Apa jadinya ketika lagu-lagu aneka genre milik kelompok musik legendaris Koes Plus digubah dalam aransemen orkestra dan dibawakan dalam format paduan suara? Tetap renyah ternyata.
Oleh
RIANA A IBRAHIM
·5 menit baca
Sabtu (26/8/2023), Teater Besar Jakarta menjadi ruang nostalgia sekaligus memperkenalkan pada anak muda pernah ada band serba bisa yang tahan lama dengan karyanya di Indonesia.
Lewat gelaran tahunan Simfoni untuk Bangsa yang sudah bergulir sejak 2010, Jakarta Concert Orchestra kini menyuguhkan sejumlah hits dari Koes Plus untuk kembali dinikmati. Dengan menggandeng Batavia Madrigal Singers, The Resonanz Children’s Choir, dan Armonia Choir Indonesia muncul kejutan-kejutan manis dalam gerak dan suara yang dilantunkan.
Lampu mulai teater mulai meredup. Para pemain orkestra disusul Avip Priatna selaku konduktor dari Jakarta Concert Orchestra naik ke panggung. Tak lama kemudian, Avip mengangkat tangan dan alunan biola mengawali iringan musik lainnya memainkan lagu ”Indonesia Raya” dan para penonton berdiri turut bernyanyi.
Usai lagu kebangsaan, medley sejumlah lagu Koes Plus seperti ”Nusantara 2”, ”Diana”, ”Tul Jaenak”, ”Mengapa”, dan ”Kembali ke Jakarta” dimainkan sebagai lagu pembuka yang langsung menuai tepuk tangan. Setelah itu, aksi paduan suara disertai koreografi yang rancak pun bergantian memenuhi panggung.
Diawali pasukan The Resonanz Children’s Choir kelas Serunai yang berisi anak-anak berusia 5-9 tahun membawakan tiga lagu anak-anak milik Koes Plus yaitu ”Sepasang Merpati”, ”Do Re Mi”, dan ”Mandolin”. Ya, ternyata Koes Plus tak hanya punya lagu aneka genre tapi juga lagu untuk semua usia. Album Pop Anak-anak milik Koes Plus yang berisi lagu-lagu yang dinyanyikan malam itu berasal dari album Pop Anak-anak Koes Bersaudara ‘87.
Meski jika didengarkan sekilas, lagu ”Do Re Mi” ini hampir mirip dengan lagu ”Do Re Mi” milik The Sound of Music. Namun, liriknya dibuat dengan latar belakang Indonesia sehingga terasa menggelitik. Ditambah lagi, gaya para anak-anak Serunai yang berkostum nuansa merah putih berusaha menari dengan padu dengan suara riang yang bersemangat cocok dengan pilihan lagunya. Menggemaskan.
Selanjutnya, giliran penampilan The Resonanz Children’s Choir yang berusia 9-16 tahun dan baru saja memenangkan Grand Prix di Leonardo Da Vinci International Choral Festival 2023 pada Juli lalu. Mereka membawakan dua lagu dari album pop anak-anak, yaitu ”Hura-hura”dan ”Ta-ta-ta-ta”, lalu menyanyikan singel fenomenal yang rilis pada 1962 dan diakui sebagai 150 lagu Indonesia Terbaik versi Majalah Rolling Stone Indonesia, yaitu ”Bis Sekolah”.
Aransemen ”Bis Sekolah” kali ini pun seakan disesuaikan dengan rentang usia para remaja ini. Sentuhan mirip lagu-lagu bernuansa Disney kental terasa. Khas dengan koreografinya, para remaja perempuan ini menyanyi dengan ekspresif dan menari dengan lincah sembari seolah tengah menunggu bis sekolah yang hendak menjemput mereka sepulang dari belajar.
