Konsep Kota Hutan Berkelanjutan IKN Perlu Libatkan Masyarakat
Ibu Kota Nusantara (IKN) didesain sebagai kota yang akan memperhatikan keberlanjutan alam. Untuk itu, perlu kerja sama semua pihak, termasuk masyarakat adat dan lokal.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ibu Kota Nusantara atau IKN dirancang menjadi kota hutan berkelanjutan yang dibangun secara bertahap hingga 2045. Pembangunan pun dirancang agar dapat meningkatkan keanekaragaman hayati. Selain menyusun peta jalan keanekaragaman hayati, masyarakat adat dan lokal pun perlu dilibatkan.
IKN yang direncanakan sebagai ibu kota baru Indonesia ada di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Kepala Otorita IKN Bambang Susantono mengatakan, luas IKN 256.000 hektar atau setara empat kali luas Jakarta. Dari angka itu, luas wilayah untuk pembangunan adalah 25 persen. Sebanyak 10 persen wilayah untuk pertanian, sementara 65 persen lainnya dijadikan hutan tropis melalui reforestasi.
”Untuk meningkatkan biodiversitas, kami sedang siapkan roadmap,” kata Bambang dalam diskusi daring ”Kebudayaan dan Konservasi dalam Konsep Kota Hutan IKN” pada Rabu (24/5/2023).
Adapun pemerintah sedang menyusun Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati. Rencana Induk Keanekaragaman Hayati IKN juga sedang disiapkan. Penyusunan rencana induk ini sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Keanekaragaman Hayati.
Menurut anggota Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Jatna Supriatna, Kalimantan Timur merupakan salah satu tempat dengan keanekaragaman hayati tertinggi di Indonesia. Hal ini mesti dipertahankan selama pembangunan IKN agar tidak terjadi empty forest syndrome. Itu adalah kondisi saat hutan tampak baik di permukaan, tetapi keanekaragaman hayati di dalamnya hilang.
Salah satu cara mempertahankan keanekaragaman hayati adalah dengan membuat lintasan satwa liar atau koridor alami. Lintasan ini dapat mencegah fragmentasi habitat yang dapat berdampak buruk bagi satwa.
Salah satu tipe spesies yang rentan terhadap fragmentasi di Kalimantan Timur adalah spesies dengan daerah jelajah luas, seperti macan kumbang. Spesies rentan lain adalah spesies dengan pakan tertentu, misalnya burung rangkong dan owa yang hanya makan buah masak. Selain itu, lutung merah, bekantan, kukang, tarsius, dan beruang madu termasuk golongan rentan fragmentasi habitat.
IKN tidak akan lagi menerbitkan izin baru untuk tambang dan kebun.
Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN Myrna Asnawati Safitri mengatakan, pembangunan IKN tidak dilakukan di area hutan alam. Pembangunan berlangsung di hutan tanaman industri, sebagian tambang batubara, dan sebagian kebun sawit.
”Ada kebijakan moratorium izin tambang dan kebun di IKN. Artinya, di IKN tidak akan lagi menerbitkan izin baru untuk tambang dan kebun,” ucap Myrna.
Libatkan masyarakat
IKN direncanakan dibangun dengan melibatkan masyarakat adat dan lokal. Untuk memitigasi potensi masalah sosial di masa depan, kebijakan perlindungan sosial saat ini sedang disusun. Dialog dengan masyarakat juga masih berlangsung. Dialog itu, antara lain, untuk menentukan apakah masyarakat terdampak pembangunan akan direlokasi, diberi ganti rugi, atau difasilitasi opsi lain.
”Salah satunya adalah mendesain semacam kampung budaya yang disepakati masyarakat. Dialog masih berlangsung. Intinya kami tidak mau masyarakat dan kebudayaannnya tercerabut,” tutur Myrna.
Anggota Komisi Kebudayaan AIPI, Yunita T Winarto, mengatakan, hutan adalah relung kehidupan dan kebudayaan masyarakat lokal. Hutan adalah lanskap antropogenik karena hutan terbentuk dari adaptasi masyarakat selama ratusan atau ribuan tahun. Itu sebabnya, misi konservasi alam di IKN mesti melibatkan masyarakat setempat.
Ia menambahkan, sejarah mencatat berbagai gelombang eksklusi komunitas lokal di Indonesia. Misalnya, saat lahan masyarakat adat dijadikan lahan negara dan adanya konsesi perkebunan sawit. ”IKN adalah momentum tepat untuk mengoreksi kebijakan pemerintah di masa lalu,” katanya.
Namun, pelibatan masyarakat perlu disertai dengan pemetaan cermat tentang kondisi sosial dan budaya di IKN, termasuk siapa saja kelompok etnis yang eksis di sana, siapa yang akan dilibatkan, serta bagaimana proses inklusinya.
Anggota Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar AIPI, Damayanti Buchori, menambahkan, pelibatan masyarakat adat dan lokal mesti partisipatif serta substantif. Masyarakat memiliki kearifan lokal yang dapat menjadi bekal penting dalam upaya konservasi alam di IKN.
”Pembangunan sering meninggalkan kearifan lokal. Atau, kearifan lokal tidak ditempatkan setara dengan pengetahuan atau teknologi modern,” katanya.