Keanggotaan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) periode 2020-2023 selesai pada Kamis (27/7/2023). Ada sejumlah isu yang menjadi catatan DKJ selama tiga tahun terakhir.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
Mural Raden Saleh menghiasi bangunan Planetarium di kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2020). Pusat kebudayaan peninggalan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin ini akan direvitalisasi yang bertujuan menjadikan TIM sebagai pusat kebudayaan bertaraf internasional.
JAKARTA, KOMPAS — Keanggotaan Dewan Kesenian Jakarta periode 2020-2023 berakhir hari Kamis (27/7/2023). Namun, hingga kini belum ada anggota baru yang dilantik. Situasi ini dikhawatirkan menimbulkan kekosongan keanggotaan di dewan kesenian tersebut yang berdampak terhadap aktivitas seni dan budaya di lembaga itu.
Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) periode 2020-2023 Danton Sihombing di Jakarta mengatakan, anggota DKJ pada periodenya dilantik pada 27 Juli 2020 oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Pembentukan DKJ di periode itu sesuai Keputusan Gubernur Nomor 803 Tahun 2020. Adapun keanggotaan DKJ pada periode tersebut berakhir setelah tiga tahun.
Hingga pukul 17.00 WIB, Kamis (27/7/2023), belum ada pelantikan anggota DKJ baru ataupun informasi tentang pemilihan orang-orang yang lolos menjadi anggota DKJ. Adapun kelayakan calon anggota DKJ dinilai, antara lain, oleh Akademi Jakarta.
Saat dihubungi secara terpisah, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut surat keputusan gubernur terkait anggota DKJ periode 2023-2026 telah ditandatangani. Ia meminta Kompas bertanya lebih lanjut ke Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Namun, hingga berita ini ditulis, Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana belum memberikan tanggapan.
Keanggotaan DKJ diperkirakan kosong hingga waktu yang tidak bisa ditentukan. Hal ini dikhawatirkan memengaruhi kegiatan seni dan budaya di Jakarta, khususnya di Taman Ismail Marzuki (TIM). Sebab, selama ini kegiatan seni dan budaya di TIM dikurasi oleh DKJ.
Selain itu, DKJ menjadi pihak yang melakukan inkubasi kegiatan seni bagi masyarakat di Jakarta, melaksanakan pendampingan kegiatan seni, hingga memfasilitasi pertemuan seni antarpihak. Itu bertujuan agar ekosistem seni di Jakarta berkembang. ”Jika hal itu hilang, fasilitasinya hilang dan ruangnya hilang, masyarakat akan dikembalikan ke mode auto-pilot (dalam pengembangan ekosistem seni),” ucap Wakil Ketua I DKJ Hikmat Darmawan.
Menurut Danton, isu yang paling menonjol dari keanggotaan DKJ pada periodenya adalah krisis manajemen. Jika dipecah, ia mencatat ada lima masalah utama yang dihadapi DKJ selama tiga tahun terakhir.
Jika hal itu hilang, fasilitasinya hilang dan ruangnya hilang, masyarakat akan dikembalikan ke mode auto-pilot (dalam pengembangan ekosistem seni).
Masalah-masalah tersebut berkaitan dengan jauhnya hubungan antara DKJ dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Padahal, DKJ dibentuk sebagai mitra pemerintah untuk mendukung kegiatan dan mengembangkan kesenian di DKI Jakarta. Adapun DKJ dibentuk pada tahun 1968 oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.
Salah satu isu yang dihadapi DKJ berkaitan dengan pendanaan. Sejumlah kebijakan di masa kini dinilai membatasi gerak kesenian dan kebudayaan DKJ. Pendanaan kegiatan DKJ tidak lagi berdasarkan mekanisme hibah, melainkan menjadi pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2020.
Hal ini membuat pemanfaatan dana mesti mengikuti alur birokrasi yang panjang dan lama. Dana tidak lagi bisa dialokasikan secara fleksibel seperti saat pendanaan masih menggunakan mekanisme hibah. Selain itu, ada sejumlah elemen anggaran seni budaya yang tidak ada dalam peraturan sehingga sulit untuk dimasukkan ke proposal anggaran. Kondisi ini tidak hanya menghambat pendanaan, tetapi juga pelaksanaan program seni budaya.
Isu lain adalah kesekretariatan DKJ diambil alih Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (UP PKJ TIM). Hal ini pada prosesnya menimbulkan isu-isu baru, seperti status kepegawaian sekretariat DKJ menjadi tidak jelas. Adapun pada 2022, ada 25 pekerja tetap DKJ yang terancam kehilangan pekerjaan.
Selain itu, seniman, budayawan, hingga DKJ kini tidak memiliki hak yang jelas untuk menggunakan ruang di TIM. Sebelumnya, TIM bisa digunakan secara gratis untuk kepentingan publik. Setelah direvitalisasi, TIM dikelola oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro) yang merupakan badan usaha milik daerah. Pengelolaan oleh Jakpro dinilai sebagai bentuk komersialisasi karena penggunaan ruang di TIM mesti dengan sistem sewa.