Tingkatkan Kesetaraan Akses Pendidikan Jarak Jauh Berkualitas
Pendidikan jarak jauh tetap berkembang pascapandemi Covid-19. Kini, pemanfaatan lebih merata dan setara perlu dikembangkan agar pendidikan jarak jauh berkualitas memberikan keuntungan bagi semua orang.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Pendidikan terbuka dan jarak jauh pascapandemi Covid-19 terus berkembang. Kini, kualitas pendidikan jarak jauh, yang makin masif beberapa tahun terakhir untuk mengatasi penutupan sekolah sebagai dampak situasi gawat darurat kesehatan, harus ditingkatkan guna memastikan terbukanya akses dan kesetaraan pendidikan bagi semua orang, termasuk di jenjang perguruan tinggi.
Komitmen pada kesetaraan mengakses pendidikan jarak jauh (PJJ) bukan hanya memastikan tersedianya infrastruktur jaringan. Pembelajaran bermutu dengan memanfaatkan teknologi digital ini harus didukung pedagogi pendidikan jarak jauh, desain instruksi pembelajaran yang disesuaikan untuk mendukung setiap pelajar optimal merasakan pengalaman belajar yang terhubung, serta evaluasi dan asesmen yang sesuai dan relevan.
Persoalan peningkatan akses dan kesetaraan perguruan tinggi di Asia Tenggara, salah satunya Indonesia, tersebut mengemuka dalam acara program Better University Knowledge for All (BUKA) Project Sharing Session yang digelar di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Terbuka, di Tangerang Selatan, Senin (12/6/2023).
Program yang didanai European Union dan Erasmus Plus ini mendukung kolaborasi antara Tampere University of Applied Science (TAMK) Finlandia; Dublin City University Irlandia; Open University Malaysia dan Wawasan Open University; dari Filipina yakni University of the Philippines Open University dan Mindanao State University-Iligan Institute of Technology; serta dari Indonesia Universitas Terbuka (UT) dan Universitas Negeri Padang.
Hanna Teras dari TAMK mengutarakan, ada kesamaan visi dari perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan yang dapat diakses siapa saja lewat PJJ. Hal ini membuat perguruan tinggi seperti UT eksis dan dijalankannya program BUKA.
”Ada banyak penduduk dan siswa yang karena geografi atau situasi hidup jadi tak mungkin datang ke kampus. Kita mengakui pendidikan jarak jauh dan teknologi belajar online menjadi solusi yang baik untuk membuka akses terhadap pendidikan tinggi,” kata Hanna.
Sebelum Covid-19, perguruan tinggi dengan PJJ masih terbatas jadi perhatian penyelenggara. Tiba-tiba PJJ menjadi relevan bagi semua orang demi berlangsungnya pendidikan yang terkendala Covid-19.
Ada banyak penduduk dan siswa yang karena geografi atau situasi hidup jadi tak mungkin datang ke kampus. Kita mengakui pendidikan jarak jauh dan teknologi belajar online menjadi solusi yang baik untuk membuka akses terhadap pendidikan tinggi.
”Ketika memulai proyek BUKA tahun 2020 di Malaysia, saat itu Februari. Namun, dalam waktu singkat situasi dunia berubah. Karena itu, ide kolaborasi di antara universitas dan wilayah menjadi relevan untuk menemukan cara meningkatkan kesetaraan dan akses PJJ,” kata Hanna.
Menurut Hanna, perguruan tinggi seperti UT yang memang punya keahlian dalam penyelenggaraan PJJ semakin penting. Karena itu, pengembangannya bukan sekadar menyediakan akses, tetapi lebih lagi untuk memastikan kesetaraan dalam layanan pendidikan tinggi berkualitas.
Sementara itu, James Brunton dari Dublin City University, mengatakan, guna mendapatkan manfaat dari berkembangnya PJJ dan teknologi digital yang mendukung pembelajaran semakin fleksibel, momen ini harus ditingkatkan dengan memastikan kesetaraan. Karena itu, pengajaran dan pembelajaran inklusif yang berkualitas dapat diwujudkan dengan saling berbagi dan kolaborasi guna meningkatkan kapasitas dan sumber daya dari masing-masing institusi yang unik.
”Setelah pandemi Covid-19, pendidikan jarak jauh semakin dibutuhkan dan dikembangkan, apakah model hybrid atau blended learning (pembelajaran campuran). Namun, perlu diketahui bahwa pendidikan harus semakin dapat diakses dan setara,” kata James.
James menekankan, pascapandemi PJJ tidak lagi dijalankan dengan ala kadarnya sebagai upaya mengatasi kondisi gawat darurat pendidikan. Kini, ada tantangan untuk membuat PJJ lebih baik dan memberikan manfaat bagi semua orang agar berhasil dengan dukungan pedagogi dan desain instruksi belajar daring yang sesuai kebutuhan serta kondisi setiap orang dan institusi.
UT Akses
Proyek BUKA di UT dijalankan lewat program UT Akses. Menurut Ketua Pusat Riset dan Inovasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh UT Daryono, UT Akses menyediakan hotspot Wi-Fi di suatu tempat agar mahasiswa UT yang berada di daerah terpencil yang tak ada akses internetnya tetap bisa belajar daring dan mengakses sumber belajar online. Ada lima titik UT Akses, yakni di Jasinga dan Cigombong (Bogor), Tuwel (Tegal), Barusari (Garut), dan Lebak (Banten).
”Meskipun ada di Pulau Jawa, jaringan intenet dan kestabilannya tidak merata. Dengan adanya UT Akses, PJJ tidak terkendala. Mahasiswa yang kebanyakan guru bisa belajar di pusat belajar yang ditempatkan di SD. Akhirnya di sekolah tersebut bisa terakses internet,” kata Daryono.
Dari survei terhadap pelaksanaan UT Akses, semua responden ingin program UT Akses berkelanjutan. Alasannya, mereka merasakan manfaatnya untuk membantu pengalaman belajar daring sehingga bisa membuka berbagai sumber belajar UT dan tidak kesulitan mengaksesnya. Mahasiswa membuka laman utakses.ac.id, nanti ada menu moodle, Wikipedia, dan Wiki Dictionary. Ada juga konten UT open repository dan e-book Sekolah Dasar.
Wakil Rektor Bidang Pengembangan Institusi dan Kerja Sama UT Rahmat Budiman mengatakan, proyek BUKA sejalan dengan misi UT untuk membuka akses pendidikan tinggi melalui PJJ. UT berkomitmen menyediakan layanan kuliah secara online bagi masyarakat di daerah 3T, yang tidak ada jaringan internet, bahkan tidak ada listrik.
”Kami mengatasi masalah jaringan hingga menyediakan akses sumber daya belajar digital yang berkualitas. Hal ini memberikan keuntungan bagi masyarakat karena dapat mengakses belajar di mana saja,” kata Rahmat.
UT kini memiliki empat fakultas dan pascasarjana. Berdasarkan data April 2023, mahasiswa berjumlah 439.222 orang, sekitar 51 persen di antaranya kini berusia di bawah 25 tahun.