Investasi Pendidikan Anak Usia Dini yang Berkualitas Berdampak Baik di Masa Depan
Investasi pada pendidikan anak usia dini yang berkualitas diyakini semakin penting untuk masa depan bangsa. Komitmen pemerintah diharapkan semakin kuat untuk mengoptimalkan pendidikan sejak dini.
Suasana belajar di salah satu layanan pendidikan anak usia dini (PAUD) di Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur. Anak-anak usia dini semangat belajar meskipun minim alat bantu pembelajaran.
Periode awal perkembangan anak sangat penting dan akan berdampak jangka panjang di masa depan. Indonesia dan negara-negara di kawasan ASEAN terus menunjukkan komitmen untuk memberikan dukungan holistik kepada anak-anak, keluarga, dan masyarakat. Hal ini terlihat dari kebijakan dan undang-undang serta investasi signifikan dalam bidang kesehatan dan pendidikan awal.
Memanfaatkan momentum bonus demografi Indonesia dan ASEAN, komitmen untuk memberikan pengalaman belajar terbaik dan bermakna bagi anak-anak harus dilakukan sejak dini. Untuk itu, investasi yang lebih besar dalam pengembangan pendidikan anak usia dini (PAUD) berkualitas harus diwujudkan. PAUD diyakini merupakan dasar untuk kesehatan dan kesejahteraan, keberhasilan pendidikan, serta produktivitas ekonomi dan sosial dalam jangka panjang.
Di ajang Dialog Kebijakan PAUD di ASEAN atau Forum Southeast Asia Policy Dialogue on Early Childhood Care and Education (SEA PD on ECCE) pada 25-27 Juli di Jakarta, Indonesia bersama menteri pendidikan dari 11 negara kawasan Asia Tenggara berkomitmen untuk mempercepat transformasi PAUD. Deklarasi pemimpin ASEAN yang dihasilkan menunjukkan komitmen untuk memperluas akses dan menghadirkan layanan PAUD berkualitas di seluruh negara.
Baca juga : Investasi PAUD Optimalkan Bonus Demografi
Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Iwan Syahril mengatakan, deklarasi para pemimpin ASEAN tentang PAUD di Asia Tenggara adalah dokumen yang kuat dan penting. Hal ini sebagai penanda kepemimpinan negara-negara Asia Tenggara untuk menerjemahkan Deklarasi Tashkent.
Komitmen tersebut terdiri dari menginvestasikan setidaknya 10 persen dari total pengeluaran pendidikan untuk PAUD serta memastikan gaji dan kondisi kerja tenaga kerja prasekolah setidaknya setara dengan gaji guru pendidikan dasar, menjamin kewajiban setidaknya satu tahun pendidikan prasekolah dasar berkualitas bersifat gratis untuk semua (sebagaimana ditetapkan dalam Target SDG 4.2), dan secara progresif meningkatkan pelayanan PAUD dengan memberikan dukungan yang adil dan adaptif kepada anak-anak kategori rentan dan terpinggirkan, serta mewujudkan inklusi, dan kesetaraan jender untuk mereka.
Iwan menambahkan, Forum Dialog Menteri Pendidikan di ASEAN tahun ini menandai tonggak sejarah yang signifikan bagi Indonesia dan seluruh negara anggota ASEAN dalam upaya mempercepat transformasi PAUD, terutama dalam konteks krisis pembelajaran global yang terdampak Covid-19. Era pascapandemi mendorong semangat ASEAN untuk memperluas akses dan layanan anak ke PAUD berkualitas tinggi sebagai bagian dari agenda transformasi pendidikan.
”Hal ini mengingat potensi PAUD yang kuat dalam perbaikan kualitas kehidupan anak-anak,” ujar Iwan.
Kesenjangan
Transformasi PAUD berkualitas di Indonesia dan Asia berdasarkan Studi Lanskap Pengembangan Anak Usia Dini Regional yang dirilis Asia Philanthropy Circle (APC) pada 6 Juli 2023 menunjukkan, dari studi di keempat negara (Tiongkok, Singapura, Indonesia, dan Filipina) terdapat peningkatan yang nyata dalam komitmen pemerintah untuk memberikan dukungan holistik kepada anak-anak, keluarga, dan masyarakat. Hal ini terlihat dari kebijakan dan undang-undang serta investasi signifikan dalam bidang kesehatan dan pendidikan awal. Namun, studi juga menunjukkan, meskipun kebijakan nasional telah ada, terdapat tantangan dalam implementasi lokal, termasuk kurangnya pembiayaan yang berkelanjutan, kapasitas dan pengetahuan di sektor tersebut, serta hambatan sosial-ekonomi dan budaya lainnya.
Pengembangan anak usia dini menjadi dasar bagi perkembangan fisik, emosional, dan intelektual anak yang baik serta merupakan indikator kuat untuk perkembangan jangka panjang.
