Perekrutan guru PPPK belum tuntas. Berbagai terobosan ditawarkan, tetapi belum menyentuh akar persoalan. Ide ”marketplace” guru dari pemerintah tidak menyelesaikan masalah.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
Meme soal marketplace guru berseliweran di akun media sosial, seperti TikTok. Lalu, istilah check out seperti yang lazim dilakukan pembeli ketika membeli barang di lokapasar sebagai ajakan agar guru dipilih atau ”dibeli” sekolah.
Isi meme soal marketplace guru beragam. Ada yang menuliskan, ”calon guru berkualitas”, ”flash sale”, ”gratis ongkir”, ”dijamin cashback”. Ada juga yang menyajikan video yang isinya soal ”COD, bayar langsung di tempat, check out sebelum kehabisan guru-guru”; ”dijual cepat”, ”beban hidup dan keluarga free ongkir”; hingga ”yuk buruan di check out”.
Perekrutan guru melalui mekanisme marketplace guru mengemuka dalam paparan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim akhir Mei lalu. Nadiem menyampaikan ini sebagai solusi jangka panjang penuntasan guru honorer lewat pengangkatan guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Marketplace guru tersebut semacam platform berisi basis data calon guru yang sudah pernah mengikuti seleksi ASN PPPK ataupun lulusan pendidikan profesi guru (PPG) prajabatan yang dinilai layak menjadi guru PPPK.
Dengan demikian, sekolah dapat merekrut guru sesuai formasi yang disediakan pemerintah pusat dengan mengacu pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik) tanpa bergantung pada perekrutan guru ASN secara nasional. Pelaksanaan perekrutan guru PPPK dengan sistem marketplace ini dilakukan mulai 2024. Saat ini, proses tersebut masih menunggu Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen ASN Guru yang ditargetkan selesai Oktober nanti.
Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri dalam webinar Ngobrol Pintar Seputar Kebijakan Edukasi bertajuk Marketplace Guru: Ide Brilian atau Disorientasi Kebijakan? pada Minggu (18/6/2023), mengatakan, banyak pihak keberatan terhadap konsep marketplace perekrutan guru. Bukan semata keberatan soal istilah marketplace yang mengandaikan guru seperti barang yang diperjualbelikan di lokapasar. Akan tetapi, lebih pada rencana ini dinilai tetap tidak menyelesaikan persoalan perekrutan guru PPPK.
”Solusi mengatasi guru itu tidak sesederhana membuat marketplace guru, lalu gajinya disalurkan dengan dana bantuan operasional sekolah (BOS) khusus untuk gaji guru. Jangan hanya demi kejar tayang tahun politik 2024 muncul solusi seperti ini,” kata Iman.
Iman mengatakan, para guru honorer, terutama yang lulus passing grade atau Prioritas 1, terus terkatung-katung. Seharusnya, persoalan menyangkut nasib mereka diselesaikan secara serius oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan duduk bersama. ”Jangan kegagalan panitia seleksi nasional, termasuk Kemendikbudristek, dalam menyelenggarakan perekrutan PPPK dilimpahkan ke sekolah,” katanya.
Perekrutan guru oleh sekolah lewat lokapasar, bukan tidak mungkin membuka peluang korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Pemilihan guru atau "chek out" oleh sekolah bisa terjadi karena adanya faktor kekerabatan atau kedekatan. Korupsi BOS gaji guru juga bisa terjadi seperti korupsi BOS.
Akibat gimik
Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pendidikan Nonformal Pengurus Pusat Muhammadiyah Alpha Amirrachman mengatakan, jangan setiap masalah diselesaikan dengan membuat aplikasi. Hal ini sudah disorot Presiden Jokowi yang tanggap dan memberikan arahan agar kementerian tidak terus membuat aplikasi baru, apalagi tidak terintegasi. Setidaknya, saat ini ada sekitar 27.000 aplikasi di lembaga pemerintahan.
”Marketplace guru adalah solusi yang didasari kebuntuan dalam menyelesaikan masalah guru PPPK. Hal ini karena ada gimik rekrutment satu juta guru yang disampaikan Mendikbudristek yang belum bersepakat dengan pemerintah daerah,” kata Alpha.
Sesuai UU Otonomi Daerah, lanjut Alpha, pengangkatan guru merupakan kewenangan pemda. Anggaran gaji guru juga ada di APBD. ”Ketika hendak merekrut satu juta guru PPPK, semestinya pemerintah pusat duduk bersama untuk memetakan kebutuhan guru, baru muncul angka satu juta guru,” ujar Alpha.
Hingga saat ini, perekrutan guru PPPK tidak berjalan semestinya karena persoalan politik anggaran pemda. Karena buntu, muncul ide lokapasar guru sebagai cara pemerintah pusat mengambil alih pengajuan formasi sehingga kekurangan guru bisa diatasi.
”Kekeliruan sangat fatal karena tidak ada konsultasi dengan pemda dan terbentur realita tidak bisa terpenuhi. Jadi, solusi marketplace guru untuk menjawab kebuntuan ialah solusi yang tidak berdasarkan analisis mendalam, terburu-buru, dan ada pelemparan tanggung jawab. Sekolah yang merekrut, jadi tidak pas,” ujar Alpha.
Alpha mengatakan, persoalan guru PPPK saat ini bisa diurai satu-per satu dengan cara yang baik. Dari jumlah guru prioritas satu, ada ribuan guru swasta. Mereka bisa mendapatkan formasi dengan dikembalikan ke sekolah swasta.
”Tidak merugikan negara jika guru swasta yang lulus PPPK dan belum mendapat formasi dikembalikan lagi ke sekolah asal. Ada payung hukumnya bahwa guru ASN bisa diperbantukan di lembaga swasta. Apalagi ini, kan, untuk kepentingan pendidikan anak bangsa dan memberi kepastian bagi guru,” ujar Alpha.
Marketplace guru adalah solusi yang didasari kebuntuan dalam menyelesaikan masalah guru PPPK.
Salamah, Kepala Sekolah SD Negeri Pungangan di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, mengatakan, ”Marketplace enggak tepat untuk guru karena guru bukan barang, tetapi subyek yang mulia, yang pekerjaannya mencerdaskan anak bangsa.”
Salamah juga menuturkan, Kemendikbdursitek punya Dapodik untuk mengetahui kondisi guru tiap sekolah. Alangkah baiknya, perekrutan guru PPPK dikembalikan lagi pada khittah perekrutan awal. Guru yang sudah berusia 35 tahun direkrut menjadi guru PPPK dengan memperhitungkan masa kerja dan prestasi. Adapun yang di bawah 35 tahun direkrut jadi guru PNS.
”Tantangan pendidikan ke depan semakin dinamis dan berat. Di sekolah butuh guru yang mau berjuang dan hebat. Saya sangat sedih melihat meme di TikTok soal nasib lulusan baru atau fresh graduate jika perekrutan guru terus dengan model guru PPPK,” kata Salamah.
Implikasi marketplace guru dengan status guru PPPK pada calon guru muda perlu dipikirkan. Bisa jadi, makin sulit mencari guru yang mumpuni untuk mau kuliah di perguruan tinggi kependidikan. Jika dunia pendidikan mendapat guru berkualitas, dunia pendidikan akan bagus.
”Permasalahan pendidikan itu luas. Jadi, perlu kerja sama yang baik semua pemangku kepentingan agar bisa terselesaikan dari akarnya. Kita harus menyelesaikan masalah bagaimana memajukan siswa dengan belajar baik dan memberi perekrutan guru yang baik sehingga memunculkan guru hebat untuk kemajuan bangsa,” kata Salamah.