logo Kompas.id
HumanioraInferioritas Pangan Lokal di...
Iklan

Inferioritas Pangan Lokal di NTT

Jika makanan menjadi salah satu penanda identitas, kita akan sulit menemukan identitas itu di Nusa Tenggara Timur. Politik pangan bias beras telah menjadikan warga NTT inferior dengan pangan lokal mereka.

Oleh
AHMAD ARIF, FRANS PATI HERIN
· 6 menit baca
Pekerja mengangkut beras yang dikirim dari Larantuka di Pelabuhan Tobilota, Pulau Adonara, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Rabu (9/8/2023). Satu karung beras seberat 50 kilogram  dijual Rp 575.000.
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Pekerja mengangkut beras yang dikirim dari Larantuka di Pelabuhan Tobilota, Pulau Adonara, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Rabu (9/8/2023). Satu karung beras seberat 50 kilogram dijual Rp 575.000.

Kami sebenarnya bertekad hanya mengonsumsi pangan lokal selama perjalanan mendokumentasikan keragaman pangan di Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagaimana bagian dari peliputan sistem pangan di pulau-pulau kecil. Namun, apa daya kami harus bertahan dengan beras yang mesti didatangkan dari luar pulau.

Warung dengan menu masakan Padang dan masakan Jawa mendominasi hingga pelosok perkampungan, yang tentu saja karbohidratnya beras putih, selain warung bakso dengan mi gandum. Selama dua pekan perjalanan di NTT, kami kesulitan menemukan warung makan yang menyajikan bahan pangan lokal yang diolah dengan cara tradisional.

Editor:
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000