Mencegah Dampak Polusi Udara, Mulai dari Masker hingga Tanaman
Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mencegah dampak buruk polusi udara. Aktivitas di luar ruang sebaiknya dihindari. Jika terpaksa, masker harus digunakan. Selain itu, sejumlah tanaman hias bisa dimanfaatkan.
JAKARTA, KOMPAS — Batuk, nyeri tenggorokan, hidung berair, dan sesak napas bisa menjadi gejala dan tanda dari dampak akut akibat paparan polusi udara. Gejala tersebut bisa memburuk hingga membuat seseorang mengalami sakit kepala, lemas, dan mual.
Hal itu terjadi karena polutan yang masuk ke dalam tubuh mengikat hemoglobin sehingga aliran oksigen dalam darah menjadi berkurang. Dalam jangka panjang, paparan polusi udara yang terjadi berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun bisa menyebabkan penurunan fungsi paru.
Berbagai penyakit, seperti asma, pneumonia atau radang paru, tuberkulosis, penyakit paru obstruktif kronik, dan kanker, pun bisa terjadi. Selain itu, risiko penyakit lain, yakni jantung dan stroke, dapat muncul. Kematian dini pun bisa terjadi akibat paparan polusi udara.
Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Agus Dwi Susanto, di Jakarta, Rabu (7/6/2023), mengutarakan, pada orang dengan penyakit kronis, seperti jantung dan asma, risiko terjadi serangan akan meningkat jika terpapar polusi udara.
Mereka juga berisiko makin sering menggunakan obat dan jumlah kunjungan ke rumah sakit akan bertambah.
”Dalam riset kami pada tahun 2019 di Rumah Sakit Persahabatan, setiap kali ada peningkatan polutan PM 10 (partikel udara yang lebih kecil dari 10 mikron atau mikrometer), jumlah kunjungan karena asma dan PPOK (penyakit paru obstruktif kronis) meningkat,” ujarnya.
”Kondisi ini menunjukkan adanya korelasi peningkatan polutan dengan meningkatnya kasus serangan asma dan gangguan pernapasan lainnya,” katanya.
Baca juga : Kualitas Udara Buruk, Aktivitas Fisik di Luar Ruang Perlu Dibatasi
Pada studi lain yang dilakukan di RS Umum Pusat Persahabatan dan RS Kanker Dharmais pada 2013 juga menunjukkan 4 persen kasus kanker paru yang bukan perokok. Dari jumlah itu, diketahui kanker paru yang dialami terkait dengan polusi udara.
”Pada riset tersebut, dari 300 pasien kanker paru, ternyata ada 4 persen yang disebabkan oleh polusi. Mereka tidak merokok, namun diketahui bekerja di lingkungan yang terpajan polusi udara,” ujar Agus.
Polusi udara merupakan kondisi ketika udara yang berada di suatu lingkungan mengandung bahan polutan di atas ambang batas aman. Polusi udara di luar ruangan bisa terjadi akibat asap knalpot kendaraan, kebakaran hutan, serta penggunaan mesin industri.
Sementara polusi dalam ruangan bisa terjadi akibat debu, asap rokok, asap yang berasal dari dapur, ataupun udara luar yang masuk ke dalam ruangan akibat ventilasi yang buruk.
Setiap kali ada peningkatan polutan PM 10, jumlah kunjungan karena asma dan PPOK menjadi meningkat. Ini menunjukkan adanya korelasi peningkatan polutan dengan meningkatnya kasus serangan asma dan gangguan pernapasan lainnya.
Indeks pencemaran udara terdiri atas beberapa tingkatan. Indeks mutu udara dikatakan baik jika berkisar antara 1-50. Indeks berada pada tingkat sedang pada rentang 51-100, sedangkan pada tingkat tidak sehat pada rentang 101-200, amat tak sehat pada rentang 201-300, dan berbahaya jika indeks kualitas udara lebih dari 300.
Indeks kualitas udara tersebut dihitung berdasarkan kandungan partikulat atau PM 10, sulfur dioksida, karbon monoksida, ozon, nitrogen dioksida, dan hidrokarbon. Selain itu, kualitas udara harus melihat informasi PM 2,5. Kandungan ini paling berpengaruh pada kesehatan manusia.
Mengutip data dari IQ Air per 7 Juni 2023 pukul 17.00, mutu udara di Indonesia paling buruk tercatat di Cileungsi, Jawa Barat, dengan indeks mencapai 170, disusul daerah Pasarkemis (Jawa Barat), Tangerang Selatan (Banten), dan Bekasi (Jawa Barat). Keempat wilayah tersebut menunjukkan indeks kualitas udara tidak sehat.
Tingkat risiko dari pajanan polusi udara dipengaruhi oleh konsentrasi serta lamanya pajanan yang terjadi. Selain itu, upaya perlindungan untuk mencegah dampak buruk dari polusi udara juga turut memengaruhi tingkat risiko yang bisa dihadapi seseorang.
