Buku ”The Road to Nusantara” Jadi Rujukan Ilmiah Pembangunan Ibu Kota Nusantara
BRIN dan ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapura meluncurkan buku ”The Road to Nusantara: Process, Challenges, and Opportunities”. Buku ini dapat menjadi rujukan ilmiah beragam wacana pembangunan Ibu Kota Nusantara.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·4 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Pengunjung berfoto bersama di Titik Nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dilihat dari udara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (28/7/2022). Sejak dibuka, banyak pengunjung dari luar daerah datang ke kawasan tersebut untuk mengetahui calon ibu kota baru Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Beragam wacana ataupun perdebatan terkait Ibu Kota Nusantara atau IKN kerap tidak berlandaskan sumber atau rujukan dengan referensi ilmiah yang kuat. Penyusunan buku The Road to Nusantara dari para peneliti danakademisi diharapkan bisa menjadi rujukan dalam menjawab wacana dan perdebatan IKN tersebut.
Peneliti dan akademisi yang terlibat dalam penyusunan buku The Road to Nusantara: Process, Challenges, and Opportunities di antaranya dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS-Yusof Ishak Institute) Singapura, dan Universitas Brawijaya.
Buku ini menyajikan tiga bab, yakni process, challenges, dan opportunities. Process adalah bab yangmengulas mengenai linimasa ketersambungan rencana klasik pemindahan ibu kota dengan konteks permasalahan terkini, misalnya regulasi, tata ruang, dan pendanaan.
Kemudian, bab challenges mengulas berbagai tantangan, terutama membangun harmoni dan sinergitas antara pendatang dan orang asli. Sementara bab opportunities membahas prospek Nusantara sebagai ibu kota di masa mendatang dan diharapkan menjadi ibu kota bernuansa hijau pertama yang berorientasi maritim serta dibalut modernitas.
Penasihat senior Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), Yanuar Nugroho, mengemukakan, sampai sekarang masih banyak informasi ataupun wacana yang bersifat non-akademik terkait IKN. Oleh karena itu, penyusunan buku ini akan mengisi kekosongan wacana akademik yang bisa menjadi rujukan karena memiliki referensi ilmiah.
”Apakah buku ini sempurna atau yang paling baik dan lengkap, jelas tidak. Kita masih butuh lebih banyak lagi para peneliti, penulis, dan akademisi yang secara kritis melihat proyek pemindahan ibu kota ini,” ujar Yanuar selaku editor dalam peluncuran buku tersebut di Auditorium Utama BRIN, Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Yanuar mengakui, kondisi IKN yang saat ini masih dalam tahap pembangunan menjadi tantangan terbesar dari para penulis untuk mengonseptualisasikan megaproyek Indonesia tersebut. Di tengah tantangan tersebut, ia pun mengapresiasi para penulis karena terus berusaha mencari informasi, data, dan referensi ilmiah untuk dituangkan dalam buku ini.
Draf regulasi memang banyak sekali desain yang terlihat bagus untuk mengakomodasi masyarakat. Namun, dalam implementasinya, saat ini belum ada kelembagaan yang jelas di IKN, termasuk bagaimana ruang partisipasi masyarakat ke depan.
Kepala Pusat Riset Pemerintahan Dalam Negeri BRIN Mardyanto Wahyu Tryatmoko mengatakan, salah satu bentuk perdebatan yang muncul terkait dengan bentuk pemerintahan di IKN. Aspek demokrasi dalam IKN juga kerap dipertanyakan oleh sejumlah pihak menyusul konsep kota ini yang dibangun atas prinsip efisiensi dan efektivitas.
Menurut Mardyanto, dalam draf regulasi memang banyak sekali desain yang terlihat bagus untuk mengakomodasi masyarakat. Namun, dalam implementasinya, saat ini belum ada kelembagaan yang jelas di IKN, termasuk bagaimana ruang partisipasi masyarakat ke depan.
”Arah pemerintahan di IKN masih terus dipertanyakan, khususnya untuk bisa menghimpun suara-suara di tingkat lokal, mengingat tidak ada DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) maupun pemilu. Inilah yang menjadi fokus kami untuk mengulik masalah ini,” ucapnya.
Lima prinsip IKN
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Transformasi Hijau dan Digital Otorita IKN Mohammed Ali Berawi menyatakan, terdapat lima prinsip dalam pembangunan IKN, yakni hijau atau ramah lingkungan, resilien, berkelanjutan, inklusif, dan cerdas. IKN memiliki luas 256.000 hektar dan 65 persen didedikasikan untuk hutan tropis, 10 persen untuk area hijau, dan hanya 25 persen yang akan dibangun sebagai kawasan perkotaan.
Progres pembangunan Istana Negara di Ibu Kota Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pada Rabu (31/5/2023). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencatat, total pembangunan ibu kota baru sudah 29 persen.
Menurut Ali, luas IKN yang 75 persen merupakan hutan dan area hijau merupakan sebuah upaya untuk mencapai kota bebas emisi karbon pada 2045. Bahkan, tujuan bebas emisi karbon diyakini dapat lebih cepat dari target 2045 apabila 25 persen kawasan perkotaan di IKN bisa dikontrol seluruh program pembangunannya.
Berbagai skenario dan kebijakan pun akan diterapkan untuk mendukung percepatan penurunan emisi, seperti penggunaan energi baru terbarukan serta kendaraan listrik. Pada 2030, sebagian besar penggunaan energi di IKN berasal dari energi terbarukan seiring dengan berfungsinya pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Kalimantan Utara.
Ali menyebut bahwa sebagai kota yang inklusif, IKN dapat menjaring investasi dari skala besar hingga usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sementara prinsip IKN sebagai kota cerdas nantinya akan diterapkan mulai dari aspek pemerintahan, transportasi dan mobilitas, penghidupan, sumber daya energi, industri dan sumber daya manusia, hingga infrastruktur.
”Dalam tahap kedua dan ketiga nanti akan dibangun konektivitas yang menghubungkan sejumlah ibu kota provinsi. Kemudian 20 hingga 30 tahun ke depan akan diciptakan banyak lapangan pekerjaan sehingga kita butuh kota-kota seperti Jakarta,” ungkapnya.