Jumlah peserta nonaktif dan yang menunggak dalam program JKN-KIS cukup besar. Solusi yang tepat dibutuhkan agar keberlanjutan program terjaga.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 52,3 juta peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat atau sekitar 20 persen dari total peserta berstatus tidak aktif. Status kepesertaan tak aktif itu disebabkan menunggak pembayaran iuran ataupun mutasi segmen kepesertaan.
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Agus Suprapto memaparkan hal itu dalam Rapat Dengar Pendapat bersama dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), di Jakarta, Rabu (27/9/2023).
Menurut Agus, jumlah peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang tak aktif cukup besar. Untuk itu, berbagai upaya harus dilakukan demi menekan jumlah peserta yang menunggak membayar iuran serta mengatasi persoalan mutasi kepesertaan.
”Salah satu instrumen untuk mendorong BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan dan semua pihak adalah penetapan indikator capaian kinerja tahun 2023 dan 2024. Instrumen kepesertaan penting agar kinerja untuk menekan peserta yang menunggak ditingkatkan,” ujarnya.
Merujuk pada data DJSN per 31 Agustus 2023, jumlah peserta nonaktif karena menunggak mencapai 15,5 juta jiwa dan jumlah peserta nonaktif akibat mutasi sebesar 36,8 juta jiwa.
Semua peserta nonaktif mutasi ditemukan pada peserta segmen pekerja bukan penerima upah atau peserta mandiri. Sementara peserta nonaktif yang menunggak terbanyak ditemui pada segmen peserta mandiri (15,3 juta jiwa) dan peserta pekerja penerima upah (PPU) badan usaha swasta (152,062 jiwa).
Jumlah peserta nonaktif karena menunggak mencapai 15,5 juta jiwa dan jumlah peserta nonaktif akibat mutasi 36,8 juta jiwa. Seluruh peserta nonaktif mutasi ditemukan pada peserta segmen pekerja bukan penerima upah atau peserta mandiri.
Pihaknya mendorong pemerintah memaksimalkan jumlah peserta penerima bantuan iuran (PBI) agar jangkauan jaminan kesehatan warga kurang mampu makin luas. Jumlah peserta PBI dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang seharusnya mencapai 96,8 juta jiwa kini baru 96,5 juta jiwa.
Selain itu, DJSN juga mendorong pemerintah kabupaten dan kota untuk tak menunda pembayaran peserta JKN-KIS yang didaftarkan pemerintah daerah, misalnya Pemerintah Kabupaten Malang. Diharapkan, pemda tak menunda pembayaran iuran peserta segmen PBI.
Merujuk pada surat pemberitahuan Kepala BPJS Malang Nomor 1861/VII-05/0723, ada lebih dari 670.000 peserta penerima bantuan iuran (PBI) Kabupaten Malang akan dinonaktifkan per 1 Agustus 2023. Hal itu dilakukan sesuai dengan keputusan pemerintah daerah setempat.
Inovatif
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Charles Honoris menuturkan, BPJS Kesehatan sebagai badan pengelola program JKN-KIS diharapkan lebih proaktif dan inovatif untuk meningkatkan kepesertaan dan kolektibilitas iuran JKN.
Inovasi yang ditawarkan harus bisa memastikan agar warga tidak kehilangan kesempatan mendapatkan jaminan kesehatan.
”Ada warga yang terpaksa menunggak karena kendala ekonomi, sedangkan ia tak masuk dalam peserta PBI. Jangan sampai mereka kehilangan kesempatan mendapat jaminan dan kehilangan hak berobat. Jika menunggu tunggakan lunas, ia bisa meninggal karena tak bisa berobat,” katanya.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengutarakan, BPJS Kesehatan menawarkan program rehab atau program pembayaran secara bertahap. Melalui program ini, peserta JKN yang memiliki tunggakan iuran akan dimudahkan dalam pembayaran tunggakan.
Peserta dengan minimal tunggakan tiga bulan dapat melakukan pembayaran secara mencicil dengan jangka waktu pembayaran maksimal 12 bulan.
Selain itu, keringanan pembayaran tunggakan juga telah diberikan untuk peserta. BPJS Kesehatan hanya akan mencatat dan menagihkan tunggakan iuran maksimal 24 bulan. Jadi, sekalipun ada tunggakan lebih dari 24 bulan, jumlah tunggakan yang ditagih hanya untuk 24 bulan.
Direktur Kepesertaan BPJS Kesehatan David Bangun menambahkan, upaya lain untuk mengatasi masalah status kepesertaan nonaktif, antara lain, mengadvokasi pemerintah daerah untuk mendaftarkan peserta bukan pekerja yang kurang mampu agar ditanggung dalam PBI APBD.
Selama masa pandemi, banyak penduduk yang sebelumnya menjadi peserta pekerja penerima upah tidak lagi mendapatkan tanggungan iuran JKN dari perusahaan karena mendapat pemutusan hubungan kerja.
”Jika kemampuan pemerintah daerah terbatas, kami upayakan menggunakan skema sharing iuran. Jadi, pemda tak sepenuhnya menanggung iuran peserta sebesar Rp 35.000 per orang, tetapi cukup menanggung Rp 20.000 per orang dan sisanya dibayar peserta atau dibantu CSR dari badan usaha,” katanya.