligus menyesuaikan cara bekerja mereka. ”Kami mau mendorong agar perusahaan-perusahaan memikirkan kerangka kerja mereka dari tiga pola, yaitu lingkungan, sosial, dan pemerintahan,” paparnya.
Simak juga: Pelatihan Musikalisasi Puisi bagi Difabel
Beberapa contoh kesaksian dari penyandang disabilitas dan komitmen dari perusahaan Singapura yang telah merekrut penyandang disabilitas terpajang di salah satu dinding tempat pelatihan di Enabling Village. ”Setelah kehilangan kakiku, aku memutuskan untuk mendaftar di program magang untuk berlatih bekerja di pelayanan administrasi kantor. Sekarang, aku bangga bisa berkontribusi di tempat kerja,” ungkap Kamaruddin bin Ahmad, penyandang disabilitas yang kini bekerja sebagai asisten administrasi penjualan di perusahaan Rohag Singapore.
Singapura dengan berbagai macam terobosannya bisa menjadi inspirasi bagaimana kita memuliakan penyandang disabilitas.