Pencegahan
Agus menuturkan, edukasi pada masyarakat mengenai bahaya polusi udara perlu lebih masif dilakukan. Saat ini, masyarakat seakan abai terhadap bahaya paparan polutan yang masuk ke tubuh. Di sisi lain, sistem peringatan dini akan bahaya dari mutu udara buruk juga belum berjalan.
”Seharusnya ketika mutu udara sedang buruk, ada peringatan dini dari pagi hingga sore yang bisa dilihat masyarakat. Bisa juga dilakukan dengan menggunakan pengeras suara di titik tertentu. Peringatan itu sekaligus menyampaikan untuk menghindari beraktivitas di luar ruang dengan paparan polusi tinggi,” tuturnya.
Menurut Agus, menghindari aktivitas di luar ruang dengan mutu udara yang buruk merupakan cara paling efektif untuk mencegah dampak buruk bagi kesehatan.
Aplikasi yang menyajikan informasi mengenai indeks kualitas udara bisa dimanfaatkan untuk mengetahui wilayah yang sebaiknya dihindari. Jika terpaksa harus beraktivitas di luar ruangan, gunakan masker yang dapat melindungi diri dari paparan polutan.
Baca juga : Polusi Udara Berdampak pada Kesehatan, Bahkan Picu Kematian
Upaya pencegahan tersebut terutama harus dilakukan pada kelompok rentan, seperti anak-anak, warga lansia, ibu hamil, serta orang dengan penyakit penyerta, seperti PPOK, asma, gangguan pada saluran pernapasan lain, atau penyakit jantung. Paparan polusi udara dapat memperburuk penyakit yang dialami.
Hal lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah kewaspadaan akan polusi di dalam ruangan. Sekalipun berada di dalam ruangan, dampak buruk dari polusi udara juga bisa terjadi. Hal itu terutama jika sistem penyaringan udara tidak berjalan dengan baik.
Alat penjernih udara bisa digunakan di dalam ruangan, terutama apabila indikator kualitas udara di ruangan tersebut menunjukkan angka yang buruk. Alat ini juga bisa digunakan di ruangan yang ditempati kelompok rentan, seperti anak-anak.
Pada ruangan yang menggunakan pendingin ruangan atau AC, perlu dipastikan pula untuk memakai mode yang membuat udara akan bersirkulasi di dalam ruangan dan tidak mengambil udara dari luar. Mode ini juga bisa diterapkan saat menggunakan pendingin udara di mobil.
Hal lain juga bisa dilakukan, yakni menempatkan tanaman dalam ruangan yang mampu menyerap berbagai macam polutan. Tanaman-tanaman itu saat ini masih belum banyak dimanfaatkan masyarakat.
Dalam jurnal yang ditulis Agus dkk pada 2021 terkait penggunaan tanaman dalam ruangan untuk meningkatkan kualitas udara, terdapat sejumlah jenis tanaman yang bisa dimanfaatkan.
Tanaman itu antara lain english evy (Hedera helix), lidah mertua (Sansevieria trifasciata Laurentii), pohon bambu (Chamaedorea seifrizii), tanaman kuping gajah (Philodendron domesticum), lidah buaya (Aloe vera), weeping fig (Ficus benjamina), dan tanaman hias paku (Nephrolepis Obliterata).
Tanaman-tanaman tersebut umum ditemukan sebagai tanaman hias di Indonesia. Dari jurnal itu disebutkan, tanaman Nephrolepis obliterata, misalnya, dapat mengurangi tingkat formaldehida (H₂CO) hingga 100 persen.
Penelitian lain yang juga ditulis pada jurnal itu menunjukkan, tanaman dengan genus Ficus, seperti tanaman karet kebo, juga mampu menjernihkan udara di dalam ruangan.
Regulasi
Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Anas Maruf secara terpisah menyampaikan, sejumlah upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi dampak polusi udara.
Kementerian Kesehatan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah. Aturan itu mengatur, antara lain, baku mutu dan persyaratan kesehatan udara yang meliputi mutu fisik, kimia, dan biologi. Alat pengukuran mutu udara juga disediakan, terutama di fasilitas kesehatan.
”Kualitas udara luar ruangan sangat memengaruhi kualitas udara dalam ruangan. Kita harus semakin sadar akan bahaya ini. Polusi udara dalam ruangan menjadi salah satu faktor risiko kesehatan utama yang bertanggung jawab atas hampir 1,6 juta kematian secara global,” kata Anas.
Baca juga : Pekerja di Jalanan Lebih Rentan Alami Penurunan Fungsi Paru
Masyarakat juga diimbau turut berupaya mencegah kualitas udara agar tidak memburuk. Hal itu bisa dilakukan, antara lain, melalui upaya mengurangi emisi, menerapkan desain infrastruktur hijau, memakai sarana transportasi publik, serta menggunakan ventilasi ruangan yang sesuai standar.