Karya musik yang tidak pernah didengar, seperti Janacek, Martinu, Mahler, Dvorak, dan yang populer, Freddy Mercury, dibawakan Amadeus Symphony Orchestra. Ini makin memperkaya referensi pencinta musik klasik Tanah Air.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·5 menit baca
Sederet lagu musik klasik karya komponis yang tidak pernah didengar di Indonesia, seperti Leos Janacek, Bohuslaw Martinu, Gustav Mahler, Antonin Dvorak, berhasil menghipnotis ratusan penonton yang hadir di Aula Utama Gedung Petra, Jakarta Selatan. Di bawah baton Henrik Hochschild dari Jerman, Amadeus Symphony Orchestra atau ASO sukses mengenalkan lagu-lagu klasik karya musisi Republik Ceko ke pencinta musik klasik di Tanah Air.
Konser bertajuk ”Bohemian Rhapsody” ini digelar di Aula Utama Gedung Petra, Jakarta Selatan, pada Rabu dan Kamis, 13 dan 14 September 2023. Sebanyak 52 musisi merayakan 30 tahun berdirinya orkestra gesek Capella Amadeus (CASCO) di bawah naungan Yayasan Musik Amadeus Indonesia.
Pemainnya berasal dari berbagai usia dengan musisi termuda berusia 12 tahun. Mereka terdiri dari pemain violin I, violin II, viola, selo, kontrabas, fagot atau basun, horn, flute, trompet, harpa, obo, timpani, piano, dan klarinet.
ASO membuka konser dengan Idyll for String Orchestra karya Leos Janacek (1854-1928), seorang komponis berkebangsaan Cekoslowakia. Ini adalah karya instrumental berskala besar kedua Janacek yang ditulisnya pada 1878. Saat itu terdapat lima gerakan lalu, yakni Andante, Allegro-Moderato-Allegro, Moderato, Allegro, dan Adagio, dua gerakan lain, yakni Scherzo-Trio dan Moderato, ditambahkan pada akhir 1880. Dan ASO membawakan semuanya.
Konser yang sangat luar biasa, saya sangat menyukai program kedua ketika anak muda bermain obo, dia sangat brilian mencuri perhatian dan layak mendapatkan tepuk tangan dari penonton.
”Program konser pertama, Idyll, menggugah rasa nostalgia, seperti melihat album foto lama. Ini menjadi sebuah penghargaan bagi Capella Amadeus yang didirikan Grace Soedargo 30 tahun lalu,” kata Hochschild setelah konser.
Program kedua berjudul Concerto Oboe and Small Orchestra karya Bohuslav Martinu (1890-1939), seorang komponis musik klasik modern Ceko. Dia menulis ini pada 1955 untuk pemain obo Australia kelahiran Ceko, Jiff Tancibudek, agar memperkenalkan karya ini kepada dunia. Dalam konser ini obo dimainkan oleh Wirya Satya Adenatya, solois obo anggota ASO.
Kedua program ini berlangsung selama satu jam, sekitar 250 penonton yang memenuhi Aula Utama Gedung Petra terpana melihat penampilan ASO. Nikmatnya menonton konser musik klasik, hampir semua penonton bisa menikmati konser dengan hikmat tanpa terhalang gadget yang merekam.
Setelah jeda, penonton kembali disuguhkan dengan program ketiga berjudul Fifth Symphony - 4th Movement Adagietto karya Gustav Mahler (1860-1911) asal Austria. Adagietto berarti adagio kecil yang merupakan gerakan simfoni terpendek, berdurasi sekitar 10 menit, dan merupakan lagu cinta untuk istrinya, Alma. Lagu ini dimulai dengan sangat pelan dengan beberapa nada yang ditahan dan petikan harpa yang beriak lembut yang secara bertahap mencapai klimaks menjadi lebih cepat dan keras.
”Adagietto merupakan salah satu surat cinta musikal terindah sepanjang masa, demikianlah kita merayakan Capella Amadeus malam ini,” ucap Hochschild.