Studi ini adalah yang pertama dalam jenisnya dan merupakan pemetaan paling komprehensif hingga saat ini tentang program pengasuhan dan pengembangan anak usia dini di seluruh Asia, dengan fokus khusus pada China, Singapura, Indonesia, dan Filipina. Studi ini dilakukan oleh Centre for Evidence and Implementation (CEI) yang didukung oleh Tanoto Foundation dan anggota APC lainnya serta para dermawan di wilayah tersebut.
”Periode awal perkembangan anak sangat penting dan akan memiliki dampak jangka panjang di masa depan. Kami ingin mendukung penelitian ini untuk lebih memahami kebutuhan sistem pengembangan anak usia dini berkualitas di negara-negara ini dan di seluruh wilayah,” kata anggota Dewan Wali Amanat Tanoto Foundation, Belinda Tanoto.
Lebih lanjut, Belinda mengatakan, pengembangan anak usia dini menjadi dasar bagi perkembangan fisik, emosional, dan intelektual anak yang baik serta merupakan indikator kuat untuk perkembangan jangka panjang. Bukti terbaru menunjukkan, untuk memberikan pengasuhan yang baik pada masa awal kehidupan, anak membutuhkan akses kepada program dan layanan komprehensif antara masa kelahiran hingga usia enam tahun yang meliputi kebutuhan kesehatan dan perkembangan mereka, termasuk pendidikan awal.
Namun, beberapa kesenjangan umum di seluruh wilayah membutuhkan perhatian lebih lanjut, antara lain, adanya beban ganda paradoks malnutrisi dan obesitas. Kasus malnutrisi dan stunting (tengkes) di Indonesia dan Filipina masih tinggi serta jumlah anak yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas meningkat di keempat negara tersebut. Hal ini menunjukkan potensi kurangnya akses informasi bagi pengasuh mengenai nutrisi yang tepat dan makanan sehat.
Ketimpangan dalam akses terhadap layanan kesehatan bagi beberapa kelompok penduduk juga terjadi karena keterbatasan ekonomi atau ketersediaan layanan, terutama di daerah perdesaan, serta kekurangan tenaga profesional yang terlatih. Selain itu, kurangnya perhatian terhadap lingkungan pembelajaran di rumah dan peran ayah. Kedua faktor ini memiliki dampak vital pada pengembangan anak usia dini.
Baca juga : Tantangan Semakin Besar untuk Mengurangi Kesenjangan Pendidikan
Kurangnya kapasitas dalam sektor pengembangan anak usia dini diperlukan langkah-langkah. Hal itu, antara lain, pelatihan, pengembangan, dan pengakuan bagi para tenaga kerja pengembangan anak usia dini, seperti tenaga kesehatan, guru, dan pekerja sosial, guna meningkatkan kualitas layanan dan dukungan yang dapat mereka berikan kepada keluarga.
Masalah lain adalah kurangnya data dan penelitian tingkat nasional yang dapat diandalkan untuk mendukung pengambilan keputusan berbasis bukti. Perlu dukungan dan pengakuan terhadap penelitian dan pengumpulan data untuk lebih memahami kebutuhan masyarakat dan program-program yang efektif guna membuat kebijakan dan keputusan yang lebih baik.
Selain itu, ada juga permasalahan kurangnya koordinasi antara para pemangku kepentingan. Diperlukan koordinasi antara para pembuat kebijakan, LSM, pendana, penyedia layanan, dan anggota masyarakat untuk meningkatkan implementasi kebijakan serta inisiatif dalam bidang pengembangan anak usia dini.
Stacey Choe, Chief Operating Officer Asia Philanthropy Circle, memaparkan, studi ini dilakukan selama satu tahun pada 2022 dan menguji total 276 program dan 145 kebijakan nasional dan subnasional terkait pengembangan anak usia dini di keempat negara. Selain itu, CEI juga mewawancarai 52 pemangku kepentingan dari pemerintah, akademisi, organisasi non-pemerintah, dan organisasi filantropi.
Baca juga: Belum Semua Desa Punya Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini
”Filantropi di seluruh Asia, termasuk anggota-anggota APC, telah melakukan banyak pekerjaan dalam bidang anak usia dini, tetapi dengan memahami pemetaannya memungkinkan semua pihak menjadi lebih strategis dalam program-programnya. Penelitian ini membantu organisasi filantropi untuk menggali isu-isu yang belum ditangani dan menemukan area-area di mana kita dapat bekerja sama untuk menciptakan dampak yang lebih besar,” kata Stacey.
Secara terpisah, Head of ECED Tanoto Foundation Eddy Henry menyampaikan, Indonesia perlu melakukan analisis lebih lanjut untuk mengungkap isu-isu spesifik terkait kesenjangan dalam upaya menguatkan pengembangan pendidikan anak usia dini. Beberapa isu tersebut, antara lain pemenuhan gizi dan nutrisi untuk anak, praktik pola pengasuhan, dan akses terhadap pendidikan berkualitas.
