Luapan Ekspresi ”Kecemasan dan Harapan” Perupa Tanah Borneo di Galeri Nasional
Pameran seni rupa kontemporer bertema ”Antara Kecemasan dan Harapan” menampilkan 42 karya dari 13 perupa asal Kalimantan Timur di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, yang dimulai Jumat (5/5/2023) hingga 28 Mei 2023.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pameran seni rupa kontemporer bertema ”Antara Kecemasan dan Harapan” menampilkan 42 karya dari 13 perupa asal Kalimantan Timur. Pameran diadakan di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, mulai Jumat (5/5/2023) hingga Minggu (28/5/2023).
Kurator pameran, Citra Smara Dewi, mengungkapkan, lukisan-lukisan yang dipamerkan mengandung berbagai pesan di balik rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur. Proyek yang dianggap tidak sekadar memindahkan sebuah kota, tetapi juga beririsan dengan aspek politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
Pameran ini sekaligus menegaskan tradisi panjang dari budaya Kalimantan timur melalui pemilihan obyek, artefak, dan material yang masuk dalam karya-karya yang dibuat.
”Di sisi lain, pameran ini juga perwujudan atas sikap kritis dan kepedulian dari perupa Kalimantan Timur dalam menghadapi rencana besar pemerintah atas IKN Nusantara, serta tahun politik 2024 yang sudah di depan mata,” kata Citra.
Pelaksana Tugas Kepala Museum dan Cagar Budaya Ahmad Mahendra menyoroti arti penting pameran diselenggarakan di Galeri Nasional Indonesia. Menurut Mahendra, pameran ini tidak hanya sebuah ajang perkenalan atau promosi kekaryaan perupa asal Kalimantan Timur, tetapi sebuah upaya komunikasi dari perupa Kalimantan Timur kepada publik dan pemerintah.
Kecemasan dan harapan
Dalam karya-karya yang dipamerkan, kecemasan dan harapan itu tentang masa sekarang dan masa akan datang. Kecemasan akan lingkungan, budaya, dan tradisi bersanding dengan harapan pendidikan, ekonomi, dan sumber daya manusia di masa depan yang lebih baik.Misalnya pada lukisan berjudul ”Merajut Asa di Kala Rimba Bersanding Istana” karya Rohmad Taufik. Lukisan akrilik pada kanvas 200 x 160 sentimeter ini menampilkan gambaran kondisi IKN. Primata orangutan, burung enggang, batang-batang kayu liar di tengah hutan hujan tropis.
Tepat di belakang, berdiri kokoh gedung-gedung pencakar langit. Tidak ketinggalan sosok Putri Karang Melenu, permaisuri Maharaja Kutai Aji Batara Agung Dewa Sakti yang mengendarai hewan mitologi rakyat Kutai, Lembuswana.
”Putri Karang Melenu sedang memegang gentong, seperti aksi simbolis yang dilakukan Presiden Jokowi saat peresmian Titik Nol IKN. Sang putri membawa gentong tersebut berisi air Sungai Mahakam siap ditaburkan ke wilayah IKN sebagai simbol harapan kemakmuran,” ujar Rohmad.
Selain itu, ada pula karya seni yang menggambarkan isu eksistensi budaya suku Dayak dalam karya pelukis Dharmawan Budi Utomo berjudul ”Bertahan”. Dharmawan menggambarkan sosok pria dengan pakaian adat Dayak sedang memahat sebuah kayu besar untuk sebuah pilar bangunan. Uniknya, pria tersebut mengenakan celana jins.
”Ini berdasarkan pengalaman pribadi saya ketika saya pergi ke sebuah kampung adat, yang memahat semuanya orang usia lanjut. Sebuah kecemasan ketika budaya ini tidak berlanjut jika tidak ada yang melanjutkan. Namun, optimisme tetap saya munculkan celana jins sebagai simbol anak muda serta pilar besar itu yang bermakna penopang budaya ini akan tetap bertahan,” katanya.
Tidak hanya soal budaya ketakutan sebuah nilai-nilai tradisional, seperti keberadaan pasar rakyat. Tergambar pada lukisan karya Sugeng Haryanto yang menampilkan pasar rakyat yang berada di seberang Istana IKN. Sebuah harapan bahwa nilai tradisional pasar rakyat di Kalimantan tetap bisa berdampingan dengan modernisasi kota saat IKN benar-benar terbangun.
Di sisi lain, tak hanya, isu mendasar soal Kalimantan, Rohmad Taufiq yang juga merupakan Ketua Lembaga Perupa Kalimantan Timur juga menghadirkan lukisan dengan isu politik. Lukisan ini menampilkan sebuah singgasana di atas sebuah meja berdampingan dengan Presiden Jokowi. Di atas terdapat ornamen bendera-bendera partai politik calon peserta Pemilu 2024. Adapun, tepat di bawah meja, ada segerombolan pria dengan setelan celana kain, kemeja, dan dasi menatap kursi singgasana tersebut.
”Sebuah gambaran persaingan politik. Di sisi lain, ini juga menjadi harapan kami sebagai masyarakat lokal, kontestasi berlangsung damai dan menghasilkan pemimpin yang amanah yang mewujudkan harapan-harapan kami tentang tanah Kalimantan. Bukan sebaliknya,” ujar Rohmad.