Harta Tersembunyi Petani Desa Ibun
Program perhutanan sosial yang digagas pemerintah diharapkan dapat menyejahterakan masyarakat tanpa mengabaikan kelestarian alam. Program ini menunjukkan tren positif di beberapa tempat, salah satunya Desa Ibun.
Pada 2017 masyarakat di sekitar Gunung Rakutak, Jawa Barat, menerima izin pemanfaatan hutan perhutanan sosial di kawasan hutan yang semula dikelola Perum Perhutani. Izin ini merupakan pintu masuk memberdayakan masyarakat, baik dari segi ekonomi maupun ekologi.
Ada harta karun masyarakat Desa Ibun yang hanya bisa diakses lewat jalan panjang dan berlumpur di kawasan Kamojang, Jawa Barat. Jalannya sempit dan kadang tertutup oleh semak-semak. Moda transportasi terbaik untuk menyusuri jalan itu adalah dengan kaki atau sepeda motor. Kira-kira medannya mirip jalur off-road.
Berbeda dengan pendatang yang bakal mengencangkan pegangan di jok motor saat menyusuri jalur itu, para petani tampak tenang-tenang saja, bahkan saat ban motornya sesekali selip. Mereka dengan cekatan mengendalikan setang sepeda motor untuk menghindari jalan berlumpur, berbelok tajam di tanjakan, bahkan tak segan tancap gas saat jalanan menurun.
Setelah sekitar 15 menit melewati hutan dan jalan menanjak yang berkelok-kelok, tibalah rombongan di lahan dengan hamparan tanaman kopi dan sayur-mayur. Lahan perhutanan sosial itu dikelola sekitar 35 warga Desa Ibun, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Mereka tergabung dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Sauyunan.
Kawasan perhutanan sosial yang dikelola KUPS Sauyunan membentang 20-30 hektar di lahan dengan ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut. Adapun letaknya tak jauh dari Gunung Rakutak dan Gunung Kamojang.
KUPS Sauyunan membagi kawasan perhutanan sosial yang mereka garap menjadi dua zona, yaitu zona lindung dan zona pemanfaatan. Para petani sepakat untuk menjaga keasrian zona lindung dan tidak menjadikannya area utama menanam komoditas. Adapun yang termasuk zona lindung adalah area yang memiliki mata air serta area dengan kemiringan lahan lebih dari 60 derajat.
Sementara itu, zona pemanfaatan digunakan untuk menanam pohon kopi, umbi-umbian, kol, cabai, kacang, dan pisang. Petani bisa memanen kopi arabika sebanyak 7-8 kali dalam tiga bulan. Sembari menunggu kopi siap panen, mereka menanam sayur-mayur sebagai sumber penghidupan sehari-hari.
Baca juga: Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial Perlu Pendampingan
Dulu sering terbakar
Hamparan tanaman yang tumbuh subur di kawasan ini dulu adalah pemandangan yang cukup asing. Bertahun-tahun lalu, kawasan ini ditumbuhi kaso atau ilalang. Akar kaso menancap jauh ke bawah tanah hingga kedalaman 50 sentimeter. Akarnya pun kerap membelit ke mana-mana.
Para petani mengaku sulit membersihkan lahan dari kaso. Butuh biaya Rp 40 juta-50 juta untuk bisa membersihkan 1 hektar lahan dari kaso. Jika tidak dibersihkan, kaso dapat memperparah kebakaran hutan yang kerap terjadi bertahun-tahun lalu.
”Dulu, dalam setahun bisa berkali-kali kebakaran,” kata Wakil Ketua KUPS Sauyunan Syahrudin di Desa Ibun, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/5/2023). ”Kalau sudah kebakaran, asap mengganggu warga, (sumber) air kering, dan tanaman masyarakat habis terbakar,” ujarnya.
Kondisi ini membuat masyarakat kehilangan sumber penghidupan. Padahal, menurut Ketua KUPS Sauyunan Amir, para petani dulu hidup dengan menyewa lahan dan membagi hasil kebun dengan Perum Perhutani. Kebakaran ini membuat kondisi mereka semakin sulit.
Permasalahan pengelolaan hutan menemui titik terang ketika pemerintah mengeluarkan izin pemanfaatan hutan perhutanan sosial (IPHPS). IPHPS diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani.
Baca juga: Wujudkan Keadilan dalam Perhutanan Sosial
Ketua Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Indonesia (AP2SI) Roni Usman Kusmana mengatakan, IPHPS bagi masyarakat Desa Ibun terbit pada 2017. IPHPS mencakup izin pemanfaatan hutan perhutanan sosial seluas 1.087 hektar untuk sekitar 770 kepala keluarga. Mereka berasal dari sejumlah desa di Kecamatan Ibun dan Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung.
”Dulu, perhutanan sosial masih asing di masyarakat. Waktu itu yang dianggap berhak mengelola hutan di Jawa adalah (Perum) Perhutani,” ucap Roni.
Setelah sosialisasi dan lahirnya sejumlah peraturan, termasuk UU Cipta Kerja, pengelolaan hutan perhutanan sosial oleh masyarakat mulai berjalan. Adapun masa berlaku IPHPS adalah 35 tahun. Program perhutanan sosial ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sambil tetap menjaga kelestarian alam.
Pengelolaan hutan perhutanan sosial lantas diserahkan kepada sejumlah kelompok perhutanan sosial (KPS). KPS lantas membentuk KUPS sebagai unit usaha pengelolaan hutan. Adapun di Desa Ibun ada delapan KUPS, salah satunya KUPS Sauyunan.
Masyarakat didampingi agar bisa mengelola hutan secara baik dan benar.
Roni mengatakan, masyarakat didampingi agar bisa mengelola hutan secara baik dan benar. Kawasan perhutanan sosial yang dikelola KUPS Sauyunan pun dinilai menunjukkan tren positif. Selain lestari, hutan pun menghidupi masyarakat.
“Sebelum jadi perhutanan sosial, dulu (kawasan ini) memang tidak produktif. Ada tumbuh kaso sehingga untuk diolah pun sulit. Pertanian sulit dikembangkan. Tapi, dengan ketelatenan masyarakat, bisa dilihat kondisinya sekarang,” kata Roni.
Dengan suntikan Dana Nusantara, petani KUPS Sauyunan pun membangun rumah produksi kopi, memperkaya jenis tanaman di hutan, serta mengadakan pelatihan pengolahan kopi pascapanen. Dengan ini semua, para petani berharap bisa memperkuat brand kopinya, bahkan kalau bisa membuat kopi dalam kemasan sachet.
Adapun Dana Nusantara merupakan inisiatif Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Dana dihimpun dari sejumlah donor internasional yang kemudian disalurkan langsung kepada masyarakat adat dan komunitas lokal.
Dana ini telah diuji coba sejak Desember 2022 di 30 lokasi di Indonesia, termasuk Desa Ibun. Saat uji coba, masyarakat menerima dana tidak lebih dari Rp 50 juta. Dana itu diberikan setelah masyarakat mengajukan proposal. Adapun dana ini masih diberikan terbatas hanya kepada masyarakat binaan AMAN, KPA, dan Walhi.