Pianis dan komponis Ananda Sukarlan membawakan lagu ”Invictus” untuk pertama kali dalam konser amal Carry the Light pada Sabtu (12/8/2023) di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta Selatan.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·5 menit baca
DOKUMENTASI CARRY THE LIGHT CONCERT
Pianis Ananda Sukarlan memainkan piano berjudul "Invictus" pada Sabtu (12/8/2023) di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta Selatan. Lagu ini terinspirasi dari puisi ”Invictus” karya penyair Inggris, William Ernest Henley (1849-1903).
Apa pun situasinya, selama seseorang menolak kalah dengan keadaan, maka ia bisa terus maju dan tak terkalahkan. Demikian pesan dalam puisi ”Invictus” karya penyair Inggris, William Ernest Henley (1849-1903). Untuk pertama kali, puisi yang berarti ”Tak Terkalahkan” itu ditafsir menjadi komposisi oleh pianis Ananda Sukarlan.
Pianis dan komponis Ananda Sukarlan membawakan lagu ini untuk pertama kali dalam konser amal bertajuk Carry the Light pada Sabtu (12/8/2023) di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta Selatan. Pementasan yang diselenggarakan Catholic Fellowship Jakarta (CFJ) ini bertujuan memberikan akses pendidikan inklusif kepada anak-anak di Jakarta. Selain itu, juga untuk anak-anak panti asuhan dan anak-anak dari keluarga kurang mampu di Purwodadi, Maumere, Sumba, dan Kalimantan Barat.
Kata invictus berasal dari bahasa Latin yang berarti tak terkalahkan. Puisi yang semula tanpa judul itu ditulis oleh William Ernest Henley setelah kaki kirinya diamputasi. Selama masa perawatan di rumah sakit untuk melawan tuberkulosis tulang, sang penyair kerap putus asa.
Ia kemudian menuangkan perasaannya dalam kata-kata yang mengekspresikan ketabahan, keberanian, dan penolakan terhadap kekalahan. Itu terbaca, misalnya, dari kalimat ”I thank whatever Gods may be, for my unconquerable soul (Aku berterima kasih kepada Tuhan mana pun, atas jiwaku yang tak terkalahkan)”. Ia juga menulis, ”My head is bloody, but unbowed (Kepalaku berdarah, tetapi tidak tertunduk)”.
DOKUMENTASI CARRY THE LIGHT CONCERT
Pemain selo yang memiliki autisme, Zephania Gurning, bermain musik dalam konser amal Carry the Light pada Sabtu (12/8/2023) di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta Selatan.
Ditulis tahun 1875, tetapi tidak diterbitkan sampai 13 tahun kemudian, ”Invictus” langsung menjadi puisi yang populer. Dua bait terakhir puisi ini berbunyi ”I am the master of my fate, I am the captain of my soul”. Artinya, aku adalah tuan dari takdirku, aku adalah pemimpin dari jiwaku.
Berkat puisi ini, banyak orang jadi terinspirasi untuk bangkit dan melanjutkan kehidupan. Puisi ini dipercaya berhasil menyelamatkan Nelson Mandela yang harus hidup di penjara berpuluh-puluh tahun lamanya.
Puisi ”Invictus” sebelumnya pernah dijadikan film dengan judul yang sama, dibintangi oleh Morgan Freeman dan Matt Damon. ”Mengingat puisi ini belum pernah ada yang membuatkan musiknya, inilah saatnya saya membuat untuk memotivasi kita semua, termasuk generasi muda,” kata Ananda.
Ananda memainkan piano didampingi penyanyi soprano Ratnaganadi Paramita dan pemain selo dengan autisme, Zephania Gurning. Melalui musiknya, pianis yang menuliskan seri ”Rapsodia Nusantara” (saat ini sudah 39 nomor) itu menghidupkan karakter dalam puisi dan mentransfer muatan makna yang bisa dirasakan para pendengar. Demikian juga teknik vokal dan kejernihan suara soprano Ratnaganadi menambah kesan dan menyentuh hati para pendengar.
Mengingat puisi ini belum pernah ada yang membuatkan musiknya, inilah saatnya saya membuat untuk memotivasi kita semua, termasuk generasi muda.
Tangan kiri
Keberanian untuk melangkah apa pun situasinya juga tecermin dalam karya lain yang dimainkan oleh Ananda, yaitu ”Rapsodia Nusantara No. 39”. Lagu dengan kesulitan tingkat tinggi ini diciptakan untuk pianis dengan tangan kiri saja.
Selama lima menit, jari-jari lincah Ananda bergerak di atas piano menghasilkan melodi yang indah dan enak didengar. Tanpa melihat langsung ke arah Ananda, penonton tidak akan menduga bahwa karya ini dimainkan hanya dengan satu tangan. Itulah sebabnya, karya ini menjadi lebih sulit daripada karya biasa.
Di atas piano, jari-jari Ananda sibuk memainkan melodi dengan jangkauan nada yang lebar. Bagi banyak orang, memainkan musik dengan dua tangan lebih mudah mengingat ada keseimbangan. Sementara memainkan musik dengan satu tangan berarti harus kerja keras memainkan melodi untuk dua atau tiga suara sekaligus.
Ini bukan pertama kali Ananda menciptakan lagu untuk orang berkebutuhan khusus. Lagu ”Rapsodia Nusantara No. 15” juga diciptakan untuk pianis difabel. Kedua lagu ini punya durasi 5-6 menit, lebih pendek daripada seri lainnya. Seri ”Rapsodia Nusantara No. 25” bahkan punya durasi 15 menit.
DOKUMENTASI CARRY THE LIGHT CONCERT
Pianis Ananda Sukarlan (tidak tampak) memainkan piano didampingi penyanyi soprano Ratnaganadi Paramita (kanan) dan pemain selo dengan autisme, Zephania Gurning. Lagu berjudul "Invictus" dibawakan pada Sabtu (12/8/2023) di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta Selatan.
Meski lebih pendek, bukan berarti memainkannya jadi lebih mudah. Lagu ”Rapsodia Nusantara No. 15” dan ”Rapsodia Nusantara No. 39” melelahkan karena dimainkan hanya dengan satu tangan. Karena itu, konsentrasi, tenaga, dan keseimbangan harus diperhatikan untuk memainkan musik dengan jangkauan nada yang lebar dari ujung ke ujung.
Hingga saat ini, pianis yang menjadi satu-satunya orang Indonesia dalam buku The 2000 Outstanding Musicians of the 20th Century ini sudah menciptakan puluhan lagu untuk orang-orang dengan kebutuhan khusus, seperti orang yang terlahir dengan satu tangan kiri, satu tangan kanan, punya beberapa jari, tunanetra, atau tidak punya kaki.
Ketertarikan itu muncul sejak 2003. Ratu Spanyol saat itu, Ratu Sofia, melalui Fundacion Musica Abierta mengundang 10 musisi dari sejumlah negara, termasuk Ananda, untuk membuat lagu-lagu bagi penyandang disabilitas.
Sejak saat itu, Ananda makin rajin membuat komposisi untuk kalangan berkebutuhan khusus dengan tingkat kesulitan beragam. ”Saya membayangkan kalau anak-anak berkebutuhan khusus sudah jadi pianis profesional, selanjutnya bagaimana. Musik apa yang tersedia. Maka, saya menciptakan materi lagu ini untuk mereka,” ujarnya.
DOKUMENTASI CARRY THE LIGHT CONCERT
Para penyanyi dalam konser amal Carry the Light pada Sabtu (12/8/2023) di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta Selatan.
Lagu lain berjudul ”Lonely Child” diciptakan dari pengalamannya sering merasa sendiri dan kesepian ketika masih kecil. Lagu itu bisa dimainkan dengan satu tangan kiri, sementara tangan kanan memegang tongkat. Melalui musik, ia ingin memberi terang bagi sesama, terutama untuk menunjukkan kreativitas tak terbatas.
Pengalaman itu memengaruhi karier bermusik Ananda. Menurut Ananda, kadang-kadang dirinya ingin menciptakan lagu yang membutuhkan tiga tangan. Padahal, manusia hanya punya dua tangan. ”Oleh karena itu, sebenarnya dalam dunia nyata kita harus beradaptasi dengan apa pun yang kita miliki, apa pun kondisinya,” katanya.
Sebelum penampilan Ananda, paduan suara CFJ membawakan lagu tradisional dari sejumlah provinsi serta musik Broadway dan pop. Anak-anak dari Panti Asuhan Griya Asih, Ambiente Choir, dan Rumah Hati Suci juga tampil. Di konser ini, ”Rapsodia Nusantara No. 3” yang mengambil tema dari lagu-lagu Maluku, ”Rasa Sayange” dan ”Sarinande”, ditampilkan dengan baik oleh Winny Gracia. Konser ini juga dilengkapi tari saman (Aceh) oleh anak-anak Griya Asih serta penampilan Veronica Windy (Puteri Indonesia Berbakat 2023).
Oleh karena itu, sebenarnya dalam dunia nyata kita harus beradaptasi dengan apa pun yang kita miliki, apa pun kondisinya.
Seluruh dana yang terkumpul dari konser amal ini akan digunakan untuk kegiatan sosial, seperti membangun pusat terapi yang dikelola oleh Lovely Hands di Jakarta Utara; membangun asrama SMP Bhakti Mulia di Purwodadi, Jawa Tengah; membangun fasilitas kelas dan toilet SMPK Flos Karmeli di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur; dan melunasi tunggakan uang sekolah anak-anak yatim piatu di bawah Yayasan Nativitas di Maumere, Nusa Tenggara Timur.
Getaran ”Invictus” menjelma menjadi gerakan nyata yang menguatkan bagi pemberi ataupun penerima bantuan.