Wapres: Indonesia Hadapi Kesenjangan Pembiayaan Infrastruktur Air
Inovasi pembiayaan dan perluasan cakupan kerja sama pembiayaan dibutuhkan untuk menangani kesenjangan pembiayaan infrastruktur air di Indonesia. Untuk itu, skema insentif, seperti kemudahan berusaha, perlu dikembangkan.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia masih menghadapi kesenjangan pembiayaan infrastruktur air. Dari kebutuhan sebesar Rp 123,4 triliun untuk pemenuhan akses air minum 10 juta sambungan rumah, porsi yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hanya sebesar Rp 21 triliun dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah hanya sebesar Rp 15,6 triliun. Dengan demikian, sebagian besar sisanya diharapkan dapat dibiayai oleh badan usaha milik negara atau swasta.
”Oleh sebab itu, dibutuhkan inovasi pembiayaan dan perluasan cakupan kerja sama pembiayaan melalui partisipasi sektor swasta dalam skema kerja sama pemerintah-badan usaha (KPBU). Pemerintah pusat dan daerah juga perlu mendorong munculnya inovasi pembiayaan yang menarik minat para pemangku kepentingan,” tutur Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam acara Indonesia Water and Wastewater Expo and Forum 2023, di Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Salah satu inovasi tersebut, menurut Wapres Amin, adalah skema pembiayaan kreatif source to tap, yakni pembangunan infrastruktur penyediaan air minum yang terintegrasi dari hulu hingga ke hilir dan secara kolaboratif melibatkan pemerintah pusat dan daerah serta seluruh pemangku kepentingan terkait. Skema ini dinilai memberikan solusi berkelanjutan terhadap proyek-proyek KPBU penyediaan air minum.
Inovasi pembiayaan lainnya adalah melalui Indonesia Water Fund, yang akan mendanai proyek-proyek perbaikan akses air bersih di Indonesia. Pemerintah daerah dan badan usaha milik daerah (BUMD) agar memanfaatkan platform pendanaan strategis ini sehingga percepatan target akses air minum yang layak dapat tercapai.
Wapres Amin menuturkan, proyek penyediaan air minum memiliki segmen pasar yang jelas, cakupan wilayahnya terukur, serta waktu pengembalian modalnya relatif cepat. ”Oleh karena itu, saya mendorong sektor swasta untuk memanfaatkan potensi ini dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Sejauh ini, menurut Ketua Umum Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) Lalu Ahmad Zaini, laporan kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Air Minum 2022 menunjukkan, dari 514 kabupaten/kota, baru 293 kabupaten/kota atau 57 persen pemerintah daerah yang memiliki rencana induk sistem penyediaan air minum. Dari 389 BUMD Air Minum, setelah dilakukan audit, ada 237 BUMD yang berkinerja sehat, 101 kurang sehat, dan 51 berkinerja sakit.
Akses perpipaan secara keseluruhan 19,47 persen dengan jumlah pelanggan 14,7 juta sambungan. ”Tingkat kehilangan air masih cukup tinggi, yaitu 33,72 persen. Penerapan tarif full cost recovery (FCR) baru mencapai 37,8 persen atau 147 BUMD Air Minum dan sisanya 62,2 persen atau 242 BUMD Air Minum beroperasi dengan tarif tidak FCR atau menjual air di bawah biaya produksi,” ujar Lalu Ahmad.
Dengan masih belum optimalnya penyediaan dan pelayanan air perpipaan itu, menurut Lalu Ahmad, Indonesia Water and Wastewater Expo and Forum 2023 saat ini pun mengusung tema ”Pembiayaan Kreatif untuk Infrastruktur Air dan Sanitasi dalam Mendukung Ketahanan Iklim dan Keberlanjutan”. Tema ini dipilih berdasar kondisi pelayanan air di Indonesia.
Laporan kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Air Minum 2022 menunjukkan, dari 514 kabupaten/kota, baru 293 kabupaten/kota atau 57 persen pemerintah daerah yang memiliki rencana induk sistem penyediaan air minum.
Kembangkan insentif
Guna mendorong tumbuhnya penyediaan air, Wapres Amin mengatakan, skema insentif yang menarik, baik bersifat tarif maupun kemudahan berusaha, juga perlu dikembangkan bagi investor. Pemerintah pusat dan daerah diminta memproses perizinan dengan lebih cepat dan mudah supaya percepatan pencapaian berbagai target akses air minum sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 dapat direalisasikan sesuai jadwal.
Pemerintah melalui RPJMN 2020–2024 menargetkan 100 persen rumah tangga memiliki akses air minum layak pada 2024, termasuk 15 persen akses air minum aman dan 30 persen akses air minum perpipaan. Pada 2022, akses masyarakat ke sumber air minum layak sebesar 91 persen, akses air minum aman 11,8 persen, dan akses air minum perpipaan baru menjangkau 20,69 persen.
Wapres Amin pun menuturkan perlunya memperkuat tata kelola dan kelembagaan penyelenggaraan air minum. Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2021 menunjukkan jumlah perusahaan daerah air minum (PDAM) berstatus sehat baru sekitar 58 persen dari total 388 PDAM. Sisanya, masih berstatus kurang sehat dan sakit.
Menurut Wapres Amin, kondisi PDAM harus sehat dan didukung manajemen internal yang kuat sehingga mampu mengoperasikan sistem penyediaan air minum secara efektif dan efisien. Hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan air minum.
Adapun untuk memperkuat tata kelola dan kelembagaan penyelenggaraan air minum, PDAM didukung pemerintah daerah perlu fokus pada aspek keuangan, pelayanan, operasional, dan sumber daya manusia. PDAM yang belum berstatus sehat dapat belajar dari kisah sukses PDAM yang sudah berstatus sehat untuk kemudian dipraktikkan sesuai kondisi daerah masing-masing.
”Terakhir, saya berpesan kepada pemerintah daerah, sebagai pihak yang memperoleh pendelegasian kewenangan pengelolaan air minum, agar menciptakan iklim usaha yang kondusif di daerahnya serta memperkuat komitmen dalam memberi layanan terbaik penyediaan air minum kepada masyarakat,” ujar Wapres Amin.