Batavia Madrigal Singer pun tak kalah memukau dengan menyanyikan sejumlah lagu seperti ”Bujangan”, ”Dara Manisku”, ”Oh Kasihku-Jangan Marah”, dan ”Jemu”. Aksi mereka yang teatrikal seakan tengah berada di panggung Broadway. Bernyanyi, sedikit berceloteh, menari, dan saling berinteraksi. Menarik.
Ada juga Armonia Choir Indonesia, kumpulan para ibu-ibu yang masih aktif menyanyi dan dipercaya membawakan ”Kolam Susu” dengan sentuhan dangdut dalam orkestra dengan koreografi sebagian tari tradisional.
Malam itu, penyanyi tenor Farman Purnama dan penyanyi sopran Fitri Muliati juga ikut meramaikan panggung dengan membawakan lagu-lagu Koes Plus secara solo, dari ”Kisah Sedih di Hari Minggu”, ”Hidup yang Sepi”, ”Andaikan Kau Datang”, ”Pelangi”, dan ”Why Do You Love Me”.
Ada juga BMS Kuartet yang berisi Josephina Casey, Stefany Chandra, Mitchell Toar Wuisan, dan Abraham Patrick Simanjuntak menyanyikan satu lagu ”Manis dan Sajang”. Menariknya, kostum mereka benar-benar serasa kembali ke tahun 1970-an. Celana cutbrai, kemeja bermotif floral dengan warna mencolok, gaun selutut warna-warni dengan bando dan rambut sedikit disasak. Sementara Mitchell dan Abraham melengkapi penampilannya dengan wig gondrong nanggung, model rambut populer pria di masa itu.
Menjaga warisan
Avip yang juga menjadi Direktur Musik dari Jakarta Concert Orchestra dan pendiri The Resonanz menjelaskan pemilihan Koes Plus pada Simfoni untuk Bangsa tahun ini. ”Tujuannya merawat lagu Indonesia dan memperkenalkannya kepada anak-anak muda di sini tentang kekayaan musik Indonesia,” jelas Avip.
Memang tak semua anak zaman sekarang mengenal Koes Plus yang semula bernama Koes Bersaudara dan eksis sejak 1962. Kelompok musik yang semula diawaki anak-anak dari Raden Koeswoyo, yaitu Tonny, Yon, Yok, dan Nomo, ini sangat digandrungi pada masanya. Meski Koes Bersaudara kemudian berubah nama menjadi Koes Plus karena Nomo mengundurkan diri dan digantikan Murry, lagu-lagu mereka tetap diminati.
Dari perang terhadap musik ngak ngik ngok kala itu hingga lahir album Dheg Dheg Plas pada 1969 dari Koes Plus, band yang secara internal penuh konflik ini tak henti memberi warna musik Indonesia. Meski mereka kerap memainkan lagu The Beatles, Everly Brothers, Bee Gees hingga gayanya pun menyerupai personil band manca itu, mereka tetap menghasilkan lagu berbahasa Indonesia yang saat itu dianggap tidak keren.
Alih-alih berhenti, mereka terus berkarya bahkan menghasilkan lagu-lagu dengan berbagai macam aliran, dari pop, rock n roll, dangdut/melayu, keroncong, folk, hingga lagu pop anak-anak. ”Kiranya belum ada grup musik lain di Indonesia yang seproduktif dan sevariatif mereka. Kekayaan kreativitas yang melekat pada karya Koes Plus ini telah menarik perhatian saya untuk menyajikan lagu mereka dalam formasi orkestra,” jelas Avip.
Ia pun berharap dari sini, bukan hanya opa oma atau mama papa yang bernostalgia. Namun para generasi muda ini mengenal siapa Koes Plus dan karyanya sehingga warisan musik Indonesia ini terus bergulir. Sebab, keberadaan Koes Plus merupakan salah satu penoreh sejarah dalam kanvas musik Indonesia yang terus menginspirasi musisi-musisi masa kini.
Jadi, mari bernyanyi bersama, mari berjoget semua....