Pengusulan reog Ponorogo sebagai warisan budaya tak benda akan disidangkan oleh UNESCO tahun depan. Pengusulan ini perlu dibarengi dengan upaya pelestarian yang lebih masif.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menginisiasi pawai budaya untuk mendukung pengusulan seni budaya reog Ponorogo sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) ke Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Pengusulan ini akan disidangkan oleh UNESCO tahun depan.
Pawai budaya reog Ponorogo rencananya menempuh jarak sekitar 1,5 kilometer dari gedung Perpustakaan Nasional di Jalan Merdeka Selatan menuju kantor Kemenko PMK di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Minggu (27/8/2023). Pawai ini melibatkan lebih dari 60 pelaku seni budaya reog dari Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, serta pelaku seni budaya lainnya.
Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan, pihaknya berupaya memberikan legitimasi bahwa reog Ponorogo layak ditetapkan sebagai WBTB oleh UNESCO. Apalagi, seni budaya tersebut sudah diakui sebagai WBTB oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sejak 2013.
”Tentu akan menjadi prestise tersendiri kalau reog Ponorogo diakui sebagai WBTB dari Indonesia, khususnya Kabupaten Ponorogo,” ujarnya dalam konferensi pers ”Gelar Karya Revolusi Mental Pagelaran Pawai Budaya Reog Ponorogo” di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Menurut Muhadjir, pengajuan reog Ponorogo sebagai WBTB sempat mendapatkan catatan dari UNESCO karena dianggap menggunakan bulu merak dan kulit harimau. Namun, hal ini telah diklarifikasi oleh Pemerintah Kabupaten Ponorogo.
Bulu merak yang digunakan berasal dari bulu yang sudah rontok. Merak mengalami mabung atau perontokan bulu setidaknya setahun sekali. Sementara kulit yang digunakan dalam reog Ponorogo bukanlah kulit harimau, melainkan kulit kambing yang dimodifikasi dengan motif belang menyerupai kulit harimau.
Pengajuan reog Ponorogo sebagai WBTB sempat mendapatkan catatan dari UNESCO karena dianggap menggunakan bulu merak dan kulit harimau.
”Berbagai macam rintangan sudah diselesaikan, termasuk persyaratan-persyaratan tersisa yang kemarin diminta oleh UNESCO,” ujarnya.
Muhadjir menuturkan, reog Ponorogo sudah membangun ekosistem budaya di Kabupaten Ponorogo. Seni budaya ini diajarkan di sekolah sehingga dapat dikenal sejak dini.
Di sana juga terdapat reog cilik berukuran lebih kecil sehingga kompatibel untuk siswa SD dan SMP. Selain itu, digelar Festival Nasional Reog Ponorogo setiap tahun pada bulan Muharam (bulan pertama dalam kalender Hijriah) sebagai upaya pelestarian seni budaya tersebut.
”Itulah mengapa kami berani mengusulkannya ke UNESCO karena sudah melihat reog Ponorogo sudah secara ekosistem terbentuk dengan baik,” katanya.
Pengajuan bersama
Indonesia mempunyai lebih dari 1.700 WBTB nasional. UNESCO baru menetapkan 12 WBTB dari Tanah Air sebagai intangible cultural heritage (ICH). Dalam pengajuan tunggal atau single nation, setiap negara hanya bisa mengajukan satu nomine warisan budaya setiap dua tahun. Namun, pengajuan multinasional tidak didasarkan pada kuota itu.
Muhadjir mengatakan, UNESCO pun merekomendasikan mekanisme pengajuan bersama itu. Namun, hal ini harus berdasarkan kajian sejarah dan sosial budaya.
”Kita memang membuka ruang sangat luas untuk bekerja sama dengan negara lain, terutama negara tetangga. Kita berimpitan sekali warna budayanya dengan Filipina, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam,” ujarnya.
Pelaku seni budaya reog Ponorogo, Sucipto, berharap pawai budaya dapat menggalang dukungan agar reog Ponorogo ditetapkan menjadi WBTB UNESCO pada 2024. Menurut dia, penetapan ini akan mendongkrak perekonomian masyarakat melalui wisata budaya.
”Pemerintah aktif mengenalkan reog kepada generasi muda yang saat ini sedang beralih kebarat-baratan. Kami berusaha menggalakkan ini karena budaya lokal tidak kalah dengan budaya Barat,” ujarnya.
Direktur Pemasaran Pariwisata Nusantara Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Dwi Marhen Yono menuturkan, seni budaya menjadi salah satu alasan wisatawan mancanegara datang ke Indonesia. Ia berharap, penetapan reog Ponorogo menjadi WBTB oleh UNESCO meningkatkan daya tarik bagi wisatawan.