Tiga Strategi Pemerintah Kejar Target Kemiskinan Ekstrem Nol Persen 2024
Tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia kini mencapai 1,12 persen pada Maret 2023. Pemerintah menyiapkan tiga strategi demi menihilkan angka masyarakat miskin ekstrem yang akan diterapkan hingga 2024.
Oleh
Stephanus Aranditio
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus mengupayakan target menurunkan angka kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada 2024. Tiga strategi yang ditempuh yakni melalui pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan dan pemberdayaan masyarakat, serta pengurangan jumlah kantong-kantong kemiskinan.
Pengurangan kantong kemiskinan di beberapa daerah itu dilakukan dengan berbagai kebijakan, baik dari sisi kebijakan anggaran, perbaikan data dan sasaran, serta penguatan pelaksanaan program melalui pendekatan konvergensi. Hal ini dimulai dari langkah Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang akan menyerahkan semua data penerima sesuai dengan nama dan alamat warga sasaran penghapusan kemiskinan ekstrem kepada kementerian dan lembaga, serta semua pemerintah daerah.
Setelah itu, kementerian dan lembaga, serta semua pemerintah daerah melakukan program-program untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem sesuai dengan wilayah tugas masing-masing. Hasilnya kemudian dilaporkan kembali ke Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan untuk dievaluasi demi mencapai nol persen kemiskinan ekstrem pada 2024.
Dengan pendekatan konvergensi ini, pemerintah berharap rumah tangga miskin tidak hanya menerima manfaat dari satu program saja, tetapi dari beberapa program sehingga upaya penurunan akan menjadi lebih signifikan.
”Mekanisme ini diharapkan untuk bisa menjadi salah satu cara yang efektif agar 2024 nanti bisa capai nol persen,” kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PMK Nunung Nuryartono dalam konferensi pers di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Target ini ditetapkan melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem dari target tercapai pada 2030 menjadi 2024. Pemerintah menargetkan, tidak ada lagi rakyat Indonesia yang berada pada kondisi miskin ekstrem atau pengeluarannya (purchasing power parity/PPP) kurang dari 1,9 dollar AS per orang per hari.
Nunung optimistis target ini bisa dicapai karena melihat tren kemiskinan ekstrem di Indonesia yang turun dalam tiga tahun terakhir. Badan Pusat Statistik mencatat, tingkat kemiskinan ekstrem Indonesia pernah berada pada angka 3,85 persen pada 2020 sebagai imbas dari pandemi Covid-19. Namun, angka itu terus menurun menjadi 2,04 persen pada Maret 2022, lalu turun lagi pada September 2022 menjadi 1,74 persen, dan terakhir turun menjadi 1,12 persen pada Maret 2023.
Permasalahan kemiskinan ekstrem juga beririsan dengan prevalensi angka tengkes di Indonesia. Dalam Pidato Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2024 pada 16 Agustus 2023, Presiden Joko Widodo menargetkan prevalensi angka tengkes bisa diturunkan hingga 14 persen pada 2024.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK YB Satya Sananugraha mengungkapkan, salah satu cara menurunkan angka prevalensi tengkes ini adalah dengan menggandeng perusahaan tambang berkontribusi pada peningkatan kesehatan masyarakat. ”Paling tidak, dana CSR-nya (tanggung jawab sosial) itu digunakan untuk percepatan penurunan stunting minimal di sekitar wilayah perusahaannya,” tutur Satya.
Selain itu, Kemenko PMK juga mendorong para pejabat di forum komunikasi pimpinan daerah untuk menggalakkan program bapak asuh bagi anak tengkes. Dengan begitu, pemenuhan gizi bagi anak-anak tengkes akan sangat terbantu.
Pemerintah berupaya memotong rantai masalah kemiskinan ekstrem dengan meningkatkan kualitas pendidikan, salah satunya melalui Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi untuk menyiapkan SDM kompeten, produktif, dan berdaya saing.
”Perpres ini berusaha memotong rantai kemiskinan melalui penanganan pengangguran dalam hal ini tidak ingin adanya lulusan (pendidikan) kejuruan yang menganggur,” kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Warsito.
Ketua AKSES (Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis) Suroto menilai, skema untuk mengatasi persoalan kemiskinan tidak dapat dilakukan hanya dengan mengandalkan bantuan sosial. Kemiskinan ekstrem berhubungan dengan akses makanan, air bersih, sanitasi, kesehatan, dan juga akses informasi terhadap layanan sosial. ”Dalam paradigma pembangunan progresif, bansos itu bukan instrumen untuk menyelesaikan kemiskinan,” katanya.
Resep membebaskan orang dari kemiskinan tersebut berasal dari Frederic Weilheim Raiffeisen (1818-1888), seorang pengacara yang kemudian menjadi wali kota di Westewarld dan Flammersfeld, Jerman, serta turut mengembangkan sejak awal gerakan Credit Union (Kompas.id, 24/7/2023).