Program Praktisi Mengajar Angkatan 2 Tahun 2023 Libatkan 10.577 Praktisi
Sebanyak 10.577 praktisi berkolaborasi dengan 7.235 dosen pada 7.935 mata kuliah dalam program Praktisi Mengajar 2023 di 245 perguruan tinggi.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS —Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek kembali melaksanakan program Praktisi Mengajar Angkatan 2 untuk Tahun Ajaran Genap 2022/2023. Sebanyak 10.577 praktisi menjadi pengajar di 245 perguruan tinggi yang bermitra dengan Kemendikbudristek. Keterlibatan praktisi diharapkan bisa menyesuaikan kebutuhan dunia kerja dengan ketersediaan lulusan perguruan tinggi.
Direktur Sumber Daya Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbudristek M Sofwan Effendi berharap program Praktisi Mengajar yang merupakan kolaborasi antara praktisi dan perguruan tinggi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kolaborasi ini akan melahirkan lulusan-lulusan perguruan tinggi yang berkualitas.
”Mahasiswa lulusan (yang mengikuti) Praktisi Mengajar siap ditempatkan sesuai kebutuhan industri,” kata Sofwan saat acara penandatanganan perjanjian kerja sama antara Kemendikbudristek dan perguruan tinggi, di Tangerang, Banten, Senin (15/5/2023).
Berdasarkan data Kemendikbudristek, sebanyak 245 perguruan tinggi yang terlibat pada Praktisi Mengajar 2023, terdiri dari 208 perguruan tinggi di bidang akademik dan 37 di bidang vokasi.
Adapun 10.577 praktisi akan berkolaborasi dengan 7.235 dosen dalam 7.935 mata kuliah. Jumlah mata kuliah yang dikolaborasikan naik dibandingkan pada angkatan pertama, yang berjumlah 4.966 mata kuliah.
”Tahun lalu, mahasiswa yang ikut dalam kelas kolaborasi Praktisi Mengajar berjumlah 159.000 orang. Tahun ini harapannya bisa lebih banyak lagi,” kata Kepala Program Praktisi Mengajar dan Wirausaha Merdeka Gamaliel Waney.
Berdasarkan catatan Kemendikbudristek, Indonesia hanya memiliki 11,9 persen praktisi mengajar di perguruan tinggi. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara.
Gamaliel mengungkapkan, program ini dianggap penting dalam meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Berdasarkan catatan Kemendikbudristek, Indonesia hanya memiliki 11,9 persen praktisi mengajar di perguruan tinggi. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura (56 persen), Brunei Darussalam (42,5 persen), Malaysia (26,8 persen), dan Filipina (25,8 persen).
Selain itu, relevansi keahlian lulusan perguruan tinggi Indonesia dengan kebutuhan industri masih tergolong rendah dengan persentase 64 persen. Sementara relevansi keahlian lulusan di negara lain, seperti Swiss, mencapai 82 persen, Singapura (79 persen), Belanda (77,9 persen), dan China (73,6 persen).
”Proporsi praktisi yang terlibat sejauh ini (di Praktisi Mengajar 2023) terbesar dari sektor ekonomi, pendidikan, keterampilan digital, industri masa depan, energi berkelanjutan, hingga olahraga,” ucap Gamaliel.
Program yang telah berlangsung pada 16 April 2023-31 Juli 2023 ini berbeda dengan program sebelumnya yang memiliki dua jenis kolaborasi. Dalam Praktisi Mengajar Angkatan 2 Tahun 2023 terdapat satu skema kolaborasi, yaitu kelas kolaborasi selama 12 jam.
Satu kelas kolaborasi terdiri dari satu praktisi yang mengajar selama 12 jam atau dua praktisi yang mengajar selama masing-masing selama 6 jam. Adapun pada edisi pertama, masih terdapat kolaborasi pendek dengan durasi 4-10 jam per mata kuliah.
”Dengan jangka waktu yang lebih lama, mahasiswa bisa lebih mendalam berkolaborasi dengan praktisi. Selain itu, pada angkatan kedua ini praktisi juga bisa terlibat dalam penyusunan kurikulum,” ujar Gamaliel.
Program Praktisi Mengajar mendapatkan respons positif dari perguruan tinggi. Direktur Politeknik Manado Maryke Alelo menganggap, adanya program Praktisi Mengajar mengembalikan marwah politeknik. Filosofi politeknik adalah membangun keselarasan atau link and match antara pendidikan dan industri kembali bergairah berkat program Praktisi Mengajar.
Menurut Maryka, selama ini politeknik kesulitan menjalankan amanah sebagai penyalur lulusan yang siap untuk dunia kerja. Apalagi, dengan kebijakan dosen harus memiliki kualifikasi S-2, politeknik kerap kesulitan menghadirkan tenaga pengajar yang relevan.
”Sekarang kami bisa bekerja sama dengan praktisi yang ahli di bidangnya, serta difasilitasi oleh pemerintah. Selain itu, praktisi yang bisa dihadirkan tidak terbatas dari daerah tertentu sehingga kami bekerja sama dengan praktisi yang keilmuannya lebih luas lagi,” kata Maryka.
Selain itu, perguruan tinggi juga menganggap program praktisi mengajar bisa membantu meningkat kualitas sumber daya mahasiswa. Wakil Rektor I Universitas Pendidikan Indonesia Didi Sukyadi mengungkapkan, perguruan tinggi kesulitan mengakomodasi perubahan karena terkendala kurikulum. Apalagi kurikulum yang telah diterapkan tidak bisa diubah dalam jangka waktu singkat.
”Praktisi mengajar memberikan efisiensi perguruan tinggi untuk berubah lebih maju, baik itu efisiensi dana maupun waktu. Semoga program ini terus berlanjut,” ucap Didi.