Polusi Udara Memengaruhi Kesehatan Mental, Anak dan Remaja Paling Berisiko
Polusi udara juga memengaruhi kesehatan mental. Anak-anak dan remaja paling berisiko terdampak.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kualitas udara yang buruk telah terbukti memicu berbagai masalah kesehatan tubuh, terutama terkait kardiovaskular dan pernapasan. Riset terbaru menunjukkan, polusi udara juga memengaruhi kesehatan mental yang menempatkan anak-anak serta remaja sebagai paling berisiko terdampak.
Tinjauan bukti baru ini diterbitkan dalam British Journal of Psychiatry, Rabu (5/7/2023). Dipimpin oleh Profesor Kamaldeep Bhui di Departemen Psikiatri Universitas Oxford, para peneliti dalam program BioAirNet menganalisis studi-studi yang mengamati efek polusi udara dalam dan luar ruangan sepanjang perjalanan hidup, mulai dari kehamilan dan kelahiran sampai remaja dan dewasa.
Mereka menemukan bukti bahwa paparan polusi udara dapat menyebabkan depresi, kecemasan, psikosis, dan bahkan gangguan neurokognitif, seperti demensia. Ada juga indikasi bahwa anak-anak dan remaja mungkin terpapar polusi udara pada tahap kritis dalam perkembangan mental mereka, membuat mereka berisiko terkena dampak paling parah dan masalah kesehatan mental yang signifikan di masa depan.
Memodifikasi paparan kualitas udara yang buruk di dalam dan di luar ruangan dapat mengurangi tingkat kesehatan yang buruk secara umum.
”Ada bukti yang muncul dari hubungan antara kualitas udara yang buruk, baik di dalam maupun di luar ruangan, dan kesehatan mental yang buruk secara umum, serta gangguan mental tertentu. Selain itu, kondisi jangka panjang yang sudah ada tampaknya memburuk, membutuhkan lebih banyak perawatan kesehatan,” tulis Bhui dan tim.
Menurut kajian ini, bukti periode kritis paparan di antara anak-anak dan remaja menyoroti perlunya lebih banyak data longitudinal sebagai dasar tindakan dan kebijakan pencegahan dini. ”Materi partikulat, termasuk bioaerosol, terlibat, tetapi merupakan bagian dari paparan kompleks yang dipengaruhi oleh geografi, kondisi sosial ekonomi, dan kerentanan biologis dan individu,” sebut Bhui.
Faktor risiko tambahan termasuk perumahan yang buruk, kepadatan penduduk, kemiskinan, kurangnya ruang hijau, serta kerentanan sosial dan psikologis individu, seperti kurangnya akses pada dukungan, pengasuh, atau ruang aman.
Bhui mengatakan, polusi udara dan kesehatan mental adalah tantangan utama yang harus dihadapi dunia saat ini dan pada tahun-tahun mendatang. Hal ini menjadikan bidang penelitian ini sebagai prioritas kesehatan masyarakat yang vital.
”Tinjauan kami menunjukkan bahwa ada bukti hubungan antara kualitas udara yang buruk dan kesehatan mental yang buruk, serta hubungan dengan gangguan mental tertentu,” katanya.
Secara khusus, menurut temuan ini, partikel udara yang mencemari, termasuk bioaerosol, telah terlibat dalam memperburuk kesehatan. Materi partikel merupakan bagian dari serangkaian faktor risiko lingkungan yang kompleks, termasuk geografi, kekurangan, biologi, dan kerentanan individu.
”Kita membutuhkan lebih banyak penelitian untuk memahami jaring penyebab ini dan untuk menyelidiki sejumlah kesenjangan pengetahuan kritis lainnya, seperti mekanisme materi partikel dan bioaerosol dapat menyebabkan dan memperburuk kondisi kesehatan,” katanya.
Menurut Bhui, studi mengenai kualitas udara dalam ruangan dan bagaimana pengaruhnya terhadap kesehatan, khususnya kesehatan jiwa, masih sangat kurang. ”Kita membutuhkan cara yang lebih baik untuk mengukur paparan polusi dan memahami bagaimana perubahan iklim memengaruhi polusi udara. Kami juga menyerukan lebih banyak studi longitudinal untuk memahami efeknya pada anak-anak dan remaja saat mereka tumbuh,” ujarnya.
Kualitas udara yang buruk dikaitkan dengan kesehatan fisik yang buruk dan perkembangan penyakit, termasuk beberapa jenis kanker, tetapi sejauh ini hanya sedikit perhatian yang diberikan pada bagaimana polutan udara dapat memengaruhi kesehatan mental.
Bhui menambahkan, ”Memodifikasi paparan kualitas udara yang buruk di dalam dan di luar ruangan dapat mengurangi tingkat kesehatan yang buruk secara umum. Tapi, mengingat tingginya tingkat penyakit mental serius di tempat-tempat di mana polusi udara paling tinggi, terutama di daerah miskin dan perkotaan, dan hubungan antara, misalnya, kanker dan penyakit mental serius, mungkin ada penyebab umum dan faktor risiko yang perlu diperhatikan untuk dipahami dan ditanggapi.”
Risiko pada remaja
Tinjauan sistematis tentang risiko dan ketahanan kesehatan mental di antara remaja yang terpapar polusi sebelumnya juga diterbitkan dalam Journal of Psychiatric Research edisi Februari 2022. Kajian ini dilakukan para peneliti dari Trinity Center for Global Health bersama dengan mitra internasional.
Dalam kajian tersebut, tim peneliti melihat jurnal akademik yang relevan dari Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan Timur Tengah untuk studi empiris (diterbitkan hingga April 2020) yang meneliti kesehatan mental remaja yang terpapar polutan. Untuk kepentingan tinjauan, yang dianalisis adalah ”kesehatan mental”, termasuk gejala kecemasan; depresi; gangguan, kontrol impuls, dan gangguan perilaku; gangguan perkembangan saraf; psikosis; atau penyalahgunaan zat pada remaja berusia 10 hingga 24 tahun.
Hasilnya menunjukkan, paparan polusi udara dan air dikaitkan dengan peningkatan gejala depresi, kecemasan umum, psikosis, dan/atau gangguan, kontrol impuls, dan gangguan perilaku. Paparan timbal dan pelarut dikaitkan dengan gangguan perkembangan saraf.
Namun, penelitian berkualitas baik tentang hubungan antara paparan polusi dan kesehatan mental sangat langka. Sedikit yang diketahui tentang bagaimana perbedaan polutan terkait dengan kesehatan fisik remaja, tetapi lebih sedikit lagi yang diketahui tentang bagaimana polusi berdampak pada kesehatan mental remaja.
Kristin Hadfield dari Trinity Center for Global Health, yang menjadi peneliti utama kajian ini, menyebutkan, jika kita ingin mencegah dampak buruk dan meningkatkan kesehatan mental remaja, salah satu cara untuk melakukannya mungkin dengan mengurangi jumlah polusi udara dan air yang terpapar pada remaja. ”Bukti masih kurang, tetapi berdasarkan apa yang kita ketahui selama ini, politisi yang ingin melindungi remaja kesehatan mental mungkin perlu mempertimbangkan peraturan lingkungan yang lebih kuat untuk udara, air, dan tanah kita,” katanya.