Peringatan Hari Anak Nasional 2023 menjadi momentum untuk merumuskan suara dari anak-anak Indonesia.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemenuhan berbagai hak anak belum sepenuhnya terwujud dengan merata. Memastikan hak-hak seperti partisipasi anak di ruang publik serta perlindungan anak menjadi perwujudan menuju negara layak anak serta menyongsong generasi emas Indonesia.
Hari Anak Nasional 2023 bisa menjadi momentum agar suara anak yang diwakili Forum Anak Nasional bisa dirumuskan. Peringatan yang dipusatkan di Semarang, Jawa Tengah, ini akan berlangsung pada 20-23 Juli 2023.
”Pemenuhan berbagai hak anak menjadi kewajiban untuk mewujudkan Indonesia Layak Anak 2030 dan Indonesia Emas 2045,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati saat pembukaan Hari Anak Nasional di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (20/7/2023).
Pembukaan Hari Anak Nasional 2023 berlangsung meriah dengan kehadiran ratusan anak dari perwakilan Forum Anak dari 38 provinsi di Indonesia. Suasana riang ceria dan sorak-sorai begitu tampak dari para peserta. Tak hanya dari peserta, kegiatan yang berlangsung di lapangan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah Jateng ini juga turut dihadiri para orangtua dari Kota Semarang dan sekitarnya, beserta anak-anaknya.
Hari Anak Nasional yang diperingati setiap tanggal 23 Juli ini menjadi wadah bagi anak untuk saling berdiskusi, menyampaikan aspirasi dan gagasan tentang kondisi anak di Indonesia.
Adapun selama empat hari kegiatan Hari Anak Nasional, para peserta akan merumuskan berbagai aspirasi menjadi Suara Anak Indonesia. Bintang mengharapkan suara tersebut dapat dirumuskan dengan baik dan menyeluruh.
”Hasil dari Suara Anak Indonesia kemudian akan disampaikan kepada Presiden. Oleh karena itu, proses penyusunan Suara Anak Indonesia perlu diikuti dengan kegiatan peningkatan kapasitas forum anak di tingkat nasional dan daerah,” ujar Bintang.
Masih banyak elemen masyarakat menyepelekan suara anak. Namun, perlu diingat ke depan kami yang akan menjadi lakon dari narasi yang dibuat saat ini.
Sementara dalam acara pembukaan juga, sejumlah perwakilan forum anak daerah turut menyampaikan aspirasi mereka tentang anak Indonesia saat ini. Mereka menyoroti berbagai hak anak yang masih diabaikan. Melalui forum anak, mereka berharap tidak hanya menjadi ajang seremonial, tetapi suara yang dibuat bisa didengarkan.
”Masih banyak elemen masyarakat menyepelekan suara anak. Padahal, perlu diingat ke depan kami yang akan menjadi lakon dari narasi yang dibuat saat ini,” kata perwakilan Forum Anak Maluku Utara, Muhammad Ali Akbar.
Hal serupa disampaikan Evelyn Saubakti, perwakilan Forum Anak Kepulauan Riau. Dia berharap setiap aspirasi dan kebutuhan anak menjadi fokus dalam pembangunan. Pemenuhan hak anak harus direalisasikan di semua tingkatan pemerintahan, dari tingkat atas hingga paling rendah.
Selain itu, perlindungan pada anak juga menjadi perhatian dari Forum Anak. Pemenuhan hak perlindungan anak patut menjadi sorotan. Menurut catatan Kementerian PPPA, angka kekerasan pada anak masih tinggi. Pada tahun 2020, rata-rata 33,91 anak menjadi korban setiap hari, sementara pada tahun 2021 dan 2022 rata-rata meningkat masing-masing menjadi 43,60 dan 48,33 anak per hari.
Adapun merujuk data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terdapat 4.683 aduan sepanjang tahun 2022. Dari jumlah itu, sebanyak 2.113 aduan terkait perlindungan khusus anak, sebanyak 1.960 aduan terkait lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, 429 aduan terkait sektor pendidikan dan budaya, 120 aduan terkait sektor kesehatan dan kesejahteraan, serta 41 aduan terkait pelanggaran hak kebebasan anak.
Selain itu, anak juga menyoroti semakin kurangnya ruang aman bagi anak. Selama ini ruang aman tersebut justru menjadi pelaku kekerasan pada anak. Sebagian besar pelaku kekerasan adalah orang yang dikenal oleh korban, seperti orangtua, saudara, guru, teman, pacar, dan tetangga. Selain itu, ruang aman lain, seperti lembaga pendidikan, masih jauh dari harapan.
Menteri Bintang pun tidak menampik bahwa perlindungan pada anak perlu ditingkatkan. Dia berharap semua pihak bisa terlibat dalam pemenuhan hak ini. Kementerian PPPA telah melakukan serangkaian upaya dalam menyikapi tantangan dan harapan terhadap anak Indonesia.
Sejumlah forum dibentuk mulai dari pembentukan dan penguatan Forum Anak, mendorong tersedianya Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA), hingga Lembaga Perlindungan Khusus Ramah Anak (LPKRA).
”Ruang aman bagi anak menjadi tanggung jawab bersama. Dengan demikian, semua pihak perlu hadir sebagai pendamping anak,” kata Bintang.
Hal serupa juga disampaikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Ganjar mengimbau, mulai dari anak itu sendiri, orangtua, lingkungan, serta pemerintah agar menjadi pendamping bagi anak. Selain itu, semua aspirasi yang disampaikan oleh anak juga harus menjadi catatan bagi pemerintah untuk ditindaklanjuti segera.