Membangun Spirit Baru
Banyak orang ingin mengembangkan diri tetapi tak tahu caranya. Upaya mengembangkan diri bisa dilakukan dengan fokus terhadap hal yang positif.
Banyak dari kita, secara pribadi ataupun organisasional, yang ingin mengembangkan diri tetapi tidak mengerti bagaimana caranya. Yang dirasakan malahan kondisi yang seolah tak bergerak. Ada perasaan jenuh, bosan, dan kurang antusias.
Dalam organisasi, selain hal-hal di atas, mungkin juga ada konflik dengan sesama pekerja, dibarengi dengan kurang rasa kebersamaan atau soliditas. Terasa tidak ada gereget dalam tim kerja, hingga optimisme dan rasa percaya pada organisasi menurun.
Bila kita mengalaminya secara pribadi, kecenderungan umum adalah untuk mencoba menilai diri: apa yang salah dengan diri kita? Apa yang harus diperbaiki?
Dalam organisasi juga demikian. Akan ada kecenderungan untuk mengevaluasi: apa yang salah, bagian mana yang tidak efisien, mekanisme apa yang harus diperbaiki, dengan cara apa? Berbagai metode dan analisis dilakukan untuk menemukan kesalahannya, dalam rangka dapat menghadirkan pemecahan masalah.
Baca juga : Ruang Merawat Diri
Diperlukan waktu panjang dan proses melelahkan untuk melakukan asesmen lewat beragam cara, entah survei, rangkaian kunjungan dan observasi lapangan, pertemuan dan wawancara, hingga tela'ah yang rumit terhadap semua data. Kita belum lagi membahas biaya yang dapat sangat besar untuk melakukannya.
Dalam kenyataannya, belum tentu terjadi perubahan signifikan seperti yang diharapkan. Masih ada kejenuhan, sikap skeptis terhadap rekan kerja ataupun lembaga, dan berbagai energi negatif yang menurunkan semangat. Singkat kata, pendekatan di atas sering tidak menghadirkan jawaban yang memuaskan.
David Cooperrider and Ronald Fry, lebih dari tiga puluh tahun lalu menggagas Appreciative Inquiry untuk pengembangan organisasi. Menurut mereka, pendekatan atau perspektif yang memfokuskan pada masalah dan pemecahan masalah itu tidak efisien dan akan menghasilkan luaran yang tidak optimal.
Mengapa demikian? Karena pendekatan memperbaiki yang salah ini, disadari atau tidak, fokus pada kekurangan, kelemahan atau defisit. Jadi, nuansa yang diciptakan bersifat negatif karena mencari kesalahan, memfokus pada kritik.
Pendekatan atau perspektif yang memfokuskan pada masalah dan pemecahan masalah itu tidak efisien dan akan menghasilkan luaran yang tidak optimal.
Sebaliknya, Appreciative Inquiry mencari yang positif. Pertanyaan, atau hal-hal yang digali, adalah yang apresiatif, atau menghadirkan penghayatan mengenai yang baik dan positif. Bila kita ingin menghadirkan perubahan yang mendasar, tetapi nuansa yang kita hayati secara pribadi atau organisasi negatif, mungkin pendekatan ini dapat dicoba.
Baca juga : Kompetensi dan Kompetisi
Bila ingin menerapkan untuk pribadi, barangkali kita dapat mempelajari sendiri konsep dan langkah-langkah implementasinya dari buku atau internet. Bila konteksnya kelembagaan, kita dapat berdiskusi dalam tim, apakah akan mencoba melakukannya sendiri, atau memerlukan fasilitator dari luar.
Empat D
Ada 4 D dalam pendekatan ini, yakni Discovery (penemuan), Dream (mimpi), Design (desain), dan Destiny (‘takdir’). Fase Discovery (penemuan) merupakan fase mengidentifikasi kekuatan utama organisasi melalui kisah dan kualitas uniknya. Sebagai contoh, mengenai sejarahnya yang penting, pengalaman kepemimpinan, ataupun nilai-nilai yang dipegang.
Fase penemuan bertujuan untuk menghubungkan keadaan saat ini dengan kisah perjalanan organisasi. Perspektif yang dipegang adalah, bahwa sejarah organisasi adalah kisah yang penuh kemungkinan positif, bukan sebagai peristiwa masa lalu yang penuh masalah.
Adapun Fase Dream (mimpi) bertujuan untuk memunculkan aspirasi dari individu untuk masa depan mereka di dalam organisasi serta masa depan organisasi itu sendiri. Yang didorong adalah penggunaan bahasa positif untuk memunculkan hasil yang juga positif.
Penggunaan bahasa yang positif berhubungan dengan hasil perubahan lebih baik, yang mencerminkan dialog batin dan pandangan diri terkait dengan hal-hal yang baik.
Fase Dream akan mendorong diskusi positif untuk memupuk harapan dan optimisme. Kita memanfaatkan dialog untuk membangun keyakinan positif akan masa depan, melalui kesadaran akan keberhasilan pada masa lalu.
Tahapan ini dapat diawali dengan cerita pribadi mengenai hal terbaik yang dimiliki organisasi. Lalu hal ini dihubungkan dengan keinginan untuk masa depan, dengan berfokus pada keadaan spesifik. Tahap selanjutnya adalah dream sharing, para pekerja berbagi mimpi pada kelompok yang lebih luas, agar ada mimpi bersama.
Fase Design merupakan tahapan pengambilan keputusan untuk mendukung realisasi mimpi. Orang-orang yang bergabung dalam organisasi bersepakat mengenai impian masa depan dan tindakan bersama yang diperlukan untuk mencapainya.
Realisasi
Fase Destiny (takdir) berfokus pada perencanaan dan pembentukan aksi bersama untuk melanjutkan tindakan yang telah diidentifikasi di fase-fase sebelumnya. Tujuannya agar yang telah dibahas bersama, menjadi takdir, suatu yang terealisasi.
Percakapan-percakapan diarahkan agar kelompok memiliki cerita bersama, mimpi bersama, kesepakatan bersama. Ada hubungan-hubungan baru, kisah yang dibagi bersama, mimpi pribadi yang menjadi mimpi bersama, dan gagasan yang berkembang secara kolektif.
Semuanya membentuk pengalaman anggota kelompok untuk dapat secara efektif membangun persepsi mengenai organisasi dan peran diri dan organisasi dalam kehidupan.
Ada prasyarat atau kriteria untuk memungkinkan perubahan dan pengembangan. Kita perlu terbuka dalam menjalani proses, mengambil ungkapan positif, fokus pada hasil, dan berungkapan positif, memilih topik yang provokatif, dalam arti yang dapat memberi semangat.
Dalam konteks organisasi, hal yang tidak boleh dilupakan adalah memastikan keterlibatan semua pemangku kepentingan sejak awal, sehingga proses tersebut menjadi proses dan milik bersama.
Baca juga : Stres Kerja dan Wirausaha
Model ini digagas untuk organisasi, tetapi prinsipnya dapat digunakan juga untuk pengembangan pribadi. Semoga dalam era yang penuh tantangan ini, kita dapat menghadirkan optimisme, nuansa positif, sekaligus ide kongkrit penguatan dan pengembangan bagi diri pribadi dan di lingkungan kita.
Elizabeth Kristi Poerwandari, Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia