Balas Dendam
Balas dendam sebagai respons terhadap ketidakadilan memiliki sejarah sastra yang panjang. Tema ini masih selalu muncul dalam cerita film dan buku sampai sekarang.
Seseorang disebut mendendam jika memiliki atau menunjukkan keinginan untuk membalas orang lain karena dia berpikir bahwa orang tersebut telah menyakitinya dan dia tidak mau memaafkan (terjemahan bebas dari Cambridge English Dictionary). Bagaimana perilaku balas dendam dijelaskan dalam perspektif psikologi?
Balas dendam sebagai respons terhadap ketidakadilan memiliki sejarah sastra yang panjang. Tema ini masih selalu muncul dalam cerita film dan buku sampai sekarang.
Karyn Hall (2013), seorang terapis, menjelaskan, para peneliti dan ahli teori percaya bahwa balas dendam adalah bentuk penegakan keadilan dan ancaman balas dendam dapat berfungsi sebagai bentuk perlindungan, semacam penegakan kerja sama sosial.
Seperti yang ditunjukkan oleh Katrina Schumann dan Michael Ross (2010), balas dendam adalah tindakan yang dipicu oleh adanya kesalahan, bukan seperti bentuk agresi lain yang tidak memerlukan provokasi. Balas dendam dan hukuman dibedakan berdasarkan motivasi dan tujuannya. Balas dendam berusaha membuat pelanggar menderita, sementara hukuman terlihat memperbaiki perilaku pelanggar atau mencegah perilaku buruk di masa depan. Tindakan yang diberi label balas dendam tidak jelas motivasinya, pelabelan didasarkan pada kesimpulan dan atribusi sang pembalas.
Beberapa alasan mengapa seseorang mungkin merasa dendam adalah karena mengalami penipuan, pengkhianatan, dan serangan fisik atau moral. Namun, perasaan tersebut selalu berawal dari dimensi yang sangat spesifik, yaitu hilangnya integritas seseorang (Valeria Sabater, 2021, psikolog). Dalam kehidupan sehari-hari, perilaku ini tidak selalu dapat dimengerti dan bahkan dapat menimbulkan rasa takut. Salah satu contoh adalah individu yang tidak menerima perpisahan dan memulai perilaku mengancam terhadap pasangannya, atau rekan kerja yang karena alasan yang tidak diketahui mulai melancarkan pelecehan terhadap rekan lainnya.
Ciri pendendam
Peg Streep (2017), seorang penulis di bidang psikologi dan neurologi, menjelaskan, tidak semua orang membalas dendam. Ada beberapa yang punya kecenderungan lebih kuat. Selain itu, emosi tertentu, seperti kemarahan, juga dapat meningkatkan kemungkinan balas dendam. Orang-orang yang menaruh perhatian besar pada reputasi mereka lebih cenderung membalas dendam jika merasa diri dan kehormatannya telah dilanggar secara tidak adil. Namun, ciri pendendam terbanyak adalah yang memiliki sifat narsisistik tinggi, berikutnya mereka dengan neurotisme yang kuat.
Orang pendendam mengalami dorongan kecemburuan, rasa tidak aman, rendah diri, dan pikiran negatif. Hanya melihat orang lain sukses dan berhasil dapat menimbulkan rasa frustrasi dalam diri mereka dan keinginan untuk menyakiti.
Jika bertindak secara impulsif atas dorongan seperti itu, kemungkinan besar Anda akan menciptakan lebih banyak penderitaan bagi diri sendiri dan orang lain serta menyesali tindakan Anda.
Mereka kurang empati dan kesulitan mengelola emosi. Saat merasa marah, mereka tidak segan-segan menumpahkan perasaannya kepada orang lain sebagai mekanisme katarsis/pelampiasannya.
Orang pendendam juga suka unjuk kekuatan dan sadisme. Ini adalah faktor lain yang lebih mengkhawatirkan. Kadang-kadang, orang pendendam melakukan tindakan berbahaya hanya untuk kesenangan atau untuk memaksakan kekuasaan mereka pada orang lain.
