Sayembara Novel dan Puisi DKJ Tunjukkan Tren Positif
Sayembara Novel dan Sayembara Manuskrip Puisi DKJ 2023 masing-masing melahirkan tiga pemenang, serta lima peserta pilihan para juri.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Suasana Malam Anugerah Sayembara Novel dan Sayembara Manuskrip Puisi Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) di Jakarta, Sabtu (22/7/2023) malam. Masing-masing sayembara melahirkan tiga pemenang dan lima peserta pilihan yang karyanya menyita perhatian dewan juri.
JAKARTA, KOMPAS — Masa kerja Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta atau DKJ periode 2020-2023 ditutup dengan Malam Anugerah Sayembara Novel dan Sayembara Manuskrip Puisi DKJ, Sabtu (22/7/2023). Sayembara yang menghasilkan masing-masing tiga pemenang itu menunjukkan tren positif kesusastraan Indonesia, yaitu variasi tema penulisan, dan meningkatnya jumlah peserta.
Kedua sayembara ini dibuka untuk publik pada 14 Februari-20 April 2023. Pihak penyelenggara menerima 431 naskah untuk sayembara manuskrip puisi yang dikirim dari sejumlah daerah. Ada juga yang mengirim dari luar negeri, yakni Jerman, Amerika Serikat, Rusia, dan Italia.
Sementara itu, ada 366 naskah novel yang lolos syarat administratif untuk sayembara novel. Naskah dikirimkan peserta dari Indonesia, Turki, Amerika Serikat, Kamboja, dan Jerman. Jumlah naskah yang masuk untuk sayembara novel tahun ini naik dibandingkan pada 2021, yakni 327 naskah.
”Yang menarik mula-mula (adalah) jumlah peserta yang banyak. Itu artinya minat dan energi para penulis kita masih tinggi. Secara tema (penulisan) juga beragam. Ini juga menggembirakan. Kita memang ingin melihat bagaimana penulis kita menggarap tema-tema yang variatif dengan pendekatan dan penggarapan yang segar,” kata Ketua Komite Sastra DKJ Hasan Aspahani di Jakarta.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Suasana Malam Anugerah Sayembara Novel dan Sayembara Manuskrip Puisi Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) di Jakarta, Sabtu (22/7/2023) malam. Masing-masing sayembara melahirkan tiga pemenang dan lima peserta pilihan yang karyanya menyita perhatian dewan juri.
Dewan juri menetapkan tiga pemenang sayembara puisi. Ketiganya adalah Muhaimin Nurrizqy (juara 1) dengan judul karya ”Selamat Malam, Kawan!”; Heru Joni Putra (pemenang kedua) dengan judul ”Suatu Hari di Batas Ilmu Pengetahuan”; serta Amos Ursia (pemenang ketiga) dengan judul ”Gentayangan Puitika”. Masing-masing pemenang mendapat hadiah uang Rp 25 juta, Rp 15 juta, dan Rp 10 juta.
Ada pula lima peserta dengan naskah yang menarik perhatian dewan juri. Mereka adalah Darwanto (”Kemana Perginya Benda-Benda yang Sudah Tiada”), Lale Julia Fitri Gerhani Arungan (”Kutu-kutu Joni”), M Romzul Falah Al Fillaily (”Balai Desa dan Hantu-hantu Nippon”), Nanda Alifya Rahmah (”Antariksa Infinitium Absurdum”), serta Syaiful Alim (”Syekh Siti Jenar dan Sepinggan Puisi dalam Kobaran Api”). Kelimanya mendapat hadiah Rp 3 juta per orang.
Adapun dewan juri sayembara puisi terdiri dari Royyan Julian, Inggit Putria Marga, dan Kiki Sulistyo. Dewan juri menilai karya para peserta dengan tiga hal, yaitu komposisi, kurasi, dan perspektif tema.
Selain menguasai keterampilan gramatikal, penyair juga dituntut lihai mengartikulasikan gagasan.
Royyan mengatakan, aspek komposisi jadi perhatian utama juri. Selain menguasai keterampilan gramatikal, penyair juga dituntut lihai mengartikulasikan gagasan, antara lain lewat pilihan diksi, siasat bunyi, kesadaran lisensi puitik, dan metafora.
