Hingga tahun 2023, pemenuhan formasi satu juta guru PPPK tidak juga optimal. Pengajuan dari pemda tidak sesuai kebutuhan. Pemerintah pusat menawarkan solusi ”marketplace” guru.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penuntasan satu juta guru aparatur sipil negara dengan status pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK sulit tercapai. Tahun ini, formasi pengadaan guru PPPK sebanyak 601.286 guru, tetapi pengajuan dari pemerintah daerah tidak sampai 50 persen. Ketidakpastian penuntasan guru-guru honorer yang masuk dalam prioritas pengangkatan ini membuat resah para guru.
Yang terbaru, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menawarkan solusi penuntasan pemenuhan kebutuhan guru PPPK dengan memberikan ruang bagi sekolah untuk memilih sendiri guru-guru yang dibutuhkan. Ada wacana pada tahun 2024, pemerintah pusat turun tangan mengatasi kemandekan pengajuan formasi kebutuhan guru di sekolah negeri lewat platform marketplace (lokapasar) talenta guru. Adapun penggajian guru nantinya disalurkan lewat sekolah secara langsung seperti mekanisme bantuan operasional sekolah.
Gagasan Mendikbudristek Nadiem Makarim tentang marketplace guru sebagai solusi jangka panjang penuntasan guru honorer lewat pengangkatan guru PPPK disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Menteri Keuangan di Jakarta, Rabu (24/5/2023). Marketplace guru tersebut semacam platform berisi database calon guru yang sudah pernah mengikuti seleksi ASN PPPK maupun lulusan pendidikan profesi guru (PPG) prajabatan yang dinilai layak menjadi guru PPPK.
Dengan demikian, sekolah dapat merekrut guru sesuai formasi yang disediakan pemerintah pusat dengan mengacu pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik) tanpa bergantung pada rekrutmen guru ASN secara nasional. Pelaksanaan rekrutmen guru PPPK dengan sistem marketplace ini dilakukan mulai tahun 2024. Saat ini, proses tersebut masih menunggu Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen ASN Guru yang ditargetkan selesai Oktober nanti.
Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim, Jumat (2/6/2023), di Jakarta mengatakan, guru-guru honorer yang sudah lulus passing grade ataupun yang sudah ikut tes PPPK tetapi tidak ada formasi kini semakin terkatung-katung.
”Akibat kegagalan pemerintah pusat dan daerah, para guru yang jadi korban. Sekarang penyelesaiannya diserahkan lewat kluster sekolah. Guru yang lulus passing grade makin tidak jelas nasibnya, padahal mereka prioritas satu. (Perekrutan) lewat sekolah juga membuka peluang (terpilihnya) guru yang disukai kepala sekolah atau bisa (muncul) model KKN (korupsi, kolusi, nepotisme),” kata Satriwan.
Satriwan menilai, tawaran penyelesaian kebutuhan guru PPPK lewat marketplace bukan solusi jangka panjang. Pemerintah pusat dan daerah tetap diminta untuk menuntaskan dulu secara serius guru-guru yang sudah menjadi prioritas.
Sementara itu, Ketua Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sumardiansyah Perdana Kusuma mengatakan, rekrutmen guru PPPK selama dua tahun terakhir tidak berjalan mulus. Pemerintah pusat menganggap masalah pengajuan formasi oleh pemda mempersulit penuntasan rekrutmen guru honorer di daerah dan pemenuhan kekurangan guru di sekolah negeri.
Masalahnya, pemda tetap belum yakin soal penggajian guru PPPK yang informasinya akan dialokasikan secara penuh dari pemerintah pusat lewat dana alokasi umum (DAU) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Akibatnya, guru yang masuk prioritas satu atau yang lulus passing grade banyak yang belum mendapat formasi hingga tahun 2023.
”Ide pembuatan marketplace secara normatif kami apresiasi sebagai niat dan ikhtiar pemerintah untuk menyelesaikan persoalan rekrutmen guru. Namun, dari sisi obyektivitas, ide marketplace harus dikaji, diuji, dan diperdebatkan dulu sebelum benar-benar dicanangkan sebagai kebijakan pemerintah,” paparnya.
Merendahkan guru
Sumardiansyah mengatakan, PGRI tetap meminta penuntasan program satu juta guru melalui kebijakan optimalisasi dari pemerintah pusat yang bersumber dari aplikasi SSCASN (Sistem Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara) untuk menyelesaikan daftar antrean pelamar prioritas (P1, P2, P3, dan P4). Selain itu, mendorong pengembangan Dapodik dan melibatkan sekolah sebagai bagian dari panitia seleksi daerah dengan kewenangan mengajukan sekaligus memverifikasi usulan formasi.