Menurut dia, mengembangkan ekosistem yang efektif bagi pendidikan anak usia dini akan terwujud dengan kolaborasi oleh berbagai pihak. Selain pemerintah, ada pula organisasi-organisasi yang berperan penting agar masyarakat dapat menerima kebijakan secara utuh. Organisasi-organisasi tersebut adalah organisasi finansial, organisasi yang mengimplementasikan, dan organisasi pendukung.
”Kolaborasi ini perlu dijalankan. Misalnya jika ingin menjangkau masyarakat di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan, perlu media yang membantu penyebarluasan informasi,” kata Eddy.
Transisi PAUD ke SD
Pengembangan anak usia dini termasuk dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor empat, yaitu memastikan semua anak memperoleh akses terhadap layanan pengembangan dan perawatan anak usia dini yang berkualitas serta pendidikan prasekolah sebagai persiapan masuk ke pendidikan dasar. Karena itu, transisi yang menyenangkan dari PAUD ke sekolah dasar (SD) menjadi penting.
Pelaksana Tugas Direktur PAUD Kemendikbudristek Komalasari menjelaskan mengenai miskonsepsi pada jenjang PAUD, salah satunya terkait keharusan pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung (calistung) pada anak usia dini. Kemendikbudristek telah berkomitmen untuk mengatasi miskonsepsi tersebut, salah satunya dengan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan.
”Setiap anak memiliki hak untuk dibina agar mendapatkan kemampuan fondasi yang holistik. Bukan hanya kognitif, melainkan juga kematangan emosi, kemandirian, kemampuan berinteraksi, dan lainnya,” ujar Komalasari.
Baca juga : Tidak Ada Lagi Tes Calistung untuk Masuk SD
Assistant Secretary for Curriculum and Instruction, Departemen Pendidikan Filipina, Alma Ruby C Torio, mengatakan, Departemen Pendidikan Filipina memiliki sebuah program yang disebut dengan Agenda MATATAG yang berpusat pada peserta didik.
Ada empat agenda MATATAG yang juga diterapkan dalam transisi PAUD ke SD, antara lain, membuat kurikulum yang relevan untuk menghasilkan anak yang produktif, aktif, dan bertanggung jawab; mengambil langkah untuk mengakselerasi dan menyampaikan dasar-dasar pelayanan pendidikan dan menyediakan fasilitas; melindungi peserta didik dengan mengutamakan kesejahteraan, pendidikan yang inklusif, dan menyediakan lingkungan yang positif; serta mendukung peningkatan kompetensi guru agar dapat mengajar dengan lebih baik.
”Kami berupaya agar setiap murid, terlepas dari latar belakang mereka, dapat mengakses pendidikan yang berkualitas dari masa PAUD sehingga pada 2030 tidak ada murid Filipina yang tertinggal,” ucap Alma Ruby.
Dengan membangun pendidikan anak usia dini, kita membangun fondasi yang kuat bagi generasi muda untuk dapat hidup di tengah di masyarakat global.
Direktur SEAMEO CECCEP Vina Adriany mengungkapkan bahwa pelatihan guru seringkali didasarkan pada kekurangan guru dan model pembelajaran yang disusun dengan kurang mempertimbangkan aspek-aspek sosial dan budaya. Karena itu, perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai dan tidak hanya berfokus pada satu pakem yang dominan saja.
Assistant Director Education, Youth, and Sport Division Sekretariat ASEAN Roger Yap Chao Jr menyampaikan, pendidikan anak usia dini dengan akses yang berkeadilan menuju pendidikan berkualitas merupakan salah satu poin utama dalam rencana kerja ASEAN di bidang pendidikan tahun 2021-2025. Salah satu upaya yang dilakukan dalam mendukung dan memperkuat rencana kerja tersebut adalah dengan memprioritaskan pendidikan dini yang terintegrasi dan holistik bagi anak.
Roger menambahkan, peningkatan kualitas pendidikan anak usia dini sebaiknya tidak hanya dilakukan sendiri-sendiri oleh setiap negara. Diperlukan kerja sama yang inklusif dengan berbagai pihak. Selain itu, juga perlu keseriusan dalam bentuk ketersediaan anggaran untuk melaksanakan program berkualitas bagi pendidikan anak usia dini.
”Tidak kalah penting, diperlukan juga peningkatan kapasitas bagi orangtua untuk dapat terus terkoneksi dengan anak. Karena dengan membangun pendidikan anak usia dini, kita membangun fondasi yang kuat bagi generasi muda untuk dapat hidup di tengah di masyarakat global,” ujarnya.
Direktur UNESCO Jakarta Maki Hayashikawa mengapresiasi minat dan komitmen yang tinggi dari negara-negara Asia Tenggara dan mitra utama untuk mempercepat akses anak-anak ke PAUD inklusif berkualitas tinggi. ”Saya yakin bahwa para pembuat kebijakan akan memberikan perhatian penuh untuk menyelesaikan tantangan yang belum terselesaikan di PAUD. UNESCO siap bekerja sama dengan mitra dan seluruh negara Anggota dalam pengembangan peta jalan untuk mengimplementasikan Deklarasi ECCE di Kawasan ASEAN,” tutur Maki.