Orang Cenderung Memberi Pertolongan Kecil kepada Sesama
Kedermawanan rupanya menjadi bagian tak terpisahkan dari diri manusia. Hal ini dibuktikan melalui penelitian oleh University of California-Los Angeles dan tim peneliti di sejumlah negara.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
Jika Anda merasa bukan orang baik, coba simak hasil penelitian University of California-Los Angeles. Menurut penelitian, rata-rata orang akan meminta bantuan setiap dua menit. Permintaan itu umumnya berupa bantuan kecil, seperti minta diambilkan sendok atau dibukakan pintu. Adapun kecenderungan orang untuk menolong jauh lebih tinggi dibandingkan mengabaikan atau menolaknya.
Penelitian ini diterbitkan di jurnal Scientific Reports pada 19 April 2023. Penelitian ini dipimpin sosiolog University of California-Los Angeles (UCLA), Giovanni Rossi, kemudian dikerjakan bersama para peneliti dari berbagai negara.
Penelitian dilakukan terhadap 350 orang yang memiliki latar belakang budaya, geografis, dan linguistik yang berbeda-beda. Sebagian responden berasal dari perkotaan di Italia, Inggris, Rusia, dan Polandia, sementara sebagian lainnya dari desa terpencil di Laos, Ghana, Ekuador, dan Australia. Perilaku sehari-hari para responden dianalisis melalui video berdurasi lebih dari 40 jam.
Para peneliti fokus menganalisis momen saat seseorang mengisyaratkan bahwa mereka butuh bantuan, baik melalui permintaan tolong secara langsung maupun dari bahasa tubuh. Peneliti lantas berhasil mengidentifikasi 1.000 permintaan tolong atau setara satu permintaan setiap dua menit. Permintaan tolong ini tergolong mudah dipenuhi orang lain, seperti bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau berbagi barang.
Adapun orang-orang memberikan pertolongan kecil tujuh kali lebih sering dibanding menolak permintaan tolong itu, serta enam kali lebih sering menolong daripada mengabaikannya. Persentase rata-rata orang menolak untuk menolong 10 persen, mengabaikannya 11 persen, sementara persentase untuk menolong 79 persen.
Menolong orang lain adalah refleks yang ada di diri setiap manusia.
Rata-rata orang menolong tanpa alasan tertentu. Namun, orang yang menolak membantu pihak lain biasanya punya alasan tertentu.
Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang memiliki sifat dermawan terlepas dari perbedaan budaya yang melekat di dirinya. Ini juga menunjukkan bahwa orang dari semua budaya punya perilaku tolong-menolong yang sama. Temuan ini membantu menjawab teka-teki penelitian-penelitian sebelumnya yang menyebut bahwa perilaku ini beragam tergantung pada norma di masyarakat.
Rossi mencontohkan, para pemburu paus di Lamalera, Nusa Tenggara Timur, membagikan hasil buruan ke seluruh warga kampung karena mematuhi aturan turun-temurun. Sementara itu, para pemburu Hadza di Tanzania membagikan makanannya karena khawatir akan cibiran orang lain.
”Perbedaan budaya seperti ini menimbulkan teka-teki untuk memahami kerja sama dan perilaku saling membantu antarmanusia,” ujar Rossi seperti dikutip dari Sciencedaily, Kamis (27/4/2023). ”Apa keputusan untuk berbagi dan menolong dibentuk oleh budaya? Atau manusia memang dermawan secara alami?” tambahnya.
Menurut dia, menolong orang lain adalah refleks yang ada di diri setiap manusia. Meski kebudayaan dapat menentukan perilaku tolong-menolong di kesempatan tertentu, seperti yang terjadi di Lamalera dan Tanzania, namun perbedaan budaya bukan alasan untuk tidak membantu orang lain. Sebaliknya, kecenderungan untuk menolong sesama sifatnya universal.
Salah satu penulis penelitian ini sekaligus ahli linguistik University of Sydney, NJ Enfield, mengatakan, kebudayaan mendorong perilaku prososial. Ini karena tolong-menolong berhubungan dengan norma, nilai, dan adaptasi terhadap alam, teknologi, dan lingkungan sosial-ekonomi.