Pengajuan Bersama Warisan Budaya Berdasarkan Kajian Sejarah
Pengajuan warisan budaya tak benda secara ”single nation” atau nominasi tunggal ke UNESCO dibatasi setiap dua tahun. Pengajuan secara multinasional menjadi salah satu strategi mengatasi keterbatasan kuota itu.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengajuan warisan budaya tak benda secara multinasional atau joint nomination bersama negara lain ke Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menjadi salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan kuota pendaftaran. Namun, langkah ini harus berdasarkan kajian sejarah dan kondisi sosial budaya yang mumpuni.
Hingga 2021, Indonesia mempunyai 1.728 warisan budaya tak benda (WBTB) nasional. UNESCO baru menetapkan 12 WBTB dari Tanah Air sebagai intangible cultural heritage (ICH). Dalam pengajuan tunggal atau single nation, setiap negara hanya bisa mengajukan satu nomine warisan budaya setiap dua tahun.Namun, pengajuanmultinasional tidak didasarkan pada kuota itu.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Irini Dewi Wanti mengatakan, pihaknya mempunyai sejumlah strategi dalam mengajukan WBTB Indonesia ke UNESCO. Salah satunya lewat jalur pengajuan bersama dengan negara lain yang elemen budayanya mirip atau beririsan.
”Tentu berdasarkan kajian kesejarahan dan kondisi sosial budaya. Enggak mungkin asal. Aspek ini penting karena jalur pengajuan multinasional bisa setiap tahun dengan negara mana pun,” ujar Irini dalam diskusi Diplomasi Indonesia melalui Konvensi UNESCO 2003: Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda, Kamis (8/12/2022), di Jakarta.
Irini mengatakan, jika hanya menggunakan jalur single nation, perlu waktu yang sangat lama bagi Indonesia untuk mengajukan semua WBTB menjadi ICH UNESCO. Oleh sebab itu, pihaknya akan menerapkan prioritas dengan berbagai pertimbangan.
”Semuanya (1.728 WBTB) punya hak yang sama untuk diusulkan. Karena siklusnya dua tahunan, pasti akan ada prioritas untuk didahulukan. Salah satu pertimbangannya, perlindungan yang mendesak karena hampir punah,” katanya.
Menurut Irini, sebagian besar WBTB mempunyai nilai penting, spesifik, dan menggambarkan jati diri bangsa Indonesia. Hal ini menjadi landasan agar WBTB itu diusulkan menjadi ICH UNESCO.
Strategi lain adalah meningkatkan diplomasi kebudayaan di luar negeri. Selain itu, mengintensifkan internalisasi budaya di tengah masyarakat untuk melihat eksistensinya dan komitmen warga dalam melestarikannya.
Ia menambahkan, pihaknya telah menggelar kontes menganalisis komitmen komunitas dan pendukung WBTB untuk mendapat pengakuan ICH UNESCO. Kontes itu sebagai evaluasi terhadap nilai penting dan urgensi dalam menentukan prioritas pengusulan.
Warisan budaya tak benda (WBTB) merupakan representasi budaya yang terus dimodifikasi oleh suatu komunitas. Sebab, mereka beradaptasi dengan kondisi dan perkembangan lingkungannya.
”Merumuskan siapa yang paling unggul sehingga nantinya diusulkan lebih dahulu. Juga untuk melihat seberapa besar konsistensi pelaku, pewaris, dan komunitas pendukung elemen budaya itu,” ucapnya.
Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO Ismunandar mengatakan, sejumlah negara menggunakan jalur pengajuan multinasional untuk mengatasi keterbatasan kuota pengajuan tunggal. Bahkan, ada satu elemen budaya yang diajukan oleh 24 negara.
”Dampaknya mutual trust antara budaya. Esensi diplomasi itu bagaimana kontak orang per orang. Budaya menjadi alat diplomasi paling efektif karena tidak ada kepentingan politik,” katanya.
Dalam beberapa waktu terakhir, banyak pihak mempersoalkan pendaftaran elemen budaya yang ada di Indonesia ke UNESCO oleh negara tetangga. Padahal, inskripsi oleh UNESCO bukan berarti WBTB itu menjadi milik negara tertentu.
”ICH atau WBTB tidak berhubungan dengan hak paten. Asal-usul budaya bukan kriteria inskripsi. Yang penting, budaya itu hidup di tengah masyarakat,” ucapnya.
Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang Kementerian Luar Negeri Penny Dewi Herasati mengatakan, WBTB punya nilai penting karena terkait budaya dan sejarah bangsa. Budaya itu hidup dan diturunkan dari satu generasi ke generasi dengan penyesuaian tertentu.
Sejarawan Universitas Indonesia, Bondan Kanumoyoso, menuturkan, WBTB merupakan representasi budaya yang terus dimodifikasi oleh suatu komunitas. Sebab, mereka beradaptasi dengan kondisi dan perkembangan lingkungannya.
”Satu komunitas dapat berbagi ekspresi warisan serupa dengan yang dipraktikkan oleh komunitas lain,” katanya.