Sistem Pendidikan Indonesia Masih Perlu Banyak Perbaikan
Masih banyak hal yang harus diperbaiki dalam sistem pendidikan Indonesia. Tidak hanya persoalan kualitas pendidikan yang masih rendah, tapi juga masalah akses dan partisipasi.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan di Indonesia saat ini masih menghadapi berbagai tantangan. Kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan karena kesenjangan akses dan pendidikan antarwilayah, distribusi guru yang tidak merata, serta banyaknya kualitas lulusan yang rendah.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Amich Alhumami mengatakan, rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) untuk mendukung pencapaian Indonesia Emas 2045 diraih melalui 8 visi pembangunan, 17 arah pembangunan, serta 45 indikator utama pembangunan. Adapun, pendidikan berkualitas yang merata menjadi salah satu isu prioritas dalam RPJPN 2025-2045 tersebut.
Menurut Amich, masih banyak hal yang harus diperbaiki dalam sistem pendidikan Indonesia. Tidak hanya persoalan kualitas pendidikan yang masih rendah saja, tetapi juga persoalan mendasar terkait akses dan partisipasi dalam pendidikan.
”Kesenjangan partisipasi di dunia pendidikan masih terjadi, baik kesenjangan antarwilayah maupun sosial dan ekonomi. Kesenjangan wilayah tidak hanya terjadi antarprovinsi, tetapi antarkabupaten atau kota,” kata Amich dalam diskusi kelompok terarah (FGD) bertema ”Bagaimana Peran Pendidikan Berbasis Masyarakat dalam Rancangan RPJPN Indonesia Emas 2045?”, Rabu (21/6/2023) di Jakarta. Diskusi ini digelar Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonformal (Dikdasmen PNF) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Selain itu, masih ada keterbatasan kualitas dan kuantitas guru akibat distribusi guru antardaerah yang tidak merata. Ada daerah yang kelebihan guru dan ada pula daerah yang kekurangan guru.
Sebagian besar guru sudah memiliki kualifikasi pendidikan minimal S-1, tetapi kurang dari 50 persen yang sudah memiliki sertifikasi. Di samping itu, kompetensi guru masih perlu ditingkatkan karena menurut hasil uji kompetensi guru nasional pada tahun 2015, nilai rata-ratanya masih 56,69.
”Ketersediaan prasarana pembelajaran digital juga belum memadai beserta kualitas lulusan (yang) masih rendah juga menjadi isu-isu strategis,” kata Amich.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi sependapat dengan Amich. Menurut dia, terdapat berbagai tantangan bangsa dalam menghadapi Indonesia Emas 2045, salah satunya perubahan lanskap pendidikan. Transformasi digital dalam pendidikan, kesenjangan pendidikan, dan tata kelola pendidikan menjadi isu yang harus diperhatikan saat ini.
Sementara itu, masih ditemukan sejumlah persoalan di sektor tenaga pendidik, seperti penempatan guru yang belum merata, kualitas guru yang belum ideal, tingkat kesejahteraan guru yang masih rendah, dan jenjang karier yang belum jelas.
Pendidikan semestinya dapat diakses oleh seluruh penduduk Indonesia tanpa membedakan jenis kelamin, status sosial, dan kelompok ekonomi.
Amich menambahkan, pendidikan semestinya dapat diakses seluruh penduduk Indonesia tanpa membedakan jenis kelamin, status sosial, dan kelompok ekonomi. Pendidikan juga merupakan hak dasar bagi semua warga negara, dan bukan hak istimewa bagi sekelompok masyarakat.
Oleh sebab itu, pelayanan pendidikan harus dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, bahkan yang tinggal di daerah tertinggal atau perbatasan sekalipun. Selain itu, layanan pendidikan juga harus berkualitas dan mampu mewujudkan sumber daya manusia unggul serta meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global.
Untuk memenuhi kebutuhan guru, kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat dibutuhkan, antara lain, memastikan data pokok pendidikan (dapodik) sesuai dengan data di sekolah, melakukan penataan, distribusi, dan redistribusi, baik guru aparatur sipil negara (ASN) maupun non-ASN, sesuai dengan kebutuhan sekolah, serta melihat ketersediaan formasi untuk seleksi guru ASN sesuai kebutuhan.
”Perencanaan pembangunan pendidikan harus dilakukan dengan mempertimbangkan potensi, kekuatan, dan kebutuhan nyata dari masyarakat,” tutur Amich.
Prioritas isu mengenai pendidikan tersebut diharapkan mampu mendorong pembangunan negara yang lebih berpusat pada manusia. Oleh sebab itu, lulusan pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas hidup, kesejahteraan, dan meningkatkan harkat dan martabat dengan pemenuhan kebutuhan dasar.
Tiga hal penting
Dosen Universitas Multimedia Nusantara, Doni Koesoema, menekankan pentingnya membangun karakter manusia Indonesia. Menurut dia, tujuan pendidikan untuk menuju ke Indonesia emas 2045 harus diarahkan pada tiga hal, yaitu membangun manusia Indonesia yang sehat, cerdas, dan berkarakter.
”Karakter yang dimaksud di sini adalah kemampuan memiliki nilai yang dapat mentransformasi bangsa ini menjadi bangsa yang besar,” kata Doni.
Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PNF Pimpinan Pusat Muhammadiyah Alpha Amirrachman mengatakan, untuk mencapai akselerasi pendidikan menuju Indonesia maju pada tahun 2045, diperlukan formulasi kebijakan yang hati-hati dan terukur dalam tiga aspek utama, yaitu akses, relevansi, dan tata kelola pendidikan.
Alpha juga mendorong pemerintah menggunakan Human Capital Index (HCI) sebagai salah satu indikator RPJPN 2025-2045. HCI akan menunjukkan perkembangan kondisi kesehatan dan pendidikan di suatu negara yang mampu membentuk produktivitas pekerja generasi selanjutnya. HCI dihitung berdasarkan komponen tingkat kematian dan tengkes anak di bawah lima tahun, kuantitas dan kualitas pendidikan, serta kemampuan bertahan hidup saat dewasa.