Pekerja di Jalanan Lebih Rentan Alami Penurunan Fungsi Paru
Paparan polusi udara amat berbahaya bagi kesehatan. Risiko kesehatan akibat polusi udara pun semakin besar pada pekerja di jalanan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat yang bekerja di jalanan sangat rentan mengalami penurunan fungsi paru. Pajanan polusi udara yang tinggi dalam jangka waktu yang panjang menjadi penyebabnya.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) yang juga Ketua Bidang Penanggulangan Penyakit Menular Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Agus Dwi Susanto, di Jakarta, Kamis (19/1/2023), mengatakan, pekerja di jalanan sangat berisiko mengalami gangguan fungsi paru akibat paparan polusi udara. Selain itu, mereka juga rentan mengalami iritasi pada mukosa dan saluran pernapasan, infeksi saluran pernapasan akut, serangan jantung, hingga kanker.
”Dari riset yang dilakukan di sejumlah lokasi menunjukkan, pekerja di jalanan, seperti polisi lalu lintas, penyapu jalan, dan penjual koran di lampu merah, mengalami penurunan fungsi paru. Hal ini juga memperlihatkan polusi udara dari polutan, terutama gas buang diesel, dapat meningkatkan inflamasi alergik pada paru,” katanya.
Dampak buruk kesehatan yang paling sering terjadi akibat polusi udara adalah iritasi saluran pernapasan, infeksi saluran napas, penurunan fungsi paru, bronkitis, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), asma, dan kanker paru. Pajanan yang terlalu lama pun bisa memicu terjadinya kematian dini.
Agus menyampaikan, semakin kecil ukuran polutan yang dihirup, sifat racun yang ditimbulkan pada tubuh semakin besar. Itu sebabnya, polusi yang mengandung polutan dengan particulate matter (PM) 2.5 patut diwaspadai. Partikel tersebut tidak hanya mampu masuk ke dalam hidung dan mulut, tetapi juga bisa masuk ke dalam darah dan paru.
Dampak polusi udara di Indonesia pun dinilai cukup buruk jika dibandingkan dengan negara lain. Pada penelitian yang dilakukan oleh Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Indonesia, prevalensi asma pada penyapu jalan yang terpapar polusi udara mencapai 3,1 persen. Angka itu lebih tinggi dari India sebesar 1,8 persen dan Denmark 2,3 persen.
Pekerja di jalanan, seperti polisi lalu lintas, penyapu jalan, dan penjual koran di lampu merah, mengalami penurunan fungsi pada parunya (Agus Dwi Susanto).
Prevalensi PPOK pada penyapu jalan di Indonesia yang terekspos polusi udara sebesar 6,58 persen. Ini lebih besar dibandingkan di Jerman sebesar 4,5 persen dan Denmark 2,5 persen.
”Penelitian lain pun menunjukkan hubungan antara kanker paru dan pajanan PM 2.5 dan PM 10. Orang yang terpapar polusi tersebut berisiko 1,09 kali mengalami kanker paru,” ucap Agus.
Ia menambahkan, masyarakat yang tinggal di kota besar dengan paparan polusi yang tinggi pun berisiko 1,5 sampai dua kali lipat mengalami penyakit asma dan penyakit paru kronik lainnya dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di daerah dengan tingkat polusi yang rendah. Oleh karena itu, kewaspadaan pun harus ditingkatkan.
Polusi dalam ruang
Agus menuturkan, masyarakat perlu memahami bahwa dampak dari polusi yang berada di dalam ruangan juga bisa berbahaya. Polusi dalam ruang tersebut seperti asap ketika memasak atau asap rokok, baik dari rokok konvensional maupun rokok elektronik.
Polusi dari dalam ruangan ini yang sering kali tidak disadari oleh masyarakat. Padahal, efek kesehatan yang ditimbulkannya sama buruknya dengan polusi dari luar ruangan. Efek tersebut terutama bisa terjadi pada ibu hamil dan anak.
”Ibu hamil yang terpapar polusi udara dari dalam ruangan, seperti dari asap rokok, sangat berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Kelahirannya pun berisiko prematur. Itu juga bisa menyebabkan anak yang dilahirkan mengalami stunting (tengkes),” katanya.
Oleh karena itu, pencegahan harus dilakukan untuk mengurangi dampak dari pajanan polusi udara dari luar ruangan ataupun dalam ruangan. Penggunaan alat pembersih udara (air purifier) bisa menjadi pilihan untuk mengurangi polusi di dalam ruangan. Selain itu, rumah sebaiknya juga bebas dari asap rokok.
Untuk mencegah pajanan polusi udara di luar ruangan, Agus mengatakan, masyarakat sebaiknya menghindari aktivitas fisik apabila kualitas udara di luar terpantau buruk. Itu bisa dilihat dari aplikasi yang saat ini tersedia dengan informasi tingkat kualitas udara. Selain itu, penggunaan masker pun sangat disarankan apabila berada di luar ruangan yang tinggi polusi udara.
Dihubungi terpisah, Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Anas Ma'ruf menuturkan, sejumlah langkah bisa dilakukan oleh masyarakat untuk mencegah dampak buruk polusi udara. Hal tersebut, antara lain, beralih menggunakan energi bersih, mengurangi emisi, menggunakan transportasi publik, menerapkan desain bangunan hijau dan infrastruktur hijau, serta memastikan ventilasi dalam ruangan yang memenuhi standar.
Kementerian Kesehatan pun turut mendorong setiap pemerintah daerah untuk bisa menyediakan alat pengukuran kualitas udara. Implementasi pelaksanaan kabupaten dan kota sehat pun perlu dipercepat.
“Saat ini kami sedang mengembangkan strategi intervensi perilaku rumah tangga dan pedoman pendekatan partisipatif untuk meningkatkan kualitas udara dalam ruangan guna mempromosikan rumah sehat,” tutur Anas.