Tetap Dibutuhkan Penguatan Pembelajaran Jarak Jauh
Pembelajaran tatap muka diyakini lebih efektif dari pembelajaran jarak jauh. Padahal, kondisi dunia terus menghadapi ketidakpastian. Untuk itu, ”grand design” PJJ bermutu harus dikuatkan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki tahun ketiga pandemi Covid-19, pendidikan di sekolah berangsur normal. Pembelajaran tatap muka kembali diandalkan untuk pemulihan pendidikan karena lebih efektif dengan interaksi langsung dibandingkan lewat pembelajaran jarak jauh. Padahal, dunia masa depan menghadapi ketidakpastian sehingga penguatan pembelajaran jarak jauh tidak boleh dilupakan.
Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute (TII), Nisaaul Muthiah, memaparkan hasil kajian tengah tahun 2022 TII mengenai proses pembelajaran siswa sekolah dasar dan menengah di tahun ketiga pandemi. Hasil kajian menunjukkan bahwa di tahun ketiga pandemi ini, baik guru maupun siswa, masih lebih memilih pembelajaran tatap muka (PTM) karena berbagai alasan.
Saat PTM, guru dan siswa mengaku lebih mudah dalam memberi dan menerima informasi pelajaran. PTM juga memungkinkan terjadinya interaksi sosial secara langsung sehingga mengurangi kejenuhan dalam proses pembelajaran.
Nisaaul menyatakan, ketidakefektifan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama ini karena kurangnya perencanaan yang matang dan baik pada sistem PJJ. Perencanaan yang matang dan baik mampu mendorong kegiatan pembelajaran berlangsung lancar, terstruktur, dan terarah sehingga kejenuhan dapat diminimalisasi.
”Kemendikbudristek, Kementerian Agama, dan sektor privat yang bergerak di dunia pendidikan perlu mendesain sistem pembelajaran campuran yang terstruktur, terarah, dan menarik. Sebab, kondisi pandemi yang masih jauh dari kepastian mengharuskan pelaku pendidikan termasuk guru dan tenaga pendidikan untuk dapat bersikap fleksibel,” ujarnya dalam diskusi publik The Indonesian Forum bertajuk ”Proses Pembelajaran di Tahun Ketiga Pandemi” di Jakarta, Kamis (11/8/2022).
Tidak ada jaminan bahwa PTM atau PTM terbatas yang sedang berjalan saat ini tidak akan terhenti. Jika situasi Covid- 19 kembali memburuk, opsi pembelajaran yang terbaik adalah pembelajaran campuran.
Metode pembelajaran tersebut menggabungkan kelebihan yang ada pada PTM dan PJJ. Studi TII ini juga menunjukkan bahwa pembelajaran campuran memiliki potensi untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Nisaaul mendorong Kemendikbudristek dan Kementerian Agama untuk melakukan pemugaran Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Pendidikan Profesi Guru (PPG) guna menghasilkan guru yang berkualitas. Dengan kualitas guru yang baik, maka proses pembelajaran apa pun yang dijalankan akan berjalan dengan maksimal.
Tidak ada jaminan bahwa PTM atau PTM terbatas yang sedang berjalan saat ini tidak akan terhenti.
Sementara itu, Koordinator Nasional Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, mengatakan, banyak guru saat ini yang gagap dan gugup dalam menghadapi pandemi. Karena itu, diperlukan perbaikan kemampuan pedagogi, baik itu pedagogi digital maupun non-digital pada guru.
”Kita harus mendorong agar pemerintah mampu menyediakan grand design sistem pembelajaran yang berguna di masa katastrofe atau bencana besar yang datang secara tiba-tiba. Ada revitalisasi dalam pendidikan calon guru dan peningkatan kompetensi guru yang ada agar mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dalam situasi apa pun,” kata Satriwan.
Terkait implementasi SKB 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, Nisaaul mengatakan, sejauh ini aturan tersebut belum diimplementasikan dengan baik. Kebanyakan siswa dan guru abai terhadap penerapan protokol kesehatan. Padahal, saat ini Indonesia masih berada di masa pandemi, bahkan muncul berbagai varian Covid-19 baru dan juga hepatitis akut yang banyak menyerang anak.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, membenarkan, penerapan protokol kesehatan di satuan pendidikan saat ini sudah sangat lengah. KPAI terus memantau pelaksanaan proses PTM dan juga operasional kantin sekolah. Di pertengahan tahun ketiga pandemi ini, KPAI telah mendatangi 68 sekolah.
Menurut Retno, sekolah-sekolah di DKI Jakarta sudah bagus dalam proses 3T (testing, tracing, treatment).Namun, dalam penerapan protokol kesehatan sangat lengah.
”Kita mendukung proses pembelajaran dilakukan secara tatap muka, tetapi dengan tetap menetapkan protokol kesehatan yang ketat,” ujar Retno.