Dewan juri juga mencatat beragam tema puisi, seperti ibu, sejarah, agama, jender, ekologi, dan perkotaan. Para juri berharap agar para penyair memperluas dan memperdalam tema tersebut.
”Sayembara ini mungkin tidak berambisi menjadi parameter dan representasi kualitas puisi-puisi Indonesia. Namun, paling tidak, Sayembara Manuskrip Puisi DKJ adalah upaya untuk melihat sampai di mana mata para penyair kita meneropong titik terjauh di cakrawala kemungkinan yang tak terbatas,” ucap Kiki Sulistyo.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Penyair Achiar M Permana membacakan puisi karyanya dalam acara pembacaan puisi lima penyair di Studio Mendut, Mungkid, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (19/3/2022).
Sayembara novel
Sementara itu, pemenang sayembara novel adalah Yoga Zen (juara 1) dengan karya berjudul ”Tersesat Setelah Terlahir Kembali”, Hasbunallah Haris (peringkat kedua) dengan judul ”Leiden” (2020-1920), serta Ida Fitri (pemenang ketiga) dengan judul ”Tukang Intip”. Masing-masing orang mendapat hadiah Rp 25 juta, Rp 15 juta, dan Rp 10 juta.
Sama seperti sayembara puisi, sayembara novel menetapkan lima peserta yang karyanya menarik perhatian juri. Kelimanya adalah Agil Fathurrohman (”Melawat”), Darwanto (”Raksasa”), Lila Prasasti Ratu Asih (”Rahim”), M Syahrul Padli (”Teori Datangnya Tiga Wanita dan Keheningan Hari Minggu”), serta Aveus Har (”Tak Ada Embusan Angin”). Masing-masing mendapat hadiah Rp 3 juta.
Adapun dewan juri sayembara novel terdiri dari Azhari Aiyub, Dhianita Kusuma Pertiwi, dan Zaky Yamani. Mereka menilai karya peserta dengan mengukur skor di enam elemen, yaitu bagian pendahuluan naskah, alur, karakterisasi, latar, gaya bahasa, dan kebaruan.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Suasana Malam Anugerah Sayembara Novel dan Sayembara Manuskrip Puisi Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) di Jakarta, Sabtu (22/7/2023) malam. Masing-masing sayembara melahirkan tiga pemenang dan lima peserta pilihan yang karyanya menyita perhatian dewan juri.
Juri juga melihat genre, tetapi tidak dinilai dengan skor, melainkan jadi ukuran seberapa jauh genre itu menguatkan atau melemahkan naskah novel. Genre yang ditemukan pada naskah-naskah peserta antara lain detektif/misteri, sejarah, dan politik.
”Keragaman narasi, bentuk, dan gagasan merupakan satu hal yang ingin kami angkat dalam sayembara tahun ini. Ini upaya untuk menambahkan warna dalam kesusastraan Indonesia sekaligus membukakan pintu bagi penulis yang memiliki ketertarikan pada genre-genre yang selama ini agaknya kurang mendapatkan tempat dan perhatian,” kata Zaky.
Pemenang kedua sayembara, Hasbunallah Haris (22), mengatakan, dirinya tidak menemukan banyak novel bergenre sejarah di indonesia. Ini jadi salah satu pemicu dirinya menulis naskah novel Leiden (1920-2020). Novel ini dibuat berdasarkan riset selama 4-5 bulan.
Novel ini berkisah tentang anak SMA yang mencari bagian dari naskah kuno dari tahun 1920. Naskah itu serupa buku harian seorang intelijen Belanda tentang harta karun di area pemakaman Belanda yang ada di Sawahlunto. Keberadaan naskah itu diungkit lagi pada 2020, kemudian diperebutkan.
”Bang Benny, guru menulis saya, menekankan soal riset. Jangan sampai orang yang membaca karya kita menyesal karena tidak dapat apa-apa, hanya dapat kesenangan. Harapannya ada hal baru yang didapat pembaca, seperti pengetahuan,” ucap Hasbunallah, yang mengaku ”kabur” dari kegiatan kuliah kerja nyata (KKN) kampus untuk hadir di malam anugerah sayembara DKJ.