Baca juga : Kepuasan Hidup di Usia Lanjut
Dilema balas dendam
Karyn Hall (2013) dan Valeria Sabater (2021) sepakat mengatakan balas dendam dapat dilihat sebagai bentuk penegakan keadilan, tetapi terkadang orang membalas dendam ketika tidak ada kebaikan yang dihasilkan. Satu studi menunjukkan bahwa balas dendam lebih meningkatkan kemarahan daripada menguranginya, mungkin karena balas dendam menyebabkan lebih banyak perenungan. Sementara pembalas sering percaya bentuk balas dendam mereka adil, orang yang dibalas biasanya menganggapnya terlalu keras, yang kemudian mengembangkan sebuah siklus berulang.
Mungkin tujuan balas dendam adalah untuk mencegah tindakan permusuhan tertentu atau ancaman balas dendam memastikan orang tidak menyakitinya di masa depan. Tetapi, terkadang orang melakukannya ketika tidak ada kebaikan yang dapat dihasilkan dari tindakan mereka, selain menimbulkan penderitaan pada orang lain. Tindakan ini bisa menjadi sesuatu yang ekstrem dan tak terduga.
Geoff Beattie (2022), profesor psikologi dari Inggris, berpendapat, orang yang telah disakiti atau dikhianati tampaknya sangat yakin jika pihak lain menderita, mereka akan merasa lebih baik dan rasa sakit emosionalnya akan berkurang. Padahal, setelah tindakan balas dendam, hal ini belum tentu terjadi. Dalam sebuah studi tahun 2008, para peneliti menemukan bahwa orang sering melaporkan suasana hati yang jauh lebih negatif segera setelah melakukan tindakan balas dendam.
Kesimpulannya adalah pembalas dendam melaporkan campuran emosi. Balas dendam ”tidak selalu manis, melainkan ada pahitnya”. Artinya, balas dendam sebenarnya memiliki kapasitas untuk memicu emosi positif dan negatif (termasuk perasaan tegang, tidak pasti, dan rasa takut).
Efek jangka panjangnya juga bergantung pada berbagai faktor lain, seperti bagaimana perasaan Anda berubah tentang tindakan awal dan apakah Anda sekarang dapat berempati dengan pelaku dan memahaminya dari sudut pandang mereka. Bagaimana perasaan Anda tentang kepribadian pelaku dan apakah mereka dapat memperbaiki perilakunya tanpa Anda harus membalas dendam. Jadi, jangka waktu itu sendiri dapat memengaruhi perasaan balas dendam. Hal ini membuat sulit untuk mengetahui apakah ada manfaat psikologis jangka panjang.
Tunggu emosi tenang
Karyn Hall menyampaikan bahwa pikiran membalas dendam rupanya terasa nyaman dan mungkin merupakan naluri dasar manusia untuk membantu kita bertahan hidup. Langkah awal sebaiknya adalah menerima dorongan dan pikiran balas dendam sebagai respons dasar manusia.
Saat berpikir tentang balas dendam, biasanya berarti Anda yakin kepercayaan telah rusak. Perlu diingat, sementara antisipasi balas dendam mungkin terasa menyenangkan, pelaksanaan yang sebenarnya hanya memberi sedikit kepuasan dan dapat menciptakan lebih banyak masalah dan penderitaan. Tindakan balas dendam tidak memperbaiki kepercayaan atau membangun kembali rasa keadilan bagi kedua belah pihak.
Tunggulah hingga Anda tenang secara emosional dan dapat berpikir rasional sebelum mengambil keputusan. Jika bertindak secara impulsif atas dorongan seperti itu, kemungkinan besar Anda akan menciptakan lebih banyak penderitaan bagi diri sendiri dan orang lain serta menyesali tindakan Anda.
Pertimbangkan apakah hilangnya kepercayaan dapat dibenarkan. Apakah Anda memiliki semua fakta? Jika tidak, cari kejelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Jika seseorang telah bertindak dengan cara yang benar-benar tidak dapat dipercaya dan menyakitkan, tugas yang disarankan oleh pikiran dan dorongan Anda adalah menemukan cara untuk memperbaiki kepercayaan atau bergerak maju ke arah yang berbeda. Mungkin ada kesalahpahaman atau masalah yang bisa diselesaikan.
Baca juga : Seputar Kepuasan Hidup
Fokus pada apa yang ada dalam kendali Anda dan ambil langkah tepat berikutnya. Terkadang membela diri sendiri adalah langkah yang tepat dan melakukannya dengan cara yang positif daripada balas dendam.
Salam damai.