Babak keempat, Hochschild bersama ASO membawakan Czech Suite in D Major, OP.39 karya Antonin Dvorak (1987-1937), seorang komponis aliran romantik asal Ceko. Karya ini ditampilkan perdana oleh Adolf Cecil pada awal 1879 di Praha, 16 Mei, saat konser yang diselenggarakan oleh Asosiasi Jurnalis Ceko. Setahun kemudian, Dvorak membawakannya di Praha, pada 29 Maret 1880 saat konser amal untuk pembangunan Teater Nasional.
Czech Suite ditulis dalam lima bagian, mulai dari Preludio (Pastorale), Polka, Sousedska (Minuetto), Romance, dan Finale. Dvorak memperkuat susunan orkestra yang ada dengan instrumen trompet dan timpani.
Terakhir, ASO dan Hochschild mempersembahkan lagu magis yang dibawakan oleh band Queen, Bohemian Rhapsody, era 1970-an dan tak lekang oleh waktu. Para penonton pun berupaya menahan mulutnya agar tidak menyanyikan lagu ciptaan Freddie Mercury itu yang bisa mengganggu hikmatnya penonton menyaksikan orkestra Amadeus.
”Konser yang sangat luar biasa, saya sangat menyukai program kedua ketika anak muda bermain obo, dia sangat brilian mencuri perhatian dan layak mendapatkan tepuk tangan dari penonton. Semua yang terbaik untuk Amadeus,” kata Duta Besar Jerman untuk Indonesia Ina Lepel.
Bertransformasi
Pendiri dan Direktur Artistik Amadeus Symphony Orchestra Grace Soedargo berharap suatu saat Amadeus bisa bertransformasi menjadi universitas musik hingga melahirkan maestro musik klasik. Musisi orkestra di Indonesia saat ini, menurut Grace, masih belum memiliki ciri khas dan karakter musik yang kuat.
”Impiannya kita harus punya universitas musik seperti di Eropa yang melahirkan musisi andal. Sekarang (Indonesia) banyak orkestra, tetapi pemainnya sama, cuma kami doang yang beda karena kami memproduksi musisi dari kecil,” kata Grace.
Sejak berdiri pada 1992, Sekolah Musik Amadeus mendidik ribuan murid dari berbagai usia, mulai dari usia 2 tahun. Saat ini, muridnya lebih dari 200 siswa yang mempelajari piano, alat gesek, tiup, juga perkusi. Dengan 25 guru, Amadeus terus mengembangkan musik klasik di Indonesia melalui pendidikan di ruang kelas, juga melalui bermain bersama di berbagai orkes siswa dan ensambel-nya. Sekolah ini merupakan satu-satunya sekolah musik di Asia Tenggara yang berafiliasi dengan sekolah musik di Wina, Austria, yakni Johann Sebastian Bach Musikschule (JSBM).
Capella Amadeus String Chamber Orchestra (CASCO) sendiri terbentuk pada 1993 sebagai perwujudan mimpi idealis Grace dan berkembang menjadi orkes kamar terbaik di Indonesia. Ratusan pertunjukan telah dilaksanakan, baik di kota-kota di Indonesia maupun Asia.
Melalui kerja sama dengan Goethe Institut, Sekolah Musik Amadeus mendirikan departemen tiup dengan mengundang guru-guru dari Jerman, di antaranya Christian Syperek (trompet) dan Benjamin Fischer (obo). Dengan dibentuknya departemen tersebut, CASCO berkembang menjadi Amadeus Symphony Orchestra yang tampil perdana pada 2013 untuk merayakan 20 tahun berdirinya CASCO.
CASCO dan ASO telah bekerja sama dengan konduktor mancanegara, antara lain Phillip Green (Australia), Prof. Christiane Hutcap (Jerman), Jahja Ling (Amerika), Lee Chong Min (Singapura), David Riniker (anggota Berlin Philharmonic, Jerman), Pierre Oser (Jerman) dan Prof Robert Lehrbaumer (Austria), serta telah menampilkan karya-karya terkenal yang belum pernah ditampilkan di Indonesia. Beranggotakan musisi profesional juga musisi muda dari usia 12 tahun, orkestra ini berperan besar dalam perkembangan musik klasik di Indonesia, baik di masa sekarang maupun yang akan datang.