Komitmen Perusahaan Bebas Deforestasi Masih Dipertanyakan
Laporan kolaborasi sejumlah organisasi menemukan dugaan perusahaan yang telah berkomitmen non-deforestasi masih menerima bahan baku dari pemasok yang menggunduli hutan di Indonesia.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Laporan investigasi dan analisis yang dilakukan sejumlah organisasi menemukan dugaan perusahaan yang telah berkomitmen bebas deforestasi masih menerima bahan baku dari pemasok yang melakukan deforestasi. Selain itu, terdapat aktivitas pembangunan pabrik baru serta pengembangan kapasitas produksi dari jaringan perusahaan bersangkutan yang dinilai sebagai ketidakpatuhan pada komitmen.
Hal ini berdasarkan temuan dari laporan kolaborasi Environmental Paper Network, Rainforest Action Network, Auriga Nusantara, Greenpeace International, dan Woods & Wayside International yang diterbitkan Selasa (23/5/2023). Dalam laporan tersebut, mereka menemukan adanya deforestasi di rantai pasok dari perusahaan pulp atau bubur kertas Royal Golden Eagle Group (RGE) meski telah berkomitmen bebas deforestasi pada 2015.
Kompas berupaya mengonfirmasi hal ini ke pihak RGE. Namun, hingga pukul 21.00, RGE belum memberikan klarifikasi ataupun pernyataan. Adapun para panyusun laporan tersebut menyatakan telah mengonfirmasi APRIL, grup usaha yang dikendalikan RGE. APRIL merespons bahwa komitmen bebas deforestasi diterapkan terhadap semua area operasinya. Pada tahun-tahun terakhir mereka telah meningkatkan produksi kebun kayunya (plantation yield), juga efisiensi penggunaan bahan baku di pabriknya.
Penting untuk melihat transparansi dan pergerakan operasional mereka dalam beberapa tahun terakhir.
”Perusahaan bersangkutan telah berkomitmen bebas deforestasi beberapa tahun silam. Makanya ini penting untuk melihat transparansi dan pergerakan operasional mereka dalam beberapa tahun terakhir,” kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra, saat acara peluncuran laporan secara daring, Selasa.
Syahrul menjelaskan, laporan investigasi ini disusun dengan tiga metode. Metode pertama dengan analisis geospasial yang melacak deforestasi tahunan melalui gambar satelit dengan menggunakan perangkat lunak. Pada metode kedua, dengan menggunakan data ekspor Indonesia diambil dari penyedia data perdagangan komersial data ekspor resmi yang dikelola Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Adapun metode ketiga dengan pemetaan struktur korporasi beserta anak perusahaannya.
Dalam laporan menyinggung komitmen RGE yang tidak akan menerima produk deforestasi serta melarang pemasoknya melakukan penggundulan hutan. Namun, dalam penelusuran, pemasok RGE, PT Balikpapan Chip Lestari, terlibat penggundulan hutan alam setidaknya seluas 37.105 hektar di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara pada 2016-2022.
Laporan ini juga mengkaji profil perusahaan yang mengidentifikasi keterhubungan RGE dengan PT Phoenix Resources International, pabrik pulp raksasa yang tengah dibangun di Tarakan, Kalimantan Utara. Menurut dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), pabrik ini akan memiliki dua lini produksi dengan kapasitas terpasang 1,7 juta ton per tahun. Apabila beroperasi penuh, pabrik ini diperkirakan akan mengonsumsi setidaknya 3,3 juta green metrik ton serat kayu setiap tahun.
Sementara itu, laporan mereka menyebutkan grup usaha APRIL tercatat sedang melakukan ekspansi terhadap pabrik pulp dan kertas unggulannya PT Riau Andalan Pulp & Paper di Sumatera Bagian Tengah. Ekspansi pabrik RAPP ini, sebagaimana tertuang dalam amdal-nya, disebut-sebut akan meningkatkan kapasitas terpasang hingga lebih dari 50 persen kapasitas saat ini, yakni 3 juta ton per tahun. Artinya, kebutuhan kayu tahunan pabrik RAPP akan meningkat dari saat ini 14 juta meter kubik menjadi 21 juta meter kubik per tahun.
”Ada sekitar 600.000 hektar hutan hujan tropis yang masuk dalam konsesi kehutanan di Kalimantan, Papua, dan Papua Barat yang terhubung dengan RGE. Dengan pembangunan pabrik baru Phoenix, sebagian kawasan hutan itu bisa terancam,” ujar Syahrul.
Direktur Auriga Nusantara Timer Manurung melihat arah deforestasi tidak lagi pada penanaman sawit, tetapi oleh kebun kayu atau hutan tanaman industri. Timer menunjukkan data yang diolah dari KLHK serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dari 7,9 juta hektar deforestasi oleh konsesi sebanyak 2,9 juta hektar merupakan kebun kayu. Adapun dari 3 juta hektar tutupan kayu pada 2019, seluas 1 juta hektar atau 15 kali luas DKI Jakarta digunakan untuk kebun kayu.
”Adapun saat ini, di Indonesia hanya dua grup yang menguasai kebun kayu. Salah satunya RGE,” ucap Timer.
Sementara itu, Koordinator Kampanye Senior Environmental Paper Network Sergio Baffoni melihat ekspansi dari perusahaan-perusahaan karena kebutuhan kertas di dunia terus meningkat. US Bureau of Labor Statistics memprediksi kebutuhan kertas pada 2023 mencapai 678 juta metrik ton. Adapun pada 2030 akan mencapai 832 juta metrik ton.
Menurut Sergio, kertas tetap dibutuhkan sebagai pembungkus meski di tengah era digitalisasi. Kebutuhan diprediksi akan terus meningkat, apalagi ada upaya peralihan dari plastik ke pembungkus kertas.
”Grup RGE dan anak perusahaan mereka berjanji untuk menghapus deforestasi dalam rantai pasok mereka. Namun, laporan ini menemukan bahwa janji itu tidak ditepati,” kata Sergio.