Perkuat Pendidikan Nilai untuk Raih Indonesia Emas 2045
Pembenahan pendidikan perlu juga menguatkan pendidikan nilai yang esensial mendukung kemajuan bangsa. Nilai-nilai etos kerja, gotong royong, dan integritas diyakini memberi arah untuk tercapainya Indonesia Emas 2045.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan Indonesia masih tertinggal. Padahal, pendidikan diandalkan untuk mendukung sumber daya manusia unggul menyambut Indonesia Emas 2045. Untuk itu, penting meluruskan kembali arah pendidikan dengan pendidikan nilai selain peningkatan kapasitas kemampuan.
Apalagi, dunia pendidikan saat ini menghadapi tantangan perubahan kehidupan umat manusia yang tidak lepas dari teknologi digital, termasuk hadirnya kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang semakin canggih. Pendidikan tidak lagi sekadar transfer ilmu pengetahuan, tetapi harus dioptimalkan untuk memperkuat keteladanan dan arah hidup generasi masa depan bangsa.
Anggota Tim Ahli Gugus Tugas Gerakan Nasional Revolusi Mental, Allisa Wahid, mengatakan, Indonesia mengalami struktur perubahan demografi yang membuat lebih banyak orang tinggal di perkotaan dan kawasan urban sejak 2020. Dampaknya, pola pikir mereka berubah dari kehidupan desa yang sosiosentrik (sarat norma masyarakat) menjadi lebih individual, bahkan cenderung senang ”menyelamatkan diri sendiri”.
Kelompok kelas menengah juga tumbuh sekitar 62 persen sehingga ada keleluasaan kesejahteraan. Ketika daya beli masyarakat lebih besar, mereka ada pilihan. Tuntutan terhadap dunia pendidikan juga semakin tinggi sehingga mereka menuntut pendidikan berkualitas.
Lalu, kelompok milenial sejak tahun 2020 jumlahnya sekitar 34 persen dan makin membesar. Anak-anak ini memiliki pola perilaku yang berbeda, terutama dalam interaksi di media digital. Mereka bisa tersesat kepada paham radikalisme karena kelompok garis keras atas nama agama semakin kreatif menjangkau anak muda lewat teknologi digital.
”(Hal) ini jadi membuat dunia pendidikan harus menyelaraskan dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi,” ujar Allisa dalam webinar Satu Frekuensi bertajuk ”78 Tahun Pendidikan Indonesia, Terus Melaju untuk Indonesia Maju” yang digelar Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis, Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Selasa (5/9/2023).
Oleh karena itu, kata Allisa, dunia pendidikan perlu diluruskan kembali, terutama untuk menguatkan nilai-nilai. Dari sinilah kemudian dirumuskan untuk memperkuat nilai-nilai revolusi mental guna mendukung kemajuan bangsa. Pendidikan nilai-nilai tentang etos kerja, gotong royong, dan integritas (EGI), menurut Allisa, sebenarnya sudah menjadi konsep sejak di masa Presiden ke-1 RI Soekarno.
”Sayangnya konsep dasar yang sudah jelas ini implementasinya kurang. Kita ingin membangun karakter EGI ini sebagai esensi dari revolusi mental agar bisa menuju Indonesia Emas,” kata Allisa.
Allisa mengatakan, SDM unggul Indonesia itu merupakan manusia yang memiliki nilai-nilai dan kapasitas. Karena itu, penting untuk menyepakati pendidikan berbasis nilai yang dapat dilakukan di ruang-ruang kelas.
”Maka kita bisa memenuhi janji kemerdekaan bangsa. Sebab janji itu bukan untuk meningkatkan level pendidikan atau membangun sekolah megah, melainkan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan merawat kesempatan Indonesia emas,” katanya.
Reposisi guru
Sementara itu, Ketua Dewan Pakar PB PGRI yang juga Komisaris Independen PT Telkom Indonesia Marsudi Wahyu Kisworo mengatakan, transformasi digital, ditambah lagi dengan berkembangnya AI, berpengaruh pada pembelajaran dan profesi guru di masa depan. Bahkan, ada alarm pengembangan AI yang melebihi kecerdasan manusia.
”Meskipun teknologi digital berkembang, tetap diyakini guru tidak tergantikan. Di sinilah perlu reposisi guru bahwa mereka menjadi fasiliator. Mereka mendorong penggunaan AI yang efektif, tetapi perlu mengontrol dan mengawasi bahwa hasil ChatGPT benar. Sebab, siswa juga belum tahu sehingga guru dapat berdiskusi. Di sinilah guru mengembangkan variasi asesmen yang beragam, tidak sekadar ujian. Namun, lewat kegiatan dan perilaku sehari-hari juga dapat menjadi variasi tes dan non-tes,” kata Marsudi.
Basyarudin Toyib, Pemimpin SMA PGRI Plus Cibinong, mengatakan, pendidikan menjadi salah tujuan Indonesia Merdeka. Salah satu tugas pemerintah adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itu, memajukan pendidikan nasional adalah tugas konstitusional pemerintah melalui sistem pendidikan nasional.
Namun, kondisi setelah 78 tahun Indonesia Merdeka saat ini rata-rata lama sekolah masih berkisar 8,54 tahun (kelas 2 SMP) dan peringkat pendidikan Indonesia tahun 2023 di urutan ke-67 dari 203 negara. Indonesia masih tertinggal dari negara tetangga, seperti Singapura (21), Malaysia (38), atau Vietnam (66).
Ketertinggalan tersebut terlihat utamanya dari ketidakseriusan menangani salah kunci utama pendidikan soal peningkatan kualitas, profesioanalisme, dan kesejahteraan guru. Sudah lama ada moratorium guru, padahal tiap tahun puluhan ribu guru pensiun. Sertifikasi guru yang seharusnya selesai tahun 2015 hingga saat ini juga belum selesai,
”Persoalan kita di guru. Perubahan kurikulum sebenarnya tidak menjawab pembenahan pendidikan. Di Kurikulum 2013, sebenarnya juga sudah menyiapkan pendidikan abad ke-21, seperti klaim Kurikulum Merdeka. Namun, para guru yang menjalankan pendidikan dan kurikulum selama ini masih jauh dari sentuhan peningkatan profesionalisme secara berkelanjutan dan kesejahteraan,” kata Basyarudin.
Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi mengatakan, setelah melewati pandemi Covid-19, pendidikan Indonesia menghadapi tantangan learning loss, perubahan iklim, hingga mempersiapkan anak-anak didik menjadi pembelajar sepanjang hayat. ”Dalam proyeksi Indonesia 2045, bisa tidak untuk mengawal masa depan Indonesia, peran guru juga sebagai game changer atau penentu perubahan. Jadi, guru tidak bisa tertinggal lagi, tidak lagi ada kekurangan guru atau status guru yang diabaikan,” ujar Unifah.
Ketika guru dipandang sebagai penentu perubahan, menurut Unifah, maka ketersediaan, kesejahteraan, dan peningkatan profesionalisme berkelanjutan mereka harus sudah terintegrasi. Meskipun kini banyak sumber pembelajaran, peran guru tetaplah penting.
Guru bisa membangkitkan semangat, mendorong perilaku positif, asertif, dan antisipatif pada kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada masa depan. Karena itu, guru harus siap untuk terus belajar.
”Kalau menaruh proyeksi ke depan, jangan tinggalkan para guru. Kami juga terus memperbaiki strategi, cara berjuang, dan cara berkomunikasi dengan berbagai pihak supaya guru tetap punya peran penting,” pungkas Unifah.