Hasil asesmen nasional diharapkan menjadi gambaran bagi sekolah dalam menghasilkan terobosan demi memperbaiki capaian pembelajaran.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Asesmen nasional dibutuhkan untuk memotret mutu pendidikan dengan mengukur kompetensi dasar siswa. Namun, sejumlah kendala masih membayangi pelaksanaan AN 2023, seperti keterbatasan perangkat, jaringan listrik, dan internet.
Keterbatasan fasilitas membuat siswa di sejumlah daerah harus menumpang ke sekolah lain. Sejumlah sekolah mengatasi keterbatasan itu dengan menggandeng komite sekolah untuk melengkapi prasarana yang dibutuhkan mendesak, salah satunya genset sebagai pemasok cadangan listrik.
”Kita harap pelaksanaan tahun ini lebih lancar dan lebih baik lagi sehingga data asesmen nasional (AN) bisa menjadi cermin untuk perbaikan sistem (pendidikan),” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Iwan Syahril dalam webinar ”Penyambutan Pelaksanaan Asesmen Nasional 2023”, Kamis (10/8/2023).
AN berbeda dengan ujian nasional (UN) yang sudah ditiadakan pada 2021. UN fokus pada kemampuan individu siswa untuk beberapa mata pelajaran, sedangkan AN menekankan kompetensi literasi, numerasi, dan karakter siswa.
Iwan menuturkan, perubahan tersebut sejalan dengan kebutuhan sumber daya manusia yang relevan dengan pembelajar sepanjang hayat. Sebab, peluang pekerjaan di masa depan sangat dinamis untuk berpindah dari satu bidang ke bidang lainnya.
”AN digunakan untuk memperbaiki sistem. Sifatnya sampling, bukan lagi diikuti setiap murid. Hasilnya bisa menjadi data untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan yang ditargetkan,” ucapnya.
Hasil AN diharapkan menjadi gambaran bagi sekolah dalam menghasilkan terobosan demi memperbaiki capaian pembelajaran. Hal itu sekaligus menjadi potret bagi pemerintah daerah dan pusat untuk melakukan intervensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
AN berbeda dengan ujian nasional (UN) yang sudah ditiadakan pada 2021. UN fokus pada kemampuan individu siswa untuk beberapa mata pelajaran, sedangkan AN menekankan kompetensi literasi, numerasi, dan karakter siswa.
”Ini membuka ruang inovasi berbagai macam transformasi pada pembelajaran di satuan pendidikan. Jadi, jangan melihat AN dengan mindset UN. Memang diperlukan kolaborasi berbagai pihak untuk mengubah paradigma itu,” ucapnya.
Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, Mida Ledjepen, mengatakan, AN memberikan banyak manfaat bagi sekolah. Sebab, sekolah bisa mengidentifikasi beragam persoalan yang menjadi kendala dalam meningkatkan capaian pembelajaran.
”Tantangan terbesar di kabupaten kami masih menyangkut perangkat, listrik, dan ketersediaan internet,” katanya.
Untuk mengatasi hal itu, pihaknya memanfaatkan fasilitas komputer di sejumlah sekolah tingkat menengah pertama dan atas. Sekolah-sekolah tersebut juga menyediakan sumber listrik cadangan dengan jaringan internet memadai.
”Banyak sekolah yang harus menumpang diarahkan ke sana. Kami memahami pentingnya AN untuk mengukur literasi dan numerasi,” ujarnya.
Kepala SMPN 1 Kota Magelang, Jawa Tengah, Budi Wahyono, mengatakan, berdasarkan pengalaman tahun lalu, salah satu kendala dalam AN adalah masalah server. Hal ini turut memengaruhi mental siswa yang mengikuti AN.
”Kami sudah memitigasi hal ini. Jadi, siswa yang terpilih mengikuti AN diberi tahu untuk tidak khawatir jika terjadi gangguan server,” ucapnya.