Kemendikbudristek, menurut Sumardiansyah, diminta tidak perlu menambah aplikasi-aplikasi lain yang justru hanya akan membuat pusing atau menambah beban guru karena akses internet/teknologi yang belum merata. ”Istilah marketplace yang identik dengan produk barang, pasar, dan kapitalisasi dianggap merendahkan guru sebagai profesi yang mulia dan terhormat,” ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai, gagasan Mendikbudristek tentang marketplace guru tidak menyelesaikan akar permasalahan tenaga pendidikan di Indonesia. Marketplace guru dinilai menyelesaikan persoalan distribusi guru yang hanya menjadi salah satu dari banyak masalah pengelolaan tenaga pendidikan di Tanah Air.
”Marketplace guru hanya akan memudahkan sekolah yang membutuhkan tenaga pendidik sesuai formasi yang dibutuhkan. Marketplace ini tidak menjawab bagaimana agar tenaga guru honorer bisa secepatnya diangkat menjadi ASN sehingga mereka mendapatkan kelayakan penghidupan,” kata Huda.
Marketplace guru yang dimaksud Mendikbudristek adalah database calon guru yang sudah diverifikasi. Di dalamnya, semua sekolah dapat mencari siapa saja orang yang bisa menjadi pendidik atau diundang ke sekolah tersebut.
Istilah marketplace yang identik dengan produk barang, pasar, dan kapitalisasi dianggap merendahkan guru sebagai profesi yang mulia dan terhormat.
Jika sekolah sudah memilih dan guru yang dipilih sepakat, guru tersebut menjadi ASN PPPK. Gaji guru terpilih tersebut berasal dari DAU daerah yang ditransfer langsung ke sekolah.
Menurut Huda, saat ini yang dibutuhkan adalah konsistensi sikap pemerintah untuk menuntaskan rekrutmen satu juta guru honorer menjadi PPPK. Ini berarti pemerintah harus menuntaskan berbagai kendala mulai dari proses rekrutmen, proses penerbitan surat pengangkatan, hingga penempatan guru yang lolos seleksi.
”Saat ini proses rekrutmen satu juta guru honorer menjadi ASN belum juga tuntas meskipun sudah dua tahun program tersebut diluncurkan,” ucapnya.
Huda mengakui jika aplikasi marketplace guru ini punya manfaat seperti layaknya aplikasi Gojek atau Grab yang memudahkan pertemuan pengemudi ojek daring dengan penggunanya. ”Banyaknya kendala dalam rekrutmen satu juta guru honorer menjadi PPPK tersebut membutuhkan terobosan politis, di mana Mendikbudristek bisa meminta kepada Presiden untuk membuka ruang bagi hambatan yang bersifat regulatif maupun personal, bukan malah menciptakan aplikasi baru,” kata Huda.
Pengajuan formasi
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani mengatakan, jumlah guru yang lulus menjadi guru PPPK sebanyak 544.292 orang. Pada tahun 2023 masih ada kebutuhan pengangkatan guru PPPK sebanyak 601.286 guru, baik dari sisa formasi pada tahun 2021 dan 2022 maupun dari kebutuhan guru pensiun. Akan tetapi, pengajuan formasi dari pemda hanya 278.102 guru atau sekitar 46 persen.
Terkait guru passing grade yang jumlahnya 193.954 guru, baru 67 persen di antaranya yang mendapatkan penempatan. Pemda dinilai kurang optimal memprioritaskan pengangkatan guru passing grade. Akibatnya, pada tahun 2023 ada sebanyak 62.546 guru yang tidak mendapatkan penempatan meskipun mereka masuk prioritas satu.
Nunuk menguraikan kebutuhan guru di sekolah negeri sebanyak 2,1 juta orang. Kondisi guru saat ini, baik yang berstatus ASN maupun non-ASN sebenarnya berlebih jumlahnya, yaitu lebih dari 200.000 guru. Namun, redistribusi guru di daerah tidak merata.
Nadiem menambahkan, jika pemda tidak juga optimal mengajukan formasi, pemerintah pusat memberikan solusi setelah enam bulan untuk berdiskusi. ”Ada konsep marketplace untuk guru, ada tempat database guru yang bisa mengajar. Pola perekrutan yang selama ini sentral menjadi real time oleh sekolah sehingga bisa kapan saja. Jika sudah ada marketplace, tetapi ada sekolah yang sulit mendapat guru karena tidak ada peminat seperti di daerah 3T (terdepan, terpencil dan tertinggal), pemerintah menyediakan insentif bagi guru yang mau,” kata Nadiem.
Nadiem mengatakan, dengan memanfaatkan teknologi, marketplace guru membuat pemenuhan kebutuhan guru oleh sekolah secara langsung menjadi lebih fleksibel tanpa menunggu rekrutmen nasional. Untuk memenuhi guru di daerah sulit yang minim atau tidak ada peminat, pemerintah mulai tahun 2024 menawarkan beasiswa ikatan dinas PPG prajabatan.
”Guru yang memilih ini mendapat insentif dan kenaikan karier yang lebih cepat. Setidaknya mereka tiga tahun mengajar di sekolah yang sulit tersebut. Menurut kami ini menjadi kesempatan luar biasa untuk melatih jiwa sosial dan pedagogi yang lebih baik lagi,” kata